Bagaimana Caraku Mengikhlaskanmu, Tuan?

4 0 0
                                    

Hai, Tuan.
Semenjak kamu memilih untuk beranjak dan melepaskan ku di malam itu, aku masih tak baik-baik saja.
Sampai saat ini, dadaku masih saja sesak tatkala mengingat akan kita.
Segala ucapan manis yang penuh akan janji masih sering berputar di kepala.
Perihal kamu yang berjanji untuk terus menemani hingga pada titik di mana aku meraih cita.
Aku masih ingat malam-malam di mana kamu mengirimkan pesan manis, mengajakku untuk berbincang melalui sambungan telepon.
Tutur katamu yang lembut dan syarat akan makna senantiasa berhasil mengelabuhi ku.
Dan pada satu malam di mana aku merasa hidupku hancur, kamu menenangkanku.
Kala itu katamu, "Tenang, kamu pasti bisa. Biar aku temani kamu sampai di titik tersebut."
Aku terlalu percaya, hingga lupa bahwa manusia bisa berubah kapan saja.

Tuan, enam bulan.
Iya, waktu kita bersama amat singkat.
Namun, nyatanya begitu banyak kenangan yang telah melekat.
Aku masih sangat ingat, bagaimana perlakuan manismu terhadapku.
Genggaman hangat yang kamu berikan dan seolah tak ingin melepasku.
Tatapan teduh serta senyum manis yang membuat matamu hampir terpejam.
Aroma parfume yang sampai kini masih begitu ku hapal.
Panggilan yang telah kamu berikan untukku dan masih banyak lagi hal lain yang berhasil membuatku enggan untuk beranjak.

Tuan, terima kasih telah hadir.
Proses penyembuhan traumaku telah kamu bantu dalam sesaat.
Sebelum kemudian kamu tambah dengan trauma yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Aku tidak pernah menyesal telah mengenalmu dan bahkan menjadi bagian dari kisah singkat itu.
Hanya saja, aku terlalu menyedihkan untuk beberapa waktu ke depan.
Tuan, biarkan aku menangis. Dadaku terlalu sesak dalam menahan semua ini.
Biarkan aku menangis sekali lagi.
Serta biarkan aku kehilangan selera makan untuk beberapa bulan ke depan.
Entah ini akan bertahan sampai kapan.
Namun, semua tentangmu masih menjadi segalanya dalam hidupku.

Kehilanganmu adalah kehilangan rumah kedua bagiku.
Semenjak kamu pergi, aku tidak tahu harus menceritakan segalanya kepada siapa.
Aku masih ingat betul, sebelum kamu pergi, kamu telah berpesan.
Aku harus tetap sama. Sebagai puan yang senantiasa menceritakan beban kepadamu. Menjadikanmu tempat untukku bercerita kapan pun itu.
Namun, asal kamu tahu, Tuan.
Aku memilih untuk memendam.
Mencoba tetap waras di tengah keadaan mentalku yang begitu jatuh.

18.37 WIB
Trenggalek, 13 Desember 2022

QuotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang