Kamar Kos 01 (Part 3)

12.2K 332 8
                                    


Sesuai negosiasi, akhirnya saya bisa menikmati pantat Ali untuk pertama kali.

Tentunya, kami tidak langsung melakukannya saat itu juga. Saya minta Ali membersihkan pantatnya dengan cara douching di kamar mandi saya. Saya ajari caranya, dan Ali menuruti dengan pasrah. Tujuannya, satu, agar Ali percaya diri. Agar dia enggak kepikiran, "Apa tai gue bakal kena kontol Bang Romeo, ya?" Kalau dia kepikiran itu terus, kan jadinya enggak nyaman, ya.

Dua, agar otot pantatnya rileks. Kalau sudah distimulan dengan semprotan air yang kencang, lama-lama otot pantat itu terbiasa menerima serangan benda tumpul di bagian anus. Yang akhirnya mempermudah proses penetrasi kontol saya nantinya.

Dan tiga, agar saya punya waktu untuk minum obat kuat.

Ayolah, jangan sok idealis. Laki-laki umur 37 tahun seperti saya, sudah ribuan kali merasakan ejakulasi. Semakin tua, performa bisa menurun. Dan itu wajar. Jadi, selama Ali membersihkan pantatnya, saya akan minum obat kuat favorit saya, yang akan membuat kontol saya ngaceng setidaknya 2 – 3 jam tanpa henti. Namun, butuh waktu sekitar 20-30 menit agar efeknya bekerja.

Pukul setengah enam sore, Ali akhirnya keluar dari kamar mandi sambil meringis. Jalannya agak ngangkang dikit, kayak bebek. Tetesan air berjatuhan dari pantatnya.

"Anjir, Bang. Aneh rasanya."

"Sakit?"

"Ya kagak, sih. Cuma aneh aja ngeluarin berak tapi isinya air. Kayak mencret, tapi bukan mencret."

"Terus udah bersih?"

"Ya udah, sik. Yang keluar bening semua. Udah enggak kotor lagi. Semua homo kayak gini, ya Bang sebelum disodomi?"

"Harusnya. Tapi kebanyakan bottom enggak bersihin anus mereka. Oke. Kamu udah siap?"

"Udah pasrah gue, Bang. Bukan udah siap lagi. Udah ikhlas lah bool gue disodok burung Abang."

Saya akhirnya melucuti celana hingga telanjang bulat. Kontol saya memantul keras ketika saya melepaskan celana dalam. Ali berseru, "Anjing!" sambil membelalak melihat kontol saya. Efek obat kuat sudah bekerja dengan mantap. Kontol saya akan terus keras begini sampai seenggaknya dua jam ke depan.

Saya berjalan menghampiri sofa, duduk dengan nyaman. Kontol saya mengacung tegak ke udara. Ali menatap kontol saya terus-menerus, wajahnya terlihat panik.

"Sini!" titah saya.

"Bang kalau mau bunuh gue, pake pisau aja lah, Bang. Jangan pake burungnya Abang. Malu pas diberitain ke keluarga gue gimana gue bisa almarhum," jawab Ali sambil garuk-garuk kepala.

"Kamu enggak akan mati. Ada banyak orang yang saya sodomi pake kontol saya ini. Bukannya meninggal, mereka malah minta lagi."

"Ah, mana mungkin! Bisa langsung dikirim ke akhirat tuh Bang kalau burung yang masuk ke pantat segede burung Abang."

"Tuh, yang kamar sebelah kamu, dia ketagihan saya sodomi. Lama-lama dia minta di-fuck bukan demi diskon, tapi demi dibikin enak."

"Ck! Enggak percaya gue—"

"Sini dulu."

Dengan pasrah Ali menghampiri saya. Saya mengeluarkan satu tali kekang bahan lateks, dengan kancing-kacing logam di sekelilingnya. Tali kekang itu dipasang di leher Ali, seperti tali kekang untuk anjing. Namun, di bagian belakangnya, di area tengkuk, ada hook dari logam untuk mengikat tangan Ali.

Kedua tangan disimpan ke belakang kepala. Masing-masing pergelangannya diberi gelang lateks yang rantainya diikat ke hook di tali kekang leher barusan. Jadi, selama satu jam ke depan, Ali akan memamerkan keteknya di depan saya.

Kosan KetekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang