Bag. 19

8 2 0
                                    

"Ada apa Anda memanggil saya kemari?" tanya Jeara begitu ia tiba di ruang guru yang sedang lengang karena sebagian gurunya pergi ke kantin guru.

"Bukannya caramu berbicara terdengar tidak sopan untuk berkata pada gurumu ini, Jeara?" ujarnya dengan tatapan mata yang kembali mengingatkan Jeara pada sosok perempuan yang sempat ia lihat fotonya itu di akun instagram dari laki-laki yang ada di hadapannya saat ini.

"Saya hanya sopan pada orang-orang yang menurut saya berhak mendapatkannya." kata Jeara dengan muka datarnya.

Javin memperhatikannya dengan lebih dalam. Ia benar-benar seperti melihat kakaknya dari dalam diri Jeara. Keberanian anak itu juga mirip seperti kakaknya.

"Jika tidak ada lagi yang ingin Anda sampaikan, saya akan pergi sekarang." Jeara hendak pergi, namun perkataan Javin membuat langkahnya terhenti dengan melihat ke kiri dan kanan yang sudah tak ada siapapun lagi kecuali hanya mereka berdua.

"Ayahmu masih hidup. Tidakkah kau rindu dengannya?" tanyanya lagi ketika Jeara berbalik menoleh ke arahnya.

__________

"Woah, Suga, rangkaian bunga buatan kamu keren banget." seru Venus saat dikelasnya sedang membuat hiasan dinding untuk ruangan kelas yang terbuat dari bunga plastik.

Suga hanya tersenyum malu dipuji seperti itu. Kalau saja hal itu terlihat oleh teman sekelasnya waktu ia sekolah di sekolahnya dulu, mungkin tanggapannya akan berbeda. "Terima kasih," ujarnya kemudian.

"Omong-omong, Jeara kok lama banget ya pergi ke ruang gurunya. Padahal kan guru tampan itu baru hari ini kali pertamanya ngajar di kelas kita. Kok, sudah manggil satu murid gitu aja. Udah gitu yang dipanggil yang paling cantik sesekolahan lagi." kata Venus sambil menggerakan tangannya agar Suga dapat mengerti apa yang sedang ia katakan.

"Jangan-jangan pak Javin suka sama Jeara." komentar Raka sambil memakan sosis yang baru dibelinya bersama Yusuf.

"Iya, bener. Apa lagi coba alasannya kalau bukan karena suka. Ditambah Jeara kan anaknya memang semenarik itu." kata Yusuf yang langsung mendapatkan tatapan menyipit oleh Raka dan Venus.

"Jangan-jangan kamu suka ya sama Jeara selama ini?" tanya Venus curiga.

"Siapa sih yang nggak suka sama Jeara di sekolah ini? Kamu kan tahu sendiri Jeara itu banyak yang suka. Dia itu sudah ibarat idol di sekolah kita." sahut Yusuf berargumen.

"Ceh, bilang aja kali kalau kamu suka. Tapi..." Venus melirik pada Suga yang diam saja tak tahu harus apa. "Bisa nggak nyaingin dia?" tantang Venus.

"Kalau saingannya model begini, sih. Aku juga mesti mikir-mikir dulu kali. Beda level soalnya." sahut Yusuf dengan menyengir pada Suga. Suga hanya menaikan satu alisnya sebelah karena tidak mengerti apa yang sedang teman-temannya itu bicarakan. Sesekali mereka menepuk pundak Suga sambil diiringi dengan tertawa. Sesekali pula, Venus menggerakan tangannya memberi tahu Suga kalau ia sedang diledek oleh Raka. Namun, Suga hanya tersenyum karena ia tahu mereka semua hanya bercanda dengannya.

Tak lama kemudian, bertepatan dengan bel yang berbunyi, Jeara datang dengan raut mukanya yang dibuat seperti terpaksa senyum. Venus, Raka, dan Yusuf menyambutnya seperti biasa. Mereka seperti tidak menyadari dengan raut muka Jeara yang sedang ia sembunyikan. Lain halnya dengan Suga, ia dapat melihat dengan jelas Jeara sedang tidak baik-baik saja saat ini. Ia jadi penasaran dengan apa yang sudah terjadi pada Jeara selama ia pergi ke ruang guru.

Ketika jam pergantian pelajaran, Suga bertanya pada Jeara.

"Ada apa? Kamu tampak berbeda setelah pergi dari ruang guru. Apa yang terjadi?" tanyanya.

"Aku tidak apa-apa. Jangan khawatir, semuanya baik-baik saja." sahut Jeara dengan tersenyum, yang kentara sekali kalau dia benar tidak baik-baik saja.

