Beberapa minggu berlalu, Eira sudah merasa membaik. Cukup sulit baginya untuk keluar rumah. Ia takut kejadian yang menimpanya sebelumnya kembali terjadi. Jika bukan karena Serra yang memberitahunya bahwa Salvanior saat itu melakukan penyerangan dimarkas Streffon karena ingin membalas dendam mungkin tidak akan ada yang menolongnya. Eira merasa sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Savier. Namun akhir-akhir ini ketika mereka berpapasan Savier tampak dingin terhadapnya mungkin karena ciri khas pria itu memang seperti itu.
Sekarang Eira sedang berjalan ke kelasnya sambil membawa tumpukan buku latihan teman-teman sekelasnya untuk dibagikan kembali kepada mereka. Sebelumnya ia tidak sengaja bertemu Bu Kinan—Guru Bahasa Indonesia yang terlihat kesulitan mengangkat tumpukan buku itu. Membuatnya berinisitif menawarkan diri untuk membantu.
"Eira," panggil Serra dari belakang membuat Eira menoleh kearahnya.
"Kenapa Ser?" tanya Eira.
Serra merebut beberapa buku dari Eira agar sahabatnya tidak lelah saat memgangkatnya. "Lo yang kenapa, baik banget lo bantu guru."
"Kasian gurunya, makanya gue bantu," sahut Eira.
Mereka berdua berjalan bersama kearah kelas sambil berbicara. Sebelum sampai dikelas seseorang kembali memanggil Eira.
"Eira Monika Andromeda." Eira menoleh keasal suara. Pupilnya membesar melihat orang yang mrmanggilnya.
"Gila Ra, lo dipanggil sama Savier," seru Serra. "Lo ngapain diam Ra? Buruan kesana!"
"Tapi-" ucapan Eira terpotong. "Gak ada tapi-tapian, sekarang-"
"Neng Eira, sini dong! Dipanggil bos gue nih," ujar Kenzo dengan senyum buayanya. Dasar buaya.
"Iya sini dong, Savier kangen katanya," sambung Joseph memgikuti Kenzo yang sedang menggoda Eira.
"Buruan Ra, lo ada masalah apalagi sih sama Savier?" tanya Serra bingung.
Eira panik, "gue juga gak tahu Ser. Gimana nih? Panik gue."
"Udah lo kesana aja, bukunya gue yang angkut." Serra sedikit menurunkan badannya untuk menampung buku yang Eira angkit.
"Rom, lo bantuin Serra angkut bukunya," bisik Savier kepada Romeo.
"Hm," balas Romeo pendek lalu mengambil langkah kearah Serra.
"Buruan Ra!"
Romeo dengan gesit mengangkat semua buku dari tangan Serra sekaligus membuat Sang empuh terkejut bukan main. Pasalnya kulit tangannya sempat bersentuhan dengan kulit tangan Romeo.
Gila jantung gue, batin Serra.
"Gue bantuin bawa ke kelas," ucap Romeo, dingin.
Keduanya berjalan bersama meninggalkan Eira yang sudah panas dingin ditempat.
Kenapa sih Savier nyari gue? Jadi malu gue diliatin orang, ucapnya dalam hati lalu berjalan kearah Savier.
"Kenapa Savier?" tanya Eira, kaku.
Savier menarik pergrlangan tangan Eira, "lo ikut gue!"
"Wohoo, gila banget Savier sekarang," pekik Arwana, tak menyangka sahabatnya bisa seperti itu dengan wanita.
"Bisa geger nih lambe turah sekolah kita," ujar Kenzo, heboh.
"Tinggal nunggu pajak jadian aja kita, " sahut Lorenzo sambil melihat kedua sejoli itu.
"Akhirnya bos gue gak jomblo lagi," ujar Joseph.
"Gue pengen tahu gimana cara Savier ngetreat cewek. Pasti seru banget," ujar Arwana penuh tawaan.
Mereka semua tidak habis-habisnya menggoda Savier. Bahkan mereka sudah mulai merencanakan party untuk merayakan hubungan Savier dan Eira.Savier tidak tuli, ia mendengar dengan jelas sorak-sorakan sahabatnya namun tidak ia hiraukan. Segala masalah yang telah ia pikirkan harus segera selesai dan Eira adalah kunci dari masalah ini.
Keduanya berjalan membela jalan siswa-siswi di SMA Pamungkas. Keduanya sekarang audah menkadi pusat perhatian, beberapa siswa dan siswi mulai memotret keduanya. Sepertinya yang dikatakan Kenzo akan segera terjadi. Savier dan Eira akan segera menjadi topik gosip terpanas se-SMA Pamungkas.
Siapa yang tidak mengenal Savier. Dia jomblo saja tetap dibicarakan apalagi geng motor yang ia pimpin. Dan sekarang, dirinya dengan Eira. Mungkin akan banyak hati gadis yang hancur ketika mendengar Savier memiliki kekasih.
Mereka sampai di belakang sekolah yang sepi.
"Kenapa sih narik gue?" tanya Eira, kesal. Seenaknya saja Savier memperlakukannya seperti ini.
Eira dibuat tambah kesal karena Savier tak kunjung menjawab pertanyaannya melainkan menatapnya dengan datar membuatnya berdecak. "Kalo gak ada apa-apa lagi gue pergi."
Sebelum Eira pergi Savier terlebih dahulu memegang tangannya lalu sedikit mendorong Eira ke dinding. Savier mendekatkan badannya kearah Eira. Posisi mereka terlihat sangat intim sampai nafas Savier dapat Eira rasakan.
"Lo sebenarnya siapa?" Hanya itu Pertanyaan Savier. Terdengar serius namun lucu menurut Eira. Tunggu... Jangan-jangan...
Eira menjadi gugup, "gu-gue Eira, kenapa lo nanyak kek gitu?"
Savier menatap tajam kearah Eira. "Gak usah bohong!" geramnya tertahan.
Takut, kesal, dan panik bergabung menjadi satu membuat Eira tak dapat berkutik. "Gue Eira. Kenapa sih?" decaknya.
"Alasan pakaian culun lo disekolah, maskas Streffon, dan yang ngikutin kita di hari itu. Siapa mereka?" tanya Savier, menjabarkannya dengan jelas.
"Gu-gue gak tahu," cicit Eira. Rasa takutnya kembali muncul ketika memgingat kejadiannya dengan Xander.
Savier tersenyum sinis, "Cara berpakaian lo juga lo gak tahu?"
"Lo anak geng mana?"
"Gak usah ngelak!"
"Waktu gue gak banyak."
"Apa lo mau gue habisin sekarang?" ancam Savier.
Tubuh Eira bergetar hebat. Ia tidak berani berkata sepatah katapun. Salah bicara saja orang lain akan menjadi korban. Dia benar-benar takut.
"Gue gak tahu! Gue gak tahu!" bentak Eira sambil menangis, "Gue gak tahu. Mereka yang culik gue."
Savier tertegun melihat respon Eira. Diculik?
"Kemarin gue sendirian dan mereka nyamperin gue terus gue di bawah ke markas Streffon."
Eira berharap Savier tidak bertanya lagi padanya. Sungguh menyebalkan ketika Eira berpikir bahwa Savier tidak akan mengungkit hal ini lagi. Semoga Savier percaya kepadanya.
"Lo bisa gak sih lepasin gue?" tanya Eira pasrah. Ia butuh Serra sekarang.
"Gak," jawab Savier, "lo belum kasih tahu gue alasan kenapa penampilan lo culun."
Eira berdecak kesal dengan air mata yang masih mengalir dari matanya. Apakah Savier tidak merasa ibah kepadanya yang sudah mengeluarkan air mata.
"Itu, gue..."
"Nyamar."
Savier memotong ucapan Eira.
"Kenapa lo pengen tahu? Hidup gue bukan urusan lo Savier." Eira sudah sangat geram sekarang. Sepertinya Savier adalah tipikal orang yang suka menekan orang lain.
"Karena tanpa lo sadari, lo udah melibatkan gue ke dalam urusan lo."
Savier menatap Eira yang terdiam di depannya dengan tatapan menilai. Eira seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Terlihat dari emosinya dan reaksinya yang berbeda-beda pada setiap pertanyaan yang diajukannya. Sepertinya Eira tidak mudah untuk buka mulut. Membuat Savier semakin ingin menekannya.
Savier tersenyum jahat, "Kenapa? Takut lo?"
"Ma-maksud lo apasih? Gue gak ngerti," elak Eira.
"Hmm, mungkin sekarang lo bisa bohong dan mengelak, tapi liat aja nanti."
"Gue gak ngelak." Eira meninggikan suaranya. Hal itu membuat Savier tersenyum. Lebih tepatnya senyum kemenangan.
Tiba-tiba bel berbunyi menandakan kelas akan dimulai.
"Kita liat aja nanti, Eira."
YOU ARE READING
SAVIER
Teen FictionSavier Kosalev. Ketua geng Salvanior yang terkenal tampan dan pemberani. Bahkan ia sangat ditakuti dan jarang ada yang berani mengusiknya. Savier tidak pernah merasakan jatuh cinta ataupun tertarik dengan lawan jenisnya namun saat bertemu dengan seo...