7 | when i let him in (iii)

1.1K 170 12
                                    

Entah kenapa apa yang terjadi kepada Karin akhir-akhir ini jauh lebih berat dibanding saat ia melewati ujian semesteran. Diputusin Juna, terpaksa harus mengetik ulang proposal, dan yang paling parah adalah bertemu Mahesa. Kenapa yang paling parah? Karena hingga detik ini Karin masih belum mampu menghilangkan laki-laki itu dari pikirannya.

Biarkan Karin bercerita hasil diskusi mereka beberapa hari silam. Mahesa awalnya menolak permintaan untuk mengganti panti. Meski telah dibujuk Januar, Mahesa tetap menolak tegas.

Sampai akhirnya diskusi usai dan Karin serta Januar hendak balik ke fakultas mereka, Mahesa memanggil nama Karin.

"Karin."

Karin menoleh menatap kesal laki-laki di hadapannya itu. "Apalagi?"

"Let's make a deal," ujar Mahesa.

Alis Karin tertaut, tidak mengerti ke arah mana Mahesa membawa pembicaraan ini.

"Maksud lo?"

Netra Mahesa melirik Januar yang  berhenti di samping papan beton nama fakultas. Tampak sedang menunggu Karin.

"Gue bersedia nurutin permintaan kalian asal lo ngizinin gue gantiin posisi Juna di hati lo."

Pupil Karin menyalak tajam. "Lo gila? Udah berapa kali gue bilang i am not interested on you, can you just stop?"

"No i won't," jawab Mahesa santai. "Gue gak maksa lo kok. This is just a bargain. Kalau lo terima bagus kalau lo gak terima yaa –gak masalah di gue." Mahesa mengedikkan bahu, bersikap seolah-olah Karin dan teman-temannyalah yang akan merugi jika ia menolak tawaran bodoh tersebut.

Dan laki-laki itu salah bila berpikir Karin bakal goyah oleh tawarannya. "Enggak, tawaran lo gue tolak. Gue gak ngerti kenapa lo se-obsessed itu sama gue but please stop before i am starting to feel uncomfortable and end up slapping you."

Mendengar perkataan sinis Karin, Mahesa hanya tersenyum. "Well, let's see if you will end up slapping me or not."

Karin bergidik. Mengingat semua itu membuatnya tak tenang seharian. Karin tak tahu apa Mahesa menderita kelainan atau tidak tapi ini pertama kalinya ia bertemu manusia terlalu over confidence seperti Mahesa Aditya. Mungkin manusia terlalu bodoh lebih tepat mendeskripsikan pemuda itu karena orang normal mana yang masih keukeuh 'mengejar' disaat ia sudah ditolak.

Padahal Mahesa mahasiswa Psikologi masa ia tidak bisa mengecek psikisnya sendiri.

"Oi kerjain tuh proposal, ngelamun aja."

Karin melirik Satya jengkel. "Baru datang ngajak berantam lo?"

Satya berjalan melalui Karin yang sedang berleseh dengan laptopnya di karpet ruang depan sekretariat. Seperti biasa tujuannya adalah ruang Ketua dan Wakil Ketua.

"Lo sih kurang bagus bujuknya. Coba aja lo bujuknya sama kayak waktu lo bujuk Pak Fahrie –" Omongan Satya terhenti saat Karin memberinya tatapan tajam. Ia berdeham. "Emang mustahil sih anak Psikologi mau ganti lokasi mereka."

Sangat mustahil. Tapi jauh lebih mustahil si ketua HIMA Psikologi ternyata seorang cowok gila yang bersedia mengganti lokasi panti asal Karin menyetujui keinginannya. Bargain katanya. Karin memejamkan mata, ya Tuhan, ini pertama kalinya ia bertemu manusia seabsurd Mahesa Aditya.

Karin mulai ragu kalau Mahesa mahasiswa yang rajin, aktif, bisa diandalkan itu adalah Mahesa yang sama dengan yang ia temui. Pasti ada dua Mahesa Aditya di kampus ini. Atau mungkin Mahesa mempunyai kepribadian ganda.

wildest dream - heeseung x karinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang