“Dia dalam pengaruh setan wanita itu.” Mata Ki Darya memelototi Wira.
Wira masih tak sadarkan diri. Dengan dibantu Ki Darya, tubuhnya dibaringkan ke sofa. Asih dengan cemas memeriksa suhu Wira dengan menempelkan tangannya pada dahi anaknya. Tubuh Wira dingin dan berkeringat hingga membuat cemas ibunya.
“Kau masih tak percaya dengan ucapan Ki Darya? Anakmu akan menjadi korban berikutnya.” Endang ikut mengompori.
“Benar. Amanda adalah salah satu korbannya. Beruntung, Ki Darya menyelamatkannya,” ucap Rosi sambil mengapit Amanda keluar dari kamarnya. Wajah gadis itu masih pucat, tetapi luka-luka melepuh di tangannya telah mengering.
Asih terkejut dan melirik Ki Darya. Apakah memang dia sesakti itu, pikirnya.
“Tante … jangan sampai Tante terlambat menyadari sehingga mempertaruhkan nyawa Wira.”
Asih kebingungan. Rosi, Endang, serta Amanda merongrongnya sana-sini, membaurkan berbagai kata-kata menakutkan yang membuat Asih memikirkan sesuatu yang mengerikan.
“Lalu, apa yang harus kulakukan, Jeng Rosi?” Asih teperdaya. Dia melirik Wira yang masih tak juga sadar.
Rosi tersenyum lalu mengelus punggung Asih. “Kau tenang saja, Jeng Asih. Ada Ki Darya yang siap membantumu.”
Asih memandang dukun dengan sisi wajah penuh luka bakar itu. Dia menunduk, ada keraguan yang masih mengelindan di hati. Namun, rasa takut kehilangan Wira pun tak kalah mendominasi.
“Aku … baiklah.” Asih mengangguk perlahan, ragu-ragu. Namun, segera dia menghilangkan keraguannya itu ketika melihat Wira kembali.
Rosi dan Endang saling melirik. Keduanya merasa bahagia kala target telah masuk ke lubang jebakan. Dia tak peduli dengan kondisi Wira, yang dia pedulikan hanyalah bagaimana menguasai harta Bratajaya. Bahkan jika Amanda harus menikah dengan mayat Wira pun dia akan melakukannya. Sekufu dengan Rosi, Endang pun tak peduli nasib pria itu, yang dipedulikannya hanyalah melihat pria itu mati dan menemani arwah Ratri di alam baka sana. Ya, Ki Darya menjanjikan hal itu.
Mendengar persetujuan Asih, Ki Darya tersenyum sinis. Tanpa izin kepadanya, dia mulai mendekati Wira. Tongkatnya berketuk-ketuk ketika beradu dengan lantai, satu-satunya suara yang memecah hening di dalam rumah besar itu. Ketika dia telah berdiri di sisi Wira, Ki Darya mengulurkan tangan berniat memegang dahinya. Akan tetapi, sesenti lagi telapak tangan itu menyentuh dahi, Wira membuka mata lalu menampik tangan sang dukun.
Wira tersnegal-sengal. Kepalanya kembali pusing, tetapi pandangannya mulai kembali jernih. Dia memelototi Ki Darya yang memandangnya dengan dingin.
“Wira!” Asih akan beranjak menyentuh anaknya, tetapi Ki Darya menghentikannya.
“Jangan mendekatinya!”
“Apa?”
“Dia.” Ki Darya menunjuk Wira. “Dalam tubuhnya, pengaruh wanita setan itu amat kuat. Jika kau mendekat, kau dan anakmu akan mati.”
“Omong kosong!” bentak Wira, “Apa maksudmu?”
“Kau penuh pengaruh setan. Kau harus disembuhkan!” Endang menambahi dengan wajah penuh keangkuhan.
Meski Wira masih dilanda pusing, dia mencoba bangkit berdiri. “Pergi! Pergi dari sini!” perintahnya, penuh amarah.
Asih membelalak saat melihat Wira memelototi semua orang yang berada di skeitarnya. Dibandingkan memihak mereka, Asih memilih anaknya, maka segera di menerobos tangan Ki Darya yang emncoba menghalanginya.
“Wira adalah penguasa rumah ini, dia berhak mengusir siapa pun yang tak dikehendakinya.”
“Jeng Asih, apa kaulupa dengan apa yang kukatakan sebelumnya? Wanita setan itu ….”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Kemoja
HorrorKemoja menghilang mendekati hari pernikahannya. Warga desa hanya menemukan selendangnya yang tersangkut pada batu di sisi tebing lautan. Orang-orang berpikir Kemoja bunuh diri. Bahkan kabar tentangnya menjadi kian buruk, mengganti citra Kemoja yang...