Bag. 11

8 2 0
                                    

Jeara tiba-tiba terhenti pada saat matanya melihat adanya perahu nelayan yang hendak menepi. Ia menyipitkan matanya untuk memperjelas penglihatannya.

"Jangan heran Suga, Jeara memang seperti itu. Ia hanya sedang teringat ayahnya saja." ujar Venus memberitahu.

Suga hanya mengangguk mengerti, dan sesaat kemudian ia kembali ingat dengan pernyataan Jeara beberapa hari yang lalu saat di hari pertama ia datang ke kota ini lagi. Sesaat kemudian Jeara kembali melanjutkan langkahnya dan tersenyum riang seperti sebelumnya. Suga yang lihat itu agak bingung, namun melihat adanya senyum dan tawa yang terlukis di wajah Jeara, ia pikir semua akan baik-baik saja.

"Aku punya tantangan buat kalian." ucap Raka tiba-tiba. Ucapannya diisyaratkan oleh Jeara.

"Ada hadiahnya tidak?" tanya Venus.

"Tentu saja. Kalian akan aku traktir makan di kantin selama dua kali istirahat hari ini. Bagaimana?" ujar Raka.

"Tunggu dulu, kenapa tiba-tiba kasih tantangan? Kamu dapat duitnya darimana coba?" tanya Yusuf sesaat hanya memperhatikan bagaimana Raka mengajak mereka.

"Betul itu. Kenapa mendadak kasih kami tantangan?" tanya Jeara juga masih dengan mengartikan obrolan teman-temannya dengan bahasa yang mudah dipahami Suga.

"Aku dapat kiriman uang dari Ayahku yang kerja di Dubai pagi tadi. Ia mengirimkanya lebih dari cukup. Jadi, kalian mau tahu tantangannya apa?" sahut Raka.

"Apa?" tanya Suga ikut bicara dengan caranya.

"Lari dari sini sampai gerbang sekolah sambil gendongan. Kalau kalian lebih cepat sampai daripada aku. Kalian akan mendapatkan traktirannya. Tapi kalau aku yang lebih dulu tiba, maka tak ada apa-apa, anggap saja kita olahraga. Bagaimana?"

"Instrupsi!" seru Venus, "Kita hanya berlima. Satu orang pasti akan lari tanpa menggendong."

"Itu aku. Kalian harus mengalahkanku. Itulah tantangannya. Bagaimana?"

Jeara, Suga, Yusuf, dan Venus berpandangan bergantian satu sama lain. Mereka seperti sedang rapat telepati saja. Dan sesaat kemudian mereka pun setuju untuk menyanggupinya.

3!

2!

"Go!!" Seru Raka dengan larinya yang ringan mendahului keempat temannya yang saling menggendong. Venus dengan Yusuf dan Jeara dengan Suga. Mereka beberapa kali terjatuh sampai membuat seragam mereka berpasir.

Sepuluh menit kemudian, mereka tiba di depan gerbang dengan napas putus-putus. Tentu saja yang menang adalah si pemberi tantangan.

Dengan langkah terseret mereka berjalan menuju kelas dan begitu tiba mereka langsung terduduk dengan muka yang memelas.

"Bagaimana olahraga kali ini? Lumayan kan?" tanya Raka dengan tersenyum bangga.

Plak!

Muka Raka dilempari buku tipis oleh Venus.

"Kamu sengaja mengerjai kita, kan!?"

"Biar sehat."

"Jeara! Hidungmu berdarah!" seru Yusuf tiba-tiba. Suga yang duduk di samping Jeara pun menoleh pada telunjuk tangan Yusuf yang mengarah ke sampingnya.

Suga kemudian memberikan tisu yang diambil dari meja yang ada di depan mereka. Yang punya lagi tidak ada.

"Suga, tolong bawa Jeara ke UKS saja." kata Venus dan Suga mengangguk menyetujuinya.

"Aku tidak apa-apa, Ka. Ini pasti cuma kelelahan sama kerjaan aku saja. Tidak ada hubungannya sama tantangan kamu barusan. Lagipula akunya kan yang tadi digendong sama Suga." kata Jeara pada Raka yang meminta maaf karena merasa bersalah.

Suga lalu membawa Jeara ke UKS dengan menuntunnya.

"Mau aku gendong lagi tidak biar cepat sampai?" tanya Suga dengan sebelah tangannya.

"Tidak usah, Suga. Tak apa. Aku baik-baik saja." sahut Jeara dengan bicara menuruti cara yang serupa.

"Ven!" panggil Yusuf pada Venus yang baru kembali dari pintu guna memerhatikan Jeara yang lagi dituntun Suga menuju UKS yang ada di pojok koridor.

"Hm?" sahutnya dengan duduk di depan meja Yusuf.

"Suga itu siapanya Jeara?"

"Maksudnya? Kok, kamu tiba-tiba ingin tahu gitu?"

"Bukan hanya dia, tapi aku juga. Mereka terlihat serasi dan begitu dekat." ujar Raka menimpali.

"Ceh, kalian ini. Aku juga sama penasarannya seperti kalian. Tapi, tidak hanya itu. Melainkan Suga yang memilih untuk bersekolah di sini. Padahalkan, dia anak orang kaya. Kenapa malah mau bersekolah di perkampungan nelayan coba?"

"Venus, Raka, Yusuf. Kembali ke tempat duduk kalian. Sebentar lagi Pak Jamal masuk. Bel kita sedang rusak lagi." tegur Divo si ketua kelas.

__________________

"Kamu yakin baik-baik saja?" tanya Suga memastikan karena Jeara hendak pergi ke kelasnya untuk ikut pelajaran.

"Iya, aku baik-baik saja. Ini pasti karena aku kecapekan saja. Ayo, ke kelas sekarang." ajak Jeara dengan berjalan lebih dulu. Suga pun menyusulnya.

"Jeara." sambut Venus saat Suga dan Jeara masuk melalui pintu belakang. Pak Jamal yang masih mengajar di depan tidak bertanya atau menegur, karena ia sudah tahu dan melihat sejak mereka berjalan menuju UKS tadi.

"Kamu yakin tidak apa-apa, Ra?" tanya Raka yang duduk di depannya.

Jeara mengangguk meyakinkan sambil mengacungkan jempolnya.

__________________

Pulang sekolah mereka tak berbarengan seperti halnya saat berangkat. Itu karena Raka, Yusuf, dan Venus punya urusan masing-masing yang mesti mereka selesaikan sampai malam tiba. Sama seperti halnya Jeara, ketiga anak itu juga melakukan kerja sambilan. Seperti Venus yang bekerja di toserba, Yusuf dan Raka yang bekerja sebagai penjaga kapal. Dan mereka selalu kembali ke rumah saat tengah malam.

Jeara sempat hampir melakukan pekerjaan yang seperti itu, tapi rupanya ia tak begitu kuat. Sampai suatu hari ia pingsan karena kelelahan. Tapi hal itu tak membuat Jeara membatasi dirinya. Ia tetap melakukan pekerjaan setiap pulang sekolahnya, ia sudah tak lagi bekerja saat luang. Tapi, karena kali ini dia pulang bersama Suga, pekerjaan yang memang bukan sebagai pekerjaan utama untuknya itu, tidak masalah jika ia terlambat atau tak melakukannya sama sekali. Karena yang menjadi sumber pendapatan utama Jeara adalah gambar yang dijualnya secara daring. Hasil yang ia dapatkan dari situ jauh lebih banyak dibanding menjual secara langsung dengan berpakaian badut.

Suga menepuk pundak Jeara saat mereka sedang melewati pasir pantai.

"Ya?" sahut Jeara.

"Terima kasih banyak." kata Suga.

"Atas dasar apa kamu berterima kasih padaku tiba-tiba?" tanya Jeara sedikit heran.

"Kamu sudah membuat saya tidak lagi takut dengan orang-orang. Kamu benar, di sekolahmu tidak ada sama sekali yang namanya perundungan. Mereka semua orang baik. Aku beruntung bisa kembali menemuimu dan kembali bisa bersekolah dengan nyaman lagi. Itu semua berkat dirimu, Jeara. Kau yang terbaik."

"Ah, kau berlebih Suga. Aku sama sekali tidak membantu apa-apa padamu. Aku hanya mengajak dan meyakinkanmu saja. Selebihnya adalah kemampuan yang diinginkan oleh tubuhmu sendiri. Aku justru merasa bersalah karena telah mengajakmu ke sekolah yang minim fasilitas ini."

"Aku pernah bilang kalau semua itu tidak apa-apa kan." kata Suga yang hanya diangguki oleh Jeara.

"Aku lapar. Bagaimana kalau kita jajan dulu sebentar?" ajak Jeara sesaat melihat jajanan bakar yang ada di sepanjang tepian pantai.

"Boleh." sahut Suga.

"Ayo."

"Jeara." panggil seseorang yang waktu itu sempat mengaku bahwa ia adalah adik dari ibunya.

Its OK to Not be Okay [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang