Aroma musim gugur tercium makin pekat ketika Sehun melangkah keluar gedung bersama Jongin dan Pak Jang. Tubuhnya berdiri di depan pintu menatap taman luas yang mulai dipenuhi lanskap oren. Bersamaan dengan angin yang membelai, senyumnya perlahan mengembang tipis. Jika ia jalan-jalan di pusat kota, ia pasti akan melihat daun-daun berguguran dari pohon.
"Minggu depan aku ada pemotretan di Pulau Nami. Kau mau ikut?" Jongin mendahului langkah Sehun menuju taman.
Sehun menggeleng. "Takut," jawabnya.
"Takut apa?"
"Semuanya."
Jongin menoleh ke kanan memperhatikan senyum tipis Sehun dari samping. "Kau punya ayah yang sangat terkenal. Apa yang kau takutkan?" tanyanya. Setahunya, pamor Park David cukup tinggi di Korea Selatan. David bukan penjahat, tetapi dengan kekuatan bisnis yang ia punya, dia bisa membuat orang-orang takluk padanya.
Selain terkenal sebagai pebisnis mapan, David juga diketahui memiliki jaringan relasi di atas rata-rata. Koleganya tidak hanya sesama pebisnis kelas eksekutif. Ia sudah mampu menggapai lengan para menteri untuk proyek-proyeknya, terutama di bidang konstruksi. David tidak menggunakan kekuasaan mereka untuk mempermudah pekerjaannya, tetapi menawarkan pekerjaannya pada mereka.
Setiap kementerian membutuhkan rekan terpercaya untuk menangani programnya, dan David menyediakan itu. Contohnya pembangunan taman, gedung-gedung sekolah, dan program pembangunan lain, David adalah rekan nomor satu yang akan dituju para menteri untuk diajak bekerja sama. Maka dari itu, seharusnya Sehun tidak perlu takut atau merasa terancam sebab tidak akan ada yang berani melukai tuan muda di bawah pengawasan seluruh sektor.
Dalam kerjasamanya, David memberikan syarat utama, yaitu untuk melindungi sang buah hati. Bukan berarti Sehun akan terbebas dari hukuman apabila ia melanggar. Syarat itu ditujukan agar siapa pun bisa menjaga Sehun dari segala bentuk bahaya dan mereka semua menyetujuinya.
"Bukan. Itu," sanggah Sehun disertai helaan napas pelan. Ia sepenuhnya paham apa maksud Jongin, hanya saja tidak bisa membalasnya secepat dulu. "Orang. Orang. Bicara. Tentang. Aku."
Jongin berhenti melangkah untuk memusatkan seluruh perhatiannya pada Sehun. "Kau takut mendengar omongan mereka?" tebaknya dan seketika diangguki oleh si lawan bicara. "Sehun, dengar ...." Ia memegang kedua bahu sahabatnya dengan tatapan lembut. "Orang-orang tidak akan membicarakanmu sepanjang hari, jadi jangan dengarkan mereka. Ya?"
Sehun menggeleng. "Tetep. Dengar," jawabnya.
"Kalau kau memang menganggapku sebagai kakak, turuti permintaanku." Jongin berubah menjadi lebih serius. "Selama kau tidak menyakiti mereka, atau tidak merugikan mereka, jangan diambil pusing. Mereka hanya orang-orang sok tahu yang tidak mengerti bagaimana perasaanmu. Setelah mereka menemukan bahan baru yang lebih menarik, mereka akan berhenti membicarakanmu. Jadi, mari kita tunggu sampai waktu itu tiba. Bagaimana?"
Meski tidak yakin bisa melakukannya, Sehun tetap mengangguk semata-mata bahwa ia mendengarkan ucapan itu.
"Tersenyumlah. Kau jelek kalau cemberut," goda Jongin.
Sehun berdecak lalu mengembuskan napas pelan. Berharap kegundahannya ikut terbuang bersama napasnya itu. "Aku. Malu," ucapnya sembari melangkah lagi.
"Pada siapa?"
"Appa."
"Kenapa kau malu pada ayahmu sendiri?"
"Appa. Sempurn." Sehun berusaha menahan kesedihan pada nada bicaranya, dan syukurlah yang terdengar di telinganya tetaplah kalimat biasa. "Aku. Cacat."
"Ya!" Jongin memukul pelan bahu si muda. "Paman Park akan bersedih jika mendengarmu berkata seperti itu," omelnya.
"Fakta," balas Sehun.
KAMU SEDANG MEMBACA
I am so Lucky to Have You [OSH] Complete | Sudah Terbit
أدب الهواةPark Sehun mengidap afasia broca akibat kecelakaan besar yang dialami keluarganya. Ia menjadi pendiam dan jarang berinteraksi dengan siapa pun karena malu pada kondisinya. Terlebih ketika ia adalah putra seorang pengusaha ternama di Korea Selatan, P...