"Dohyun-ah, bergegaslah bangun. Hari sudah pagi." Panggil Lee Boyoung, ibu Dohyun dari depan pintu kamar putranya.
"Aku sudah bangun, Bu. Sepertinya aku akan sarapan di rumah sakit saja," sahut Dohyun dari kamar. Ia sedang mengancingkan lengan kemeja berwarna cream.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka lebar memperlihatkan sang ibu terbalut apron berwarna cerah. Di tangannya terdapat nampan berisi susu dan dua lembar roti yang diberi selai coklat kesukaannya.
"Ibu tahu kau akan mengatakan itu, makanya Ibu datang ke kamarmu. Makanlah." Boyoung mengulurkan tangannya bermaksud menyuapi putranya yang kini sudah beranjak dewasa. Mau tidak mau, Dohyun menerima suapan ibunya. Ia mengunyah roti tersebut sambil memasukkan beberapa tumpuk laporan data pasien beserta tugas kuliahnya.
Semua itu tidak luput dari perhatian Boyoung. Ia menyadari putranya sudah bukan anak-anak lagi, melainkan seorang pria dewasa yang sudah seharusnya berkeluarga. Tapi putranya memilih ingin fokus melanjutkan pendidikan seperti ayahnya sebelum menikah. Boyoung meletakkan nampan di atas nakas, lalu memberikan putranya roti yang sudah digigit itu. Tangan dengan cekatan merapikan letak kerah kemeja Dohyun sambil tersenyum.
"Sepertinya kau membutuhkan pendamping hidup," gurau sang Ibu. Dohyun hampir tersedak mendengar kalimat itu sebelum melayangkan protes.
Ia akhirnya batuk beberapa kali. "Masih terlalu pagi untuk bercanda, Bu."
Boyoung tertawa pelan dan memberikan segelas susu pada putranya. "Jika bukan ibu yang selalu membenarkan kerah kemeja milikmu lalu siapa? Kau sendiri sering tidak memperhatikannya. Bahkan makan mu pun masih belepotan seperti anak kecil." Tunjuk Boyoung mengusap sudut bibir Dohyun. "Habiskan sarapanmu. Nanti saat akan berangkat tidak perlu mencari Ibu, karena Ibu harus bersiap-siap pergi ke Jeju."
"Memangnya ada acara apa?" Tanya Dohyun kembali memakan potongan roti terakhirnya.
"Keponakanmu menikah besok. Tenang saja, Ibu sudah bilang kau dan Ayah tidak bisa hadir karena sibuk."
"Astaga aku melupakannya." Dohyun menepuk dahinya. "Sampaikan permintaan maafku padanya. Nanti saat ada waktu, aku akan menyempatkan diri ke Jeju membawa hadiah pernikahan untuk mereka."
"Pasti ibu sampaikan. Sudah ya, ibu harus bersiap-siap dan baru akan pulang 3 hari kemudian. Jangan lupa habiskan sarapan, lalu tidak perlu mencuci bekas piringnya."
Boyoung segera keluar dari kamar putra semata wayangnya. Sepeninggalan ibunya dari kamar, Dohyun sudah siap berangkat kerja. Sarapannya pun sudah habis. Sambil menenteng tas kerja ia berjalan menuruni tangga menuju wastafel. Dohyun sama sekali tidak menuruti perintah ibunya yang meminta untuk tidak mencuci piring kotor bekas makannya, ia malah mencuci seluruh piring serta mangkuk yang berada di dalam wastafel. Tidak lupa menggulung kemeja yang sudah rapi agar tidak kebasahan. Selesai mencuci piring hingga bersih, Dohyun segera menuju ke mobil. Ini adalah hari terpenting dalam hidupnya, salah satunya kehadiran Sohyun di rumah sakit tempat ia bekerja. Sejak semalam ia kesulitan tidur dan terus memikirkan gadis itu sepanjang malam. Ternyata efek jatuh hati cukup besar mempengaruhi kehidupannya. Membahas tentang jatuh hati, Dohyun teringat keponakan dari pihak ibunya yang akan melangsungkan pernikahan besok.
Keponakannya itu memiliki perbedaan usia 5 tahun di atasnya, tandanya sudah berusia 24 tahun. Namanya Lee Jungshin. Dia anak dari kakak laki-laki ibunya. Jarak usia ibu dan kakaknya itu berkisar 18 tahun. Jadi, hal ini cukup wajar jika Dohyun memiliki keponakan yang usianya tidak jauh berada di bawahnya. Apalagi ibunya menikah di usia menginjak kepala 3 saat itu. Mungkin ketika besok ia menghadiri pernikahan keponakannya dapat dipastikan banyak yang bertanya seputar hubungan. Membayangkannya saja sudah membuat Dohyun sakit kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
What's The End for Us?
Hayran Kurgu14 Februari 1985 Takdir terus mempertemukan mereka seakan memang ditakdirkan bersama. Kim Sohyun hanyalah seorang gadis yang ingin hidup sederhana dan bebas. Ia ingin berpendidikan tinggi setara dengan Ayahnya dengan gelar Profesor. Ia tidak ingin...