Kabar baik.
Hari ini Genang nggak perlu nunggu Bus sekolah untuk berangkat ke sekolah, ataupun pulang ke rumahnya. Karena mamanya baru aja beliin dia sepeda baru.
Kemarin sore, disaat Genang lagi capek-capeknya karena jalan dari sekolah ke rumah, dia nggak sengaja ngeliat kain besar berwarna abu-abu didekat garasi rumahnya.
Genang pikir itu motor abangnya yang baru pulang kerja. Karena memang anak pertama keluarga Genang selalu pulang jam-jam segitu.
Tapi ketika Genang selesai mandi, Mamanya tiba-tiba saja memanggilnya untuk turun ke bawah dan memberitahu bahwa sepeda Gunung ( Genang baru tau kalau itu sepeda ketika kain tersebut dibuka ) yang tertutup kain abu-abu tersebut adalah miliknya.
Kabar buruknya, hari ini Genang piket.
Tapi nggak apa, sih. Kan dia udah nggak perlu nunggu Bus sekolah lagi.
"Nanti jangan lupa tutup pintunya ya, Nang."
Seruan itu terdengar dari teman piketnya yang sekarang sudah berjalan ke arah gerbang sekolah untuk pulang.
Genang memangguk meskipun tahu kalau gadis tadi tidak mungkin melihatnya.
Setelah mengunci kelas, dia mulai berjalan ke arah parkiran.
Pemandangan pertama yang Genang lihat ketika sampai di area parkir adalah sosok Jordan yang sedang duduk dimotornya, tepatnya disamping sepeda Genang. Hal itu membuat Genang menghela napasnya sebelum melangkah mendekat.
"Sakit lo?" tegur Genang saat melihat Jordan memakai masker dan juga topi.
Jordan menurunkan maskernya, memperlihatkan hidung mancung miliknya yang terlihat sedikit memerah, kemudian nyengir lebar. "Iya nih, soalnya nggak disuruh makan sama ayang,"
Saat Genang tidak memberikan komentar apapun, Jordan kembali bersuara. "Cie, sepeda baru."
Genang melirik Jordan singkat sebelum kembali membuka kunci sepedanya.
"Salam perkenalan dulu, dong."
"Bilang aja lo mau minjem buat tour komplek." Genang melirik Jordan sinis.
"Kok tau?" balas Jordan sedikit terkekeh.
"Lagi sakit mending nggak usah gaya-gayaan deh," tolak Genang. "Kalo lo pingsan waktu naik sepeda gue gimana?"
"Nanti yang disalahin yang punya sepeda."
Sekali lagi, Jordan dibuat terkekeh lebar. "Kok gitu sih,"
"Kan yang naik gue, kenapa yang disalahin lo?"
Jordan terdiam sejenak sebelum tersentak. "Ah, gue tau."
"Itu alibi gak sih? padahal sebenernya mah lo khawatir sama gue, takut gue kenapa-napa."
"Iya kan?"
Ketika Jordan menaik turunkan kedua alisnya, Genang memutar bola matanya dan berekspresi datar.
"Gue khawatir sama sepedanya, bukan lo-nya."
Cukup satu kalimat, tapi berhasil membuat Jordan yang semula tersenyum usil kini membungkam mulutnya dan diam.
Genang diam-diam tersenyum menang. "10 menit."
"Apa?"
"Gue males ngulangnya," Genang mendecak.
Jordan yang semula mengerjap-ngerjap kini mulai tersenyum lebar. Dia meraih stang sepeda Genang dan segera menaiki sepeda tersebuat.
Genang yang semula ingin mundur beberapa langkah ketika ban sepeda bagian belakang mengenai celananya kini kembali mendekat ketika Jordan memanggilnya.
"Apa?" tanya Genang malas. "Berubah pikiran?"
Jordan menggeleng-geleng seraya menunjuk bagian belakang sepeda. "Ayo, mau naik nggak? Abang anterin sampe pelaminan."
Jelas-jelas sepeda Genang nggak ada jalu ataupun jok dibelakangnya.
Mau naik dimana?!
"Ha ha ha, lucu." Genang terkekeh hambar kemudian menendang ban sepedanya sendiri sampai membuat Jordan hampir oleng.
"Rusak salah lo, ya." tunding Jordan. "Gue belum make sama sekali loh ini,"
"Ya mangkanya cepetan dipake, gue mau pulang!"
Jordan terkekeh puas sebelum melepaskan topinya. Kemudian menarik dagu Genang agar kepala yang lebih muda semakin dekat sebelum akhirnya memakaikan topi tersebut.
"Ap-"
Genang sedikit tersentak ketika Jordan memukul bagian depan topi tersebut sampai menghalangi pemandangannya.
Ketika Genang mengangkat topinya, dia bisa melihat sosok Jordan yang sedang mengendarai sepeda dengan gaya pembalap, sementara kedua tangannya berada diatas.
Kalau pemuda itu terjatuh, ingatkan Genang untuk tertawa paling kencang nanti.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spectrum of love
Teen Fiction[BL STORY] Ben Jordan & Genang Arfito. WARNING: Mengandung kata-kata kasar.