5

458 22 0
                                    


" Assalamualaikum." Ucap nisa dan haidar bersamaan. Saat ini nisa dan haidar ada di pintu depan ndalem.

" Waalaikumsalam. Eh nisa? Wah... lama banget nggak ketemu." Umi langsung memeluk nisa dan nisa pun balik memeluk umi.

Haidar memutar bola matanya malas, jika ada nisa maka dirinya akan di abaikan dan hal itu membuatnya kesal.

" Nisa kangen banget sama umi." Ucap nisa sambil melepas pelukannya.

"  Sama, umi juga kangen sama kamu. Gimana kabar kamu?"

" Alhamdulillah baik mi."

" Alhamdulillah. Suami kamu mana? Kok nggak ikut?"

" Mas dimas ada kerjaan di luar negri mi. Daripada disana nisa cuman diem, mending pulang aja. Sekalian mampir ke sini."

" ooh gitu. yaudah ayo masuk, gk enak ngobrol di depan pintu." Ajak umi

" Iya mi ayo." Balas nisa yang beranjak masuk ke ndalem.

" Ehkem." Haidar berdehem, ia benar-benar di abaikan.

" Eh ada haidar juga to?" Umi malah bertanya membuat haidar tambah kesal.

Haidar menghembuskan nafas dengan kasar, dia benar-benar kesal karna umi lebih memperhatikan nisa. bahkan sampai tidak sadar jika dirinya juga ada di sana. Nisa terkekeh melihat wajah kakaknya yang kesal.

Umi sadar jika haidar haidar kesal, umi terkekeh melihatnya. Benar-benar seperti anak kecil.

" Udah jangan cemberut, nisa jarang ke sini jadi umi kangen, kalo kamu kan sering kesini." Bujuk umi pada haidar. Bukannya luluh haidar tambah makin kesal.

" Iya iya." Balas haidar malas sambil masuk duluan ke ndalem meninggalkan umi dan nisa.

Kedua perempuan itu terkekeh karna melihat haidar yang merajuk seperti anak kecil lalu mereka menyusul masuk ke ndalem.

Haidar dan nisa anak dari kyai Abdullah adik dari kyai Abdurrahman, abi zidan. Dulu saat masih kecil mereka sering ke rumah Kyai Abdurrahman untuk bermain. karena itu, mereka sangat akrab dengan keluarga zidan.

Umi dan nisa duduk di ruang keluarga sambil berbincang-bincang, sedangkan haidar langsung masuk ke ruang makan, perutnya terasa lapar sehabis menyetir tadi. Haidar bergabung dengan abi ( Kyai Abdurrahman ) Dan zidan yang sedang makan.

" Makan dar." Tawar abi.

" Iya bi, mumpung haidar laper." Jawab haidar sambil mengambil makanan.

" Bukan laper tapi emang doyan makan." Ucap zidan mengejek haidar.

" Apa sih dan, sirik aja."

" Sudah-sudah jangan ribut. Makan yang tenang." Lerai abi. Mereka berdua langsung diam dan makan dengan tenang.

Memang. jika zidan dan haidar bertemu, maka akan terjadi perang dunia ke 3. Jika di kalangan luar mereka terkenal dingin tapi jika di mata keluarga, mereka seperti bocah tk yang berebut permen. Selalu saja rusuh.

Setelah selesai makan mereka bertiga bergabung dengan umi dan nisa di ruang keluarga. Di sana mereka bercerita sambil tertawa, entah apa saja yang mereka ceritakan. Hingga tiba-tiba abi bicara dengan serius.

" Kamu umur berapa dar?" Tanya abi pada haidar.

" 26 bi." Jawab haidar, abi mengangguk paham.

" Zidan juga 26 kan?" Tanya abi dan zidan mengangguk.

" Kalian itu udah pada siap buat nikah, jadi nunggu apa lagi?"

" Belum ketemu jodohnya bi." zidan menjawab dengan malas, abi selalu saja membicarakan ini padahal zidan belum ada niatan untuk menikah.

Abi menghela nafasnya pelan, ia tau bahwa kedua lelaki ini belum ada niatan untuk menikah. Abi jadi hawatir jikalau nanti anak-anaknya tidak laku. Padahal anak-anaknya sangat tampan dan banyak gadis di luar sana yang mengejar mereka.

" Cepet cari istri. Atau kalian mau abi jodohin?"

" Nggak." Haidar dan zidan menjawab dengan kompak.

" Makanya cepet cari." Lanjut abi.

Zidan dan haidar diam, mereka tak tau lagi harus bicara apa.

" Udalah la bi, nanti bang aziz sama bang zidan bakal nikah juga kok." Ucap nisa menyelamatkan kakak-kakaknya.

" Tapi kapan nisa? Kamu aja yang masih muda udah nikah, la dua orang ini kok gak nikah-nikah."

" Nisa itu perempuan bi, Jadi wajar kalau nikah muda. Apalagi bang aziz sama bang zidan laki-laki, jadi mereka harus pinter-pinter milih istri." Nisa mencoba membujuk abi

Abi hanya mengangguk faham, ia tidak bisa membantah nisa terus-terusan. Abi selalu menurut pada anak perempuannya apalagi umi.

Zidan dan haidar menghela nafas lega. Mereka tertolong karena nisa.

" Kamu sendiri kapan punya momongan nis? Umi udah nggak sabar pengen liat anak kamu."

" Tunggu ya mi, masih proses." Ucap nisa cengengesan.

" Kamu nikah udah setahun lebih lo, masa iya belum ada tanda-tanda?"

" Belum mi, kan dulu nisa pakai KB jadi nggak bakal hamil." Umi mengangguk faham.

" Hmm. Umi jadi pengen punya cucu deh."

" Emang hizam bukan cucu umi?" Tanya zidan.

" Iya hizam itu cucu umi, tapi dia kan jauh dan. Umi itu pengennya rumah ini rame sama suaranya anak kecil."

Zidan diam. Sekarang uminya sudah ikut--ikut abinya, menyuruhnya agar cepat menikah bahkan punya anak.


***

H

ari sudah semakin sore, haidar dan nisa pamit pulang karna dari tadi uma nya sudah menelvon terus.

Saat malam tiba, umi tidak sengaja melihat zidan yang seperti mau keluar.

" Kamu mau kemana dan?" Tanya umi yang melihat zidan sudah rapi.

" Zidan mau keliling pondok mi." Jawab zidan.

" Kok sekarang tiap hari? Dulu aja sampai harus di paksa dulu." Umi heran dengan sikap zidan.

" I...itu kan dulu mi." Jawab zidan agak gugup.

Zidan tidak bisa bicara yang sejujurnya, ia takut zahra terkena masalah kalau uminya tau. Umi mendekat ke arah zidan. Ia bisa mencium bau zidan yang sepertinya memakai minyak wangi.

" Zidan. Kamu mau keliling pondok apa ceramah? Kok pakai minyak wangi?"

Zidan semakin panik dengan pertanyaan umi nya. " A...anu mi...itu... zidan cuman pengen pakek aja." Umi bingung dengan sikap zidan yang gelagapan. seperti ada sesuatu yang di sembunyikan.

" aneh." Batin umi

" Yaudah mi, zidan berangkat." Lalu zidan menyalimi tangan umi

" Assalamualaikum." Salam zidan tatkala sudah keluar rumah

" Waalaikumsalam." Jawab umi

" Ada yang nggak beres." Batin umi







Jangan lupa vote & komen

GUS ZIDANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang