Bab 29 : Tiga Nasihat Pernikahan

4.6K 440 18
                                    

Perjalanan menuju Korea Selatan terasa cukup melelahkan bagi Mentari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perjalanan menuju Korea Selatan terasa cukup melelahkan bagi Mentari. Ini pertama kalinya ia berada dalam perjalanan panjang menaiki pesawat. Sekitar tujuh jam dua puluh menit kurang lebih waktu tempuh dari Jakarta menuju Incheon. Sebanyak empat ratus lima puluh delapan karyawan berhasil mendaratkan kaki mereka di negeri itu. Sedangkan seratus empat puluh dua karyawan lainnya batal berangkat dikarenakan beberapa sebab, antara lain karena penolakan visa, mendadak sakit atau ada acara keluarga penting dan alasan lainnya. Hal tersebut yang membuat Mentari kelimpungan bekerja setelah keluar dari rumah sakit.

Dirinya kini bernafas lega, apalagi saat melihat para agent tour & travel menyambut kedatangan mereka di pintu keluar bandara. Mentari membenarkan posisi tali ransel yang tersampir di pundaknya. Kedua kakinya melangkah menuju parkiran Bus yang berjejer rapih di area parkir Bandara. Perempuan berusia dua puluh lima tahun itu merasa antusias, tak sabar untuk sampai di penginapan mereka selama dua hari kedepan. Mentari sengaja memilih sebuah penginapan berkonsep Hanok—Rumah tradisional Korea—untuk meninggalkan kesan mendalam di acara employee gathering dadakan ini. Desa Hanok tersebut terletak di sebuah desa yang jaraknya cukup jauh dari kota Seoul.

Bus berwarna merah itu kini menghentikan lajunya, Mentari segera melangkah keluar dengan tak sabar. Kedua matanya melebar saat melihat bangunan-bangunan dari abad ke-14 itu berjejer dengan sangat rapih.

"Kirsi! Mingkem! Kemasukan tawon, tahu rasa!" Terdengar suara Icha menegur Kirsi.

Refleks, Mentari langsung menoleh kearah Kirsi yang berdiri di sebelahnya, perempuan itu menganga melihat pemandangan di depannya, yang sukses membuat Mentari merasa puas akan pilihannya.

Mentari merasa beruntung karena ia sekamar dengan Icha, Hepy, Mona dan Kirsi yang merupakan rekan-rekan satu tim nya di divisi HRD. Kedua matanya kini menatap takjub ke dalam bagian hanok yang akan menjadi tempat tinggal mereka selama menginap di desa tersebut. Bangunan yang dibangun dengan framing dan lantai kayu dengan atap melengkung membuat suasana di dalam rumah tradisional tersebut terasa damai, tentram, tenang dan menenangkan. Hanok tersebut cukup luas, di dalamnya terdapat satu ruang tengah untuk berkumpul, dua buah kamar mandi modern dan empat buah kamar tidur, yang mana disetiap kamarnya dapat menampung lima orang. Tumpukan kasur futon yang terlihat empuk dan nyaman sudah disiapkan di pojok kamar.

Kelimanya sepakat untuk mandi terlebih dahulu sebelum tidur. Mentari tentu saja mendapat giliran terakhir, mengingat ia yang paling muda di grup tersebut. Setelah Mandi, Mentari mengelar futon miliknya, ia segera memasukkan tubuhnya kedalam selimut saat merasakan suhu di kamar terasa cukup dingin walau pemanas lantai berfungsi dengan baik. Tak lupa boneka beruang pemberian Bentala ikut ia bawa masuk kedalam selimut. Beberapa saat kemudian telpon dari Bentala masuk, lelaki itu belum juga tidur karena ingin menelponnya terlebih dahulu.

"Halo.." Sapa Mentari sambil berbisik.

"Kok bisik-bisik?" Tanya Bentala bingung.

"Iyalah ngga enak ngomong kenceng-kenceng. Aku kan sekamar berlima, tidur juga deket-deketan kaya sarden. Malulah kalau kedengaran lagi pacaran." Mentari berdalih.

My Honey Tornado (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang