"DANIYAL!!! CEPET KELUARRR!!" suara itu nyaring dipenjuru koridor lantai dua.
Beberapa siswa menatap anak itu tidak heran. Mereka sudah terbiasa melihat tingkahnya yang seperti itu. Mendengar teriakan Gilang sudah menjadi bagian keseharian mereka.
"Emang ini anak setan satu harus diseret dulu baru mau." Gilang misuh-misuh memasuki kelas.
Ruangan hanya diisi oleh beberapa kepala karena sisanya memencar entah kemana menikmati jam kosong. Memberikan ketenangan pada penghuni yang memang sedang asik pada dunianya masing-masing.
"Shh." Daniyal menggeram marah ketika earphone sebelah kirinya diambil paksa. "Apalagi kali ini?"
Gilang menatap temannya kesal. "Lo diminta kumpul sama Kak Rian. Sekarang." Kalimatnya penuh penekanan.
Daniyal yang memang sedang berada dalam mood tidak bagus meraih kembali paksa earphone miliknya. Menyumpal telinganya yang sempat kosong lalu menghidupkan lagu yang tadi sempat terhenti.
"Kaya gadis perawan lo pundung terus. Lagian kemarin udah resmi pelantikannya. Lo engga bisa mundur lagi. Jalanin yang lagi lo hadepin sekarang. Tenang aja, semuanya bakalan aman."
Tidak ada sahutan.
"DANIYAL LO DENGERIN GUE GAK SIH?!"
Gilang menghentakkan kakinya marah. Ingin sekali memukul wajah tak berdosa Daniyal yang kini sedang menatapnya. Tapi itu bukan opsi bagus untuk keberlangsungan hidupnya ketika menyadari tatapan Daniyal kian menajam menghunus matanya.
"Yal gue aduin Mommy ya," ancam Gilang mengangkat ponselnya tinggi-tinggi.
Daniyal menghela napas. Sulit memang menjinakkan Gilang selain menuruti kemauan cowok berkulit tan itu. "Jangan. Lo mau apa Gilang?" Daniyal menahan emosinya.
Cengiran tengil muncul pada wajahnya. Daniyal tidak akan berani membantah jika ia sudah membawa nama ibunya. Disayangkan memang bahwa Daniyal tidak akan bisa menolak keinginan seorang perempuan paruh baya yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANIYAL
Teen FictionD A N I Y A L "Sampai semesta mempertemukan kita kembali pun, rasa ini nyatanya masih sama."