NAFISA memberi usapan terakhir pada Scoopy-nya dengan kain lap berbahan lembut, sebelum membuka jok untuk memastikan keberadaan jas hujan serta helm cadangan. Hari ini, setelah kuliah, bersama beberapa teman dia berencana mengunjungi salah satu tempat nongkrong yang lagi nge-hits di kota Malang. Nafisakebagian memboncengkan Mimi yang tidak punya motor. Jadi sekalian saja dia menyediakan helm buat Mimi daripada nanti kelupaan. Ini penting untuk menghindari terjadinya drama menyebalkan karena saling mengharapkan dan berujung saling menyalahkan.
Sebuah mobil berhenti di depan pagar saat Nafisa mengeluarkan Si Scoopy. Otomatis gadis itu menghentikan aktivitasnya untuk mengamati sosok pria yang turun dari ruang kemudi dan berjalan tenang menghampirinya.
"Assalamualaikum. Apa benar ini rumah Pak Tantowi Jauhari?" tanya si pengemudi mobil.
Alih-alih menjawab, Nafisa menatap tamu itu beberapa detik lebih lama. Tinggi banget. Lalu diamengangguk. "Mau cari Ayah?"
Pria itu mengangguk sambil membalas tatapan Nafisa dengan sama tajamnya. Penampilannya yang rapi mengingatkannya pada mas-mas atau om-om pekerja kantoran. Warna gelap memang terbukti membuat laki-laki bisa terlihat seganteng ini.
"Ayah ada?" tanya sang tamu.
"Nama Om siapa?" Nafisa balas bertanya, untuk memastikan harus menjawab apa.
"Om?" tanya pria itu heran. "Oh, saya?" tanyanya lagi sambil tertawa geli.
Emang siapa lagi, Dingdong? "Iya."
"Saya Haikal, putra keluarga Bahtiar Affandi."
Apakah nama keluarga Bahtiar Affandi itu penting?
"Ayah kamu tahu kok sama keluarga kami." Pria bernama Haikal itu seolah memahami arti kerutan di dahi Nafisa.
Oh. "Tunggu bentar ya, Om," kata Nafisa sambil meninggalkan motornya dan memasuki rumah melalui garasi.
Lalu, seperti teringat sesuatu, gadis itu kembali menoleh dan menatap pria tersebut dengan tajam. Jangan-jangan dia maling motor yang menyaru jadi tamu Ayah? Tapi kalau dipikir lagi, masa maling motor bawa mobil semencolok itu? Range Rover terlalu berlebihan untuk mencuri Scoopy keluaran empat tahun lalu! Merasa konyol, Nafisa pun meneruskan langkah memasuki rumah.
"Mbak Mia!" teriaknya memanggil asisten ibunya yang mungkin ada di belakang. "Ada orang yang namanya ... ehm ... pokoknya nyariin Ayah!"
Merasa tugasnya selesai, tanpa menunggu jawaban dari Mbak Mia atau siapa saja yang mendengar teriakannya, Nafisa bergegas keluar lagi. "Silakan ditunggu, Om," katanya sambil menghampiri motornya.
Tanpa basa-basi gadis itu meraih helm dan memakainya. Dan tanpa memedulikan tatapan penasaran si tamu, gadis itu menyalakan motor dan berlalu tanpa menoleh lagi.
Haikal mengawasi hingga gadis itu menghilang dari pandangan. Senyum sinis terukir dari sudut bibirnya. Dia tak yakin kalau gadis tadi sudah menginformasikan dengan benar kepada entah siapa yang berada di dalam rumah, tentang kedatangannya. Jadi dia pun memilih berjalan mendekat ke pintu dan memencet bel. Tubuhnya yang tinggi nyaris menyentuh kusen. Tak lama kemudian, Pak Tantowi Jauhari sendiri yang membuka pintu dan menyambutnya.
"Ini Haikal putra Pak Bahtiar?" tanya ayah Nafisa dengan wajah berseri.
Haikal mengangguk. "Berarti yang tadi barusan keluar itu—"
"Iya, Nafisa namanya."
Heh? Cewek songong itu? Dia yang akan jadi calon ....
Tiba-tiba Haikal meragukan kecerahan masa depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Takes Three to Marry
RomansSometime, love isn't found. It's Built. Menikah itu nggak pernah ada dalam rencana Nafisa. Rencana jangka pendek terutama. Dia cuma pengen cepet lulus kuliah, jadi sarjana, melamar kerja di tempat yang jauh sekalian. Jakarta kalau bisa. Surabaya bol...