Bab 22 : Seminggu Bersembunyi

4.8K 496 17
                                    

Selama satu minggu Mentari benar-benar fokus pada pekerjaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama satu minggu Mentari benar-benar fokus pada pekerjaannya. Minggu itu ia tak bertemu dengan Bentala sama sekali karena kesibukkan mereka masing-masing. Bentala juga mengerti ketika Mentari bilang ia ingin menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu di satu minggu itu, sehingga mereka tak menghabiskan waktu bersama di akhir pekan, dengan syarat Mentari harus memperbaiki jam tidurnya, di minggu tersebut batas waktu tidurnya adalah pukul dua belas malam. Mengingat dirinya sudah sangat memforsir otak dan tubuhnya untuk bekerja lebih dari biasanya, Mentaripun menuruti pesan Bentala.

Pukul sepuluh pagi di hari senin, sudah dua cangkir kopi yang Mentari minum untuk menemani kesibukannya. Telpon yang berada di atas mejanya berbunyi, Mentari melirik ke layar telpon dan mendapati Yunira dari bagian receptionist menghubungi. Ia segera mengangkatnya,

"Ya Yun, Kenapa?"

"Mba Tari, ada yang mau ketemu."

"Siapa? Aku ngga ada janji hari ini."

"Namanya Dea Mba. Temennya Mba Tari katanya?"

Jari-jari Mentari berhenti bergerak di atas keyboard. Dea?, Batinnya. Ia langsung teringat pada orang ketiga diantara hubungannya dengan Egy lalu. Ada apa perempuan itu mencarinya?

"Tolong masukin ke ruang meeting depan ya Yun? Ada yang kosong ngga?"

"Ada Mba, ruang Bali ya?"

"Boleh. Makasi Yun." Mentari memutus telponnya.

Ia segera bangkit dari kursinya dan berjalan menuju ruang meeting tersebut. Meninggalkan pekerjaannya sebentar, karena rasa penasaran yang tak dapat ia tahan.

Saat melihat perempuan itu kembali, Mentari tak merasakan emosi apapun. Ia justru merasa iba karena Egy tak mau bertanggung jawab atas perbuatannya.

Dea bangkit dari duduknya dan mengangguk sebagai sapaannya pada Mentari.

"Ada apa? Rasanya kita ngga perlu bertemu lagi." Tanya Mentari dengan eskpresi wajah yang ia buat sedatar mungkin.

"Maaf mba, menganggu waktunya. Tapi, saya ngga punya cara lain selain ketemu Mba."

Mentari duduk di sebuah kursi, ia lalu mempersilahkan Dea untuk turut duduk.

"Kenapa?"

Dea terdiam beberapa menit , perempuan itu terlihat ragu untuk berbicara. Membuat Mentari tak sabar menunggu. Pekerjaannya masih sangat banyak, dan perempuan di depannya ini telah membuang lima menit berharganya.

"Dea, saya ngga punya waktu untuk nungguin kamu bicara." Tegur Mentari.

Dea mengigit bibir bawahnya ragu, "Sebelumnya maaf kalau saya lancang. Tapi saya ngga tahu lagi harus minta tolong sama siapa." Ucapnya memberi jeda beberapa detik sebelum akhirnya lanjut berbicara, "Mba, boleh tolong bilang sama pacar mba, untuk ngga ngeluarin Egy dari kantor?"

My Honey Tornado (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang