24 | Renggang

313 43 6
                                    

Hubungan David dan Sehun menjadi renggang sejak sang ayah membuat pengakuan beberapa waktu lalu. Sehun selalu punya banyak alasan untuk tidak bertatap muka. Sudah hampir dua minggu keduanya tidak lagi makan bersama di rumah atau di restoran. Si anak selalu berangkat lebih awal dan pulang larut malam. Beberapa hari belakangan, Sehun malah tidak pulang ke rumah dan memilih tidur di hotel.

David menatap sedih pada hidangan makan malam yang telah ia selesaikan. Sejak pulang dari kantor, ia menyibukkan diri di dapur untuk mempelajari Paella, nasi goreng seafood dari Spanyol dengan rasa pedas dan segar karena irisan lemon. Sehun lebih menyukai menu itu dibanding nasi goreng kimchi dari negara sendiri. Namun, hingga hidangan itu dingin, lelaki berusia dua puluh itu tidak kunjung menampakkan batang hidung.

Rumah menjadi sepi. Tidak ada musik Mozart, tidak ada nyanyian acak, juga tidak ada tawa. David mengusap wajah lalu menyendok nasi ke dalam mulut. Hendery sudah memberi kabar bahwa putranya sudah makan malam. Meski tidak bisa makan bersama, ia tetap harus makan agar punya tenaga untuk bekerja besok. Suapan pertama masih baik-baik saja. Suapan kedua dan ketiga, David tidak bisa menelannya dengan baik.

"Bodoh!" rutuk David sambil memukul pelan kepalanya.

Melalui sambungan telepon kemarin lusa, Peter berkata, "Biarkan saja dulu."

"Peter, aku sudah tidak berkomunikasi dengan Sehun satu minggu!" David nyaris berteriak memaki ponsel. Ia memijit dahinya yang berdenyut-denyut. "Saat Sehun pulang dan aku meminta waktu, dia selalu berkata lelah dan ingin istirahat saja. Mau sampai kapan dia seperti itu padaku?"

Terdengar tawa pelan dari seberang samudera. "Kau lupa? Saat aku seusia Sehun, bahkan lebih muda, aku keluyuran Seoul-New York karena tidak mau berurusan dengan perusahaan. Aku membangkang dari ayah-ibu, juga tidak mendengarkan kakek-nenek kita," katanya tenang.

"Aku tidak sedang membicarakanmu!"

"Bodoh!" sahut Peter, masih dengan sisa tawa pada suaranya. "Seusia Sehun, wajar jika dia memberontak. Semua anak pernah memberontak, David. Jangan berpikir kau tidak ikut kabur denganku waktu itu," sinisnya.

David terdiam. Ia tentu ingat jelas saat-saat mendebarkan untuk menghilang dari pandangan keluarganya beberapa saat. Selalu ada alasan mengapa ia tidak mau pulang ke rumah, dan sekarang ia melihat hal itu dilakukan Sehun.

"Apa yang kau khawatirkan? Sehun kabur untuk bekerja, untuk mengurus perusahaan! Dia tidak lari dari tanggung jawabnya," kata Peter. Suaranya bersahutan dengan suara lalu lintas menjadi latar belakang. "Saat Sehun menghubungiku untuk menjual saham, dia bertanya apakah dia sudah melakukan hal yang benar. Tentu kujawab dia benar. Sehun akan salah jika dia berontak dan kabur untuk narkoba, minuman keras. Tidak, kan?"

Sepertinya hanya Park Sehun yang berontak dari rumah tetapi tetap menjalankan kewajibannya sebagai penanggungjawab. Biasanya, ketika sudah tidak mau berhubungan dengan rumah, seorang anak benar-benar akan bersikap tidak peduli pada apa pun yang berkaitan dengan rumahnya. Namun, Sehun tidak begitu. Sehun hanya tidak mau pulang ke rumah karena tidak mau bertemu sang ayah.

David ingin memahami itu. Ia tahu harus memberi waktu kepada Sehun untuk bisa menerima semua kejadian yang mereka alami. Kehilangan ibu, berpisah dengan impian, lalu memikul beban perusahaan. Itu bukan hal mudah bagi seorang anak yang terbiasa hidup bebas di jalur yang ia inginkan. Andaikan Sehun mau mendengarkannya dengan bersikap abai pada perusahaan, maka lelaki muda itu tidak harus tertekan.

Berharap mendapat dukungan dari Kim Wonho, ternyata David kembali disudutkan. Won bilang bahwa itu adalah salahnya sendiri karena tidak mempertimbangkan lebih dulu apa yang bisa dan tidak harus dibicarakan pada Sehun.

I am so Lucky to Have You [OSH] Complete | Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang