p r o l o g

48 2 0
                                    

Selamat kembali, Nan.

Bandung pagi itu mendung. Awan hitam bergumul pada satu titik. Seperti ingin menyerangnya tanpa aba-aba. Gadis manis itu bergegas menarik koper pada pintu masuk bandara setelah mengucapkan terimakasih pada supir taxi yang membantunya menghemat waktu membelah padat ramainya jalan Bandung kala itu.

Helaan napas sebagai tanda ia lega atas keberuntungannya kali ini tidak tertinggal pesawat. Entah hal baik apa yang sudah dia lakukan akhir-akhir ini hingga untuk pertama kalinya ia tidak perlu membeli tiket lagi.

Perjalanannya kali ini akan menempuh kurang lebih empat jam. Niat hati ingin tidur sebentar mengisi baterai karena semalam kantuk tidak juga menyerang hingga pagi akhirnya batal. Ia malah memilih memandang bantalan putih yang terlihat cerah-cerah saja dari atas sana.

Bandung dan kisahnya sudah berakhir. Hangat dan ramah yang ia rasakan selama tiga tahun terakhir hanya akan tinggal untuk dikenang. Keputusan untuk meninggalkan kota kecintaannya ini memang bukan pilihannya. Namun apa boleh buat, semesta kadang suka ikut ambil alih lebih banyak.

Satu titik air mata lolos begitu saja kala ia membaca pesan -yang pada akhirnya ia biarkan saja tanpa memberi balasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu titik air mata lolos begitu saja kala ia membaca pesan -yang pada akhirnya ia biarkan saja tanpa memberi balasan. Apa yang terjadi kini bukan kuasanya. Meninggalkan Bandung dan seisinya, juga rasa tak rela karena harus meninggalkan orang baik disana.

Gadis itu akhirnya larut dalam lamun yang berketidaksudahan. Membiarkan hatinya kembali meluruh bersama raganya yang dipaksa bangun menatap realita yang sebentar lagi akan ia sapa.

Selamat datang Nandira,
selamat datang di kota Jakarta.

Koper ia geret menuju luar bandara. Sebentar terpengkur teringat kejadian yang rasanya sudah lama sekali tidak ia ingat kembali. Jakarta, beserta rasa tidak menyenangkannya. Satu persatu berputar diingatannya bagaimana hatinya hancur lebur di kota ini.

Namun tak apa, rasanya terlalu jahat jika dia terus mengungkit yang sudah lalu. Biarkan yang sudah menjadi pelajaran berharga bagi hidupnya, soal masa yang akan datang, ia serahkan sepenuhnya pada semesta yang sering mengambil peran.

Karena bagaimanapun selain memberinya luka yang hebat, Jakarta juga memberinya senyum yang teramat sangat. Meskipun akhirnya tetap sama.

"Kalau sedih bisa datang begitu kejam, maka senang seharusnya menyapa dengan riang."

°°°

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DANIYALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang