Jendela

7 3 0
                                    

"Sudah berapa kali saya mengatakan untuk mendisiplinkannya, Nyonya Pearl? Jangan segan-segan untuk memarahi bahkan menghukumnya, jika saya lihat masih ada kelalaian maka saya yang akan turun tangan."

Pearl hanya bisa mengangguk patuh dan mengerti saat mendengarkan ucapan sang Raja. Kepalanya sama sekali tidak terangkat, ia tertunduk begitu dalam disertai dengan tubuhnya yang membungkuk sekitar empat puluh lima derajat. Usai mengatakan hal tersebut raja pergi begitu saja dari hadapan Pearl, menyisakan Pearl bersama dengan keheningan. Perlahan Pearl menegakkan kepala dan badannya, menghela napas panjang sambil mengedarkan pandangannya demi mencari Adhel, putri kerajaan.

"Putri Ellona?" itu bibi Pearl, ia memanggil sembari membuka pintu kamarnya.

Adhel sedikit terperanjat kala pintu kamarnya dibuka begitu saja tanpa persetujuan darinya, tak masalah jika dirinya sedang membaca atau sekedar menulis bait puisi. Masalahnya terletak pada tangan kirinya yang menggenggam sepotong daging dibalut sebuah sapu tangan, cepat-cepat sebelum detik merengkuh menit Adhel berdiri dengan posisi menghadap pintu kamarnya, kedua tangannya disembunyikan di belakang punggung sambil berupaya menutupi
sepotong daging itu dengan sapu tangan. Mungkin keberuntungan tidak berpihak pada Adhel, Pearl mengetahui bahwa Adhel tengah menyembunyikan sesuatu. Setelah menutup pintu kamar dengan rapat, Pearl berjalan pasti menuju Adhel.

"Putri Ellona yang terhormat, ijinkan saya untuk memberikan kabar ini kepada anda, Nona. Sekarang penjagaan sudah diperketat, anda juga harus mengikuti kelas tata krama pukul setengah empat. Jadi nona memiliki waktu untuk tidur sekitar dua jam dari sekarang, lalu tiga puluh menit lainnya untuk merapikan diri. Hormat saya, Nona."

Setelah mengatakan tiga kalimat tersebut dengan sedikit lantang Pearl mengedarkan
pandangannya, setelahnya ia kembali menatap lekat manik indah Adhel. Suaranya lirih, "maafkan saya Adhel, raja sudah mengetahui bahwa kamu sering sekali membolos, terutama pada kelas tata krama dan kelas musik. Ah, lantas apa yang kamu sembunyikan di belakang punggungmu? Wajahmu memerah dan bercucur keringat, tampak sedikit takut juga."

Adhel hanya menggeleng pelan, ia terlalu gugup hanya untuk menanggapi ucapan-ucapan dari bibi Pearl. Namun pada akhirnya Adhel hanya mampu memasang sebuah cengiran sembari menunjukkan apa yang ia sembunyikan di belakang punggungnya. Sungguh ia lebih takut berbohong pada bibi Pearl dibandingkan kepada ayahnya sendiri. Bibi Pearl membuka bungkusan yang terbuat dari sapu tangan pemberiannya sambil menghela napas panjang. Sebenarnya tanpa harus membukanya ia tahu benda apa yang disembunyikan oleh Adhel. Sepotong daging yang diolah dengan cara dipanggang, menu makan siang tadi.

Adhel membeku tanpa ekspresi, mata indahnya hanya bergerak mengikuti pergerakan bibi Pearl, disaat tangan kirinya terulur dengan tenang maka tangan kanannya bergerak dengan
gelisah meremas bagian terluar dari rok berlapisnya. Tangan kirinya mulai terasa sedikit bergetar, kegugupan menyergapnya. Bibi Pearl tetap diam, tanpa ekspresi atau menatap kembali Adhel, tangannya bergerak mencengkram sepotong kain tersebut. Sedikit menggeser tubuh Adhel yang berdiri tepat di depan jendela, dengan posisi membelakangi jendela. Dibukanya buntalan sapu tangan tersebut lalu membuang sepotong daging ke luar jendela yang tentu saja akan terjatuh ke atas tanah. Adhel sungguh tidak menyangka bahwa bibi Pearl
bisa berlaku keras terhadapnya.

Pearl menyimpan sapu tangan tersebut pada tangan kanannya, sedangkan tangan yang lain membuka laci meja belajar yang terdapat tepat di sisi kiri Adhel, memberikan sebuah sapu tangan baru pada Adhel, "bersihkan tanganmu, jangan biarkan mereka berminyak."

Usai berucap demikian Adhel hanya termenung, namun ia tetap menerima pemberian bibi Pearl. Setelah memastikan Adhel membersihkan kedua telapak tangannya, Pearl beranjak pergi. Terdengar bunyi gemerincing kunci setelah Pearl menutup pintu kamar Adhel.
Menyisahkan seorang gadis dengan perasaan dongkol saat mengetahui bibi Pearl mengunci pintunya dari luar. Tidak, tidak itu saja, bibi Pearl membuang daging yang mati-matian ia sisihkan. Adhel tidak lagi bisa berbuat banyak ia hanya kembali duduk ditepi ranjang sambil membelakangi pintu, matanya kosong menatap keluar jendela. Walaupun begitu kedua tangannya tetap bekerja, mengikat sapu tangan tersebut menjadi buntalan kecil lalu membuangnya begitu saja keluar jendela.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐍𝐀𝐏𝐎𝐋𝐄𝐎𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang