Pagi ini langit sedikit mendung. Membuat gadis bersurai legam itu sedikit malas berangkat kesekolah. Tapi ia harus kesekolah, hari ini ada ulangan matematika.
Kaki jenjangnya melangkah dikoridor setelah ia diturunkan kakak laki-lakinya didepan tadi. Seperti biasa, banyak pasang mata yang menjadikannya objek penglihatan dipagi hari ini. Tapi ia tidak peduli, kakinya terus melangkah kekelasnya.
Masih setengah perjalanan, langkahnya dicegat segerombolan wanita berseragam minim. Benar mereka memakai seragam, tapi roknya jauh diatas lutut, dan tentu saja baju seragamnya dibuat pres body.
"Jauhi Raka. Gue tau lo dari keluarga terpandang. Tapi bukan berarti gue takut sama lo. Jangan sampai gue liat lo deket-deket pacar gue lagi." Ucap super PD seorang wanita berambut pirang yang kini dikuncir kuda.
Naya tersenyum miring. Lantas memindai penampilan wanita itu dari atas sampai bawah. Ia melirik name tag didada kanannya. Refana H.K. Itu yang tertulis disana.
"Sorry tapi bukan gue yang ngedeketin Raka, tapi dia sendiri yang deketin gue. Kalo emang dia pacar lo, tolong mbak, pacarnya dijaga. Jangan sampai nyatain cinta keorang lain." Sarkas Naya.
Refa melotot mendengarnya. Saat ia hendak menjambak rambut Naya, sebuah tangan kekar menahan lengannya. Membuat Refa menoleh kebelakangnya dengan raut marah, tapi kemudian tersenyum centil saat menemukan Raka yang menahan lengannya.
Raka menghempas kasar tangan Refa. Ia menghampiri Naya yang melihat semua itu.
"Kamu nggak papa?" Tentu saja ucapan halusnya barusan membuat orang-orang yang sedari tadi hanya menonton keributan melotot kaget.
Naya mengangguk. Kan kemarin Naya sudah berjanji akan mencoba menerima Raka. Raka merapikan rambut panjang Naya yang sebenarnya tidak berantakan sih. Modus.
"Masuk kekelas sekarang aja ya? Nggak usah diladenin nenek lampir ini. Ayo.." Sebelum Naya sempat berkata, tangannya sudah ditarik pelan oleh Raka.
Mereka berdua berjalan membelah jalan dengan tatapan tercengang dari ratusan pasang mata. Mereka kaget. Tentu saja. Sungguh, ini tidak seperti Raka biasanya. Bagaimana mungkin Raka yang super dingin dengan cewek manapun, bisa selembut itu berbicara dengan Naya.
Refa, yang masih disana mengepalkan tangannya, menatap punggung yang semakin jauh didepannya dengan tatapan bencinya. Lantas berbalik dengan senyuman licik. Ia tak akan membiarkan Raka yang sudah ia kejar-kejar selama 3 tahun diambil wanita lain yang baru dikenal lelaki itu.
🐭🐭🐭
Ulangan matematika tengah berlangsung selama satu jam. Sebagian murid tengah menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sebagian lagi terlihat memukul-mukul pelan kepalanya, berusaha untuk mencairkan isi otaknya.
Berbanding terbalik dengan Naya yang kini tengah tersenyum puas kala ia menyelesaikan 20 soal yang diberikan gurunya. Ia lantas berdiri membuat banyak pasang mata menoleh kearahnya.
"Sudah selesai Nak Naya?" Tanya si guru matematika, memastikan. Naya mengangguk sembari terus berjalan mendekati meja guru, lalu menyerahkan lembar jawabannya.
Naya lantas melangkah keluar kelas. Murid yang sudah selesai memang dipersilahkan istirahat duluan. Maka Naya melangkahkan kakinya menuju kantin. Koridor masih sepi, karena memang belum waktunya istirahat.
Ia hanya memandang layar ponselnya yang memperlihatkan grup chat dengan teman-temannya di California. Sesekali ua tersenyum kala temannya melontarkan candaan. Hingga seseorang mendudukkan diri disampingnya sambil membawa sebuah milkshake stroberi kesukaan Naya.
Naya menoleh, lantas tersenyum kala dilihatnya Raka menyodorkan minuman kesukaannya itu.
"Peningkat mood setelah bertempur dengan soal matematika yang mematikan." Ucap Raka. Naya menerima minuman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA
Teen Fiction"Maaf Ayah, aku masih membenci mereka__" Sebuah luka masa kecilnya, menjadikan dirinya seseorang yang membeci lawan jenisnya. Benci. Kecewa. Dan dendam. Mengaduk menjadi satu dalam hatinya. Apakah ia akan berdamai dengan mereka? Atau malah membeci...