Usai mengusap keringat pada keningnya Haider menghela napas sedikit frustasi. Sudah satu
jam lebih waktu terbuang hanya untuk mencari benda berbentuk persegi. Bibirnya berdecak,
pikirannya dipaksa berputar untuk mengingat kembali dimana terakhir ia melihat benda
tersebut. Langkanya tertuju pada kamar tidur miliknya, kepalanya menggeleng perlahan."Bukan disini. Kemarin setelah menjemurnya aku meletakkannya pada .... Ah aku ingat
kain itu sudah kering, namun?"Berantakan sudah rambutnya, keningnya berkerut menimbulkan beberapa garis disana.
Kaki kanan Haider bergerak mengetuk lantai kayu rumahnya. Ia memejamkan matanya
sembari melipat tangan didepan dadanya. Sebuah potongan kejadian terlintas begitu saja."Apa mungkin gadis pendek itu pelakunya? Dia sengaja menabrakkan badannya padaku?
Lalu mengambil sapu tanganku? Untuk apa dia mencurinya?" Alis Haider bertaut, otaknya
dipaksa berpikir keras mengapa sapu tangannya bisa hilang.Dering telepon seluler membuyarkan lamunannya. Bergegas ia mengambil ponselnya yang
berada di atas nakas yang terletak tepat di sampingnya. Lalu menggeser ke atas ikon
berbentuk bulat berwarna hijau saat mengetahui nama yang tertera di sana. Setelah
mengucapkan sapaan tanpa basa-basi orang di seberang sana langsung mengungkapkan apa
maksudnya menelepon Haider pada jam makan siang."Eh bien, monsieur Albert, j'arrive tout de suite."
Tak lama setelah mengiyakan permintaan Tuan Albert untuk segera bertemu panggilan
telepon diputus sepihak oleh Tuan Albert. Setelah meletakkan kembali telepon genggam pada
tempat semula Haider melangkah menuju lemari pakaian miliknya. Lemari kayu dengan
panjang satu meter dan tinggi satu meter setengah tersebut terlihat sangat mewah dengan
ukiran indah pada hampir di setiap sisinya. Tanpa pikir panjang pilihan Haider jatuh pada
sebuah turtleneck hitam yang dipadukan dengan blazer berwarna biru dongker yang akan
dipadukan dengan celana kain berwarna senada.Usai berganti pakaian Haider menatap dirinya pada sebuah cermin yang cukup besar.
Memperhatikan dirinya dari atas hingga bawah, sepatu pantofel hitam menjadi pelengkap
penampilannya saat ini. Tangan kanannya meraih sisir yang terletak diatas meja, Haider
mulai menyisir rambut brunettenya yang dipotong dengan model curtain bangs. Sebagai
sentuhan akhir ia menyemprotkan parfum merk Maison Francis Kurkdjian Oud extrait de
parfum pada pergelangan tangan, sekitar leher dan beberapa semprot untuk blazernya.
Racikan parfum tersebut menimbulkan kesan elegan, misterius namun juga sensual.Blazer biru dongker itu tidak dikenakan langsung oleh Haider namun disampirkan pada
pergelangan tangan kirinya. Usai menatap penunjuk waktu pada pergelangan tangan kirinya
Haider bergegas keluar, sebelum menemui Tuan Albert ia akan mampir sebentar pada sebuah cafe. Langkanya sedikit tergesa, setelah memastikan pintu rumah terkunci Haider segera
menghentikan sebuah taksi, demi memangkas waktu agar lebih cepat tiba."Hum, excusez moi mademoiselle?"
Seorang pelayan perempuan datang menghampiri Anneliese. Dengan senyum yang
mengembang Anneliese mulai bertanya. "Apakah mungkin nona tau pemilik sapu tangan ini?
Aku menemukannya terangkut di tasku sekitar tiga atau empat hari lalu. Aku pikir mungkin
dia sering berada di area ini."Setelah melihat sapu tangan yang ditunjukkan oleh Anneliese pelayan itu tersenyum tipis,
"Ah saya tahu, ini milik pelanggan cafe kami. Saya melihatnya beberapa kali pada waktu
tertentu saat ia tengah asik menikmati kopinya. Namun sulaman kepala harimau yang
menggemaskan itu membuat saya ragu, Nona. Seingat saya tidak ada hiasan apapun pada
sapu tangan tersebut.""Ahaha, aku melihat ada lubang disana, sapu tangan ini sangat bagus jadi aku pikir akan
rusak jika lubangnya bertambah besar, jika aku jahit biasa mungkin akan berubah bentuk tapi
dengan menutupi lubangnya dengan sulaman seperti ini akan nampak tidak pernah ada
lubang disana"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐍𝐀𝐏𝐎𝐋𝐄𝐎𝐍
Fantasy. "Saya merasa pernah melihat wajahmu. Wajahmu familiar, Nona. Atau karena wajahmu pasaran?" Sungguh jika Anneliese berharap pria tampan di depannya akan memujinya dia salah besar. Seharusnya dia tidak berharap pada pria yang tak lebih dari kut...