Namun, tak ada yang bisa dilakukan Suga setelahnya karena guru berikutnya yang terkenal killer sudah masuk dan berdiri di depan kelas.

______________

Suga khawatir melihat Jeara yang terkesan seperti tertawa yang dipaksakan. Sekilas memang tak ada yang beda darinya dari sebelumnya. Jeara juga menyadari akan tatapan Suga yang sedari tadi terus memperhatikannya.

"Jika kamu terus-terusan melihatku seperti itu. Aku jadi khawatir denganmu yang tiba-tiba segitunya memperhatikanku." tegur Jeara pada Suga ketika mereka lagi duduk di kantin berdua di bagian pojok.

"Memangnya salah jika aku memperhatikanmu?"

"Tentu saja. Salah karena kamu tiba-tiba melakukannya sejelas ini."

"Aku khawatir padamu, Jeara. Sesaat sebelum ke ruang guru. Aku memang sempat lihat wajah kesalmu. Apalagi ketika dikoridor saat kita berpapasan dengan guru sales itu. Kamu terlihat kesal begitu melihatnya. Kemudian kekesalanmu bertambah saat tahu guru sales kita jadi guru pengganti yang ngajar di kelas. Lalu mukamu semakin berubah meski sudah berusaha kamu sembunyikan ketika selesai mendatanginya dari ruang guru.

"Aku tahu kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Aku juga tahu kamu sedari tadi hanya berpura-pura senyum dan tertawa saat bersama dengan Venus, Raka, dan Yusuf. Aku tidak bermaksud mencampuri urusanmu. Tapi, kamu itu orang terbaik bagiku. Aku tidak mau kamu merasa sendirian, Jeara." kata Suga panjang lebar. Jeara yang memperhatikannya sedari tadi dibuat speachless lantaran Suga bisa menyadari semua itu dengan jelas. Padahal, teman-teman yang sudah cukup lama bersamanya saja tidak menyadari akan perbedaan ekspresinya itu.

"Kamu berhasil membuatku habis kata, Suga. Aku jadi bingung harus mengatakan apa."

"Tidakkah seharusnya kamu katakan saja apa yang sedang mengganggu pikiranmu saat ini?"

"Kamu seingin tahu itu, Suga?"

"Ya, karena aku temanmu. Dan aku tidak senang melihat temain terbaikku berpura-pura untuk terlihat baik baik saja."

Jeara tak langsung menjawab. Ia lantas meminum jus apelnya sampai kembali menghembuskan napas beratnya. Suga sudah sedari tadi terus menatapnya menunggu Jeara untuk bercerita.

"Guru itu adalah adik dari ibuku." ujar Jeara akhirnya.

"Terus?"

"Kamu tidak kaget saat aku mengatakan dia adalah adik ibuku?"

"Karena aku pikir bukan itu poin utamanya. Lagipula tidak ada yang dikejutkan oleh orang yang memiliki saudara atau mengaku saudara."

"Ck, Suga. Masalahnya ia datang disaat aku sudah mengerti semuanya. Aku sudah tahu kenapa aku dibuang selama ini. Aku juga tahu sebab ia meninggalkanku. Dan, kemudian ia datang begitu saja dalam hidupku seolah tidak merasa bersalah sama sekali."

"Tapi, yang datang kan saudaranya. Bukan ibumu. Apa masalahnya?"

"Justru itu, Suga. Aku kesal dengan kenapa yang muncul tiba-tiba justru saudaranya. Selain itu, ia juga mengajakku untuk tinggal bersamanya. Bukankah itu terdengar menyebalkan? Ia bertindak seolah sedang mengasihaniku. Ia juga sempat menyamakanku dengan kelakuan ibuku dengan cara mengumpat. Aku kesal padanya, Suga. Amat sangat." kata Jeara berusaha menahan emosi dengan menggenggam tangannya.

Suga yang melihat hal itu pun lantas menangkupkan kedua tangannya pada dua tangan Jeara yang mengepal. Untung suasana kantin lagi sepi pada saat itu. Sehingga tidak ada yang memperhatikan mereka yang terlihat seperti sepasang kekasih yang saling menguatkan.
Jeara yang mendapati gerakan Suga yang tidak terduga itupun mendadak gagu. Ia tidak menyangka Suga akan melakukan hal itu. Meski pertemuannya dengan Suga tidak bisa dikatakan lama, namun Jeara merasa kalau Suga adalah orang yang justru paling dekat dengannya dibanding ketiga temannya itu.

Its OK to Not be Okay [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang