3. Pertemuan Kedua

91 29 0
                                    

Semilir angin meniup rambut hitam legam milik Sohyun dan membuatnya menari-nari mengikuti ke mana arah angin. Perempuan itu tidak mempermasalahkannya karena sedang sibuk membaca buku 'Pride and Prejudice' milik Jane Austen dalam bahasa Inggris. Tatapannya begitu fokus hingga tidak menyadari ada seseorang tengah berdiri di dekat kursi taman yang sedang diduduki oleh dirinya.

Ketika sosok itu berdeham beberapa kali, Sohyun baru menutup bukunya.

"Aku pikir kau tidak akan datang," ucap Sohyun berdiri. Matanya memperhatikan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pria di depannya selalu rapi juga harum.

"Maafkan aku atas keterlambatan ku, nona. Aku baru menyelesaikan shift malam dan langsung mendatangimu." Ucapnya penuh kesungguhan. Mata tidak bisa berbohong. Dan memang pada kenyataannya Dohyun sama sekali tidak bohong.

Sohyun mengangguk pelan, mempersilakan Dohyun duduk terlebih dahulu di kursi taman yang sama dengannya. Namun ia memberikan jarak menggunakan buku. "Sesuai janji, aku ingin membalas budi terhadapmu. Katakan apa yang kau inginkan, terkecuali memintaku berkencan hari ini atau di hari lain."

"Kau orangnya sangat tidak pintar basa-basi, ya?"

"Maksudmu?" Sohyun menatap penuh tanya.

Kini giliran Dohyun menatap perempuan di sampingnya. Kedua netra mereka bertemu, "Kau tipe orang yang selalu langsung mengatakan tujuanmu. Basa-basi yang ku maksud contohnya seperti menanyakan kabarku hari ini."

Penjelasan Dohyun membuatnya terkekeh pelan. "Waktu adalah uang. Bagaimana bisa aku menyia-nyiakan waktu untuk sesuatu yang sudah aku tahu jawabannya. Aku tidak perlu mempertanyakan bagaimana kabarmu jika kau saja sudah di sini."

Giliran Dohyun yang saat ini terkekeh mendengar penuturan Sohyun. Perempuan itu sungguh menarik di matanya, terutama bagaimana dia memberikan tanggapan atas segala pertanyaan sekaligus pernyataan yang ia layangkan. Sohyun memang bukan tipe perempuan pada umumnya dan ini membuatnya tertarik.

"Kenapa aku tidak boleh meminta berkencan sebagai balas budi dirimu terhadapku?"

"Aku tidak ingin berkencan dengan pria manapun."

"Itu tandanya kau sudah dijodohkan?"

"Tidak." Sohyun menyanggah penuh ketidaksukaan. "Hanya saja aku tidak ingin menikah. Bagaimana jika aku traktir makan di kedai ayam goreng dekat teman? Menurut temanku ayam gorengnya sangat enak." Dengan cepat ia sudah mulai mengganti topik pembicaraan ke awal.

"Seandainya aku yang memilih untuk pergi ke tempat lain, kau tidak menolak, kan?"

"Tempat lain?" Ulang Sohyun ragu.

Dohyun segera menambahkan agar tidak dikira sedang melakukan sebuah skenario buruk. "Ada sebuah kedai jajangmyeon kesukaanku. Letaknya di belakang rumah sakit tempatku bekerja, apa kau mau?"

"Tentu. Aku hanya perlu mentraktir satu porsi atau bahkan dua porsi jajangmyeon, bukan masalah bagiku. Ayo berangkat sekarang." Ucap Sohyun bersemangat.

Dohyun memimpin jalan menuju ke arah mobilnya yang membuat Sohyun terkejut, tapi wajahnya tetaplah menunjukkan ekspresi datar. Sebagai pria baik, Dohyun tidak lupa membukakan pintu bagi Sohyun serta memastikan bahwa perempuan itu nyaman. Setelahnya baru menjalankan mobil menuju kedai kesukaannya.

Mobil merah keluaran Skoda Auto bernama škoda felicia 1960 dengan atap terbuka menarik perhatian masyarakat sekitar. Banyak yang menatap kagum ke arah mobil tersebut, karena bukan berasal dari Korea Selatan. Sohyun mendadak risih saat ingin menikmati pemandangan menjadi terhalang oleh orang-orang yang penasaran bentuk mobil itu lebih dekat.

What's The End for Us?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang