15 | Badai

366 49 15
                                    

Sedan BMW putih tiba di lobi hotel yang langsung disambut oleh beberapa pegawai di sana. Sehun langsung berlarian keluar disusul oleh Jaeson yang memahami soal isi rapat itu. Sepanjang rute rumah sakit ke hotel ayahnya di Yeoido, Jaeson menjelaskan bahwa investasi kali ini akan berpusat pada pembangunan hotel baru di Jeju. Rencananya, di kawasan hotel itu akan dibangun Water Fountain sebagaimana pertunjukan air yang ada di Dubai.

Sebenarnya Jaeson tidak boleh membicarakan soal pekerjaan pada Sehun. Hanya saja, kali ini instingnya berkata bahwa putra tunggal bos kaya itu harus tahu nasib perusahaan ke depannya apabila kerja sama itu gagal. Sehun merasa bersyukur karena segala informasi yang disebut Jaeson mampu mengalihkan traumanya hingga ia bisa tetap bernapas tenang di mobil. Ia berlarian mendekati rombongan pria berjubah dengan sorban merah jambu di atas kepala.

"Excuse. Me." Sehun bernapas sedikit terengah di depan ketua rombongan yang ia yakini sebagai Mr. Khalid. "Sorry. Sir ...." Ia memejamkan mata sejenak agar pernapasannya lebih stabil. Setelahnya, ia mengulum senyum dengan tangan kanan terulur ke depan. "I am. Sehun Park."

Di belakang Sehun, Jaeson terkejut mendengar Sehun bisa menyebut namanya dengan lancar. "Tolong dibantu terjemahkan," pintanya pada seorang wanita berkemeja rapi di sisi kiri Mr. Khalid.

"Ayahku. Bukan. Tidak ingin. Datang," ucap Sehun. Kedua tangannya mengepal kuat di sisi tubuh. Ia sangat ingin menjelaskan panjang lebar, tetapi lagi-lagi otaknya bergerak selamban siput. "Seperti yang. Anda. Tahu." Sehun meneguk ludahnya ketika jantungnya mulai berdetak cepat lagi. "Saya. Cacat."

Mr. Khalid beserta rombongannya tampak terkejut. Dahi mereka berkerut dan saling melirik.

"Saya. Kehilangan Ibu," ujar Sehun lagi, kali ini kedua bahunya sudah lebih rileks meski bayangan Haneul berhasil menyulap wajahnya menjadi sendu. "Saya. Tidak mau. Berpisah dengan. Ayah. Jadi ... jadi saya ...." Ia melirik Jaeson ketika tiba-tiba sesuatu menghilang dari kamusnya.

Jaeson mengamati telunjuk Sehun yang bergerak ke kanan-kiri dengan cepat. "Melarang?" tanyanya tidak yakin dan lelaki muda itu mengangguk.

"Saya. Melarang. Ayah. Untuk pergi."

Mr. Khalid mengangguk-angguk ketika penerjemahnya membisikkan sesuatu. Dalam hitungan detik, ia mulai mengulum senyum dan mengulurkan tangan agar Sehun segera menjabatnya. "Kau anak yang hebat," pujinya sambil menepuk bahu Sehun.

Sehun menghela napas merasa terbebas dari ketegangan. "Tidak. Batal," tanyanya yang terdengar membingungkan bagi orang lain. Ia melirik Jaeson agar membantunya.

"Apakah rapat ini akan dibatalkan, Tuan?" tanya Jaeson hati-hati.

"Tidak." Mr. Khalid menggeleng. "Seharusnya aku datang untuk melayat dulu baru mengadakan rapat. Aku akan menunggu hingga Mr. Park siap," katanya dan setelah si penerjemah menjelaskan, ia mengangguk-angguk melihat reaksi senang di wajah dua lelaki di hadapannya itu.

"Thank. You. Thank. You." Sehun membungkuk berkali-kali. Meski tidak tahu bagaimana akhir kerja sama ayahnya dengan Mr. Khalid nanti, setidaknya ia sudah berusaha agar rapat tetap akan diadakan beberapa waktu ke depan.

Dari pintu putar, David berlarian karena ia butuh waktu lama mengembalikan ingatannya dibantu oleh Kim Won. Ia berangkat terpisah setelah cukup yakin tentang apa yang tengah ia hadapi. "Mr. Khalid ...." Ia mempercepat langkah dan terhenti ketika lelaki paruh baya itu lebih dulu memeluknya.

"You're a great father, Mr. Park," ucap Mr. Khalid.

David melirik Jaeson dan Sehun bergantian. Dua lelaki itu tersenyum lebar dengan jembol naik. "Kita masih bisa rapat?" tanyanya. Meski ia dan Mr. Khalid sudah beberapa kali bekerja sama, tetap saja posisi pria asal Dubai itu sebagai investor membuatnya harus menjunjung tinggi kesopanan.

I am so Lucky to Have You [OSH] Complete | Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang