34

2.1K 224 84
                                    

Satu hal yang hanya bisa Gavesha katakan setelah mengalami peristiwa dimana seorang gadis yang ingin sekali Gavesha ajak berteman setelah gadis itu menempati rumah yang katanya seperti istana berlian itu untuk di tinggali nya bersama kakak laki-lakinya dan sang Ibu.

"Enggak ada yang mampu menyaingi ketulusan yang Gav rasakan dari kasih sayang Dadda, Mama dan Abang."

Pelukan yang terus Gavesha eratkan pada tubuh kekar sang Ayah, membuat gadis itu terus terdiam. Ya.. gadis itu terus terdiam memikirkan kesalahannya, kesalahan yang gadis itu lakukan sampai-sampai membuatnya di benci oleh orang lain saat dirinya dengan tangan terbuka menawarkan pertemanan. Air mata yang terus menetes, membuat Gavesha terisak lirih di sela dekapan yang di berikan sang ayah.

Benar, ini untuk pertama kalinya dalam dua puluh tahun umurnya hidup di perlakukan seperti ini oleh orang asing. Roma, Italia adalah saksi bahwa selama gadis itu hidup, gadis itu tidak pernah di sakiti oleh orang asing maupun gadis itu menyakiti orang asing.

Tidak, gadis itu tidak seperti itu. Namun disini?

Kenapa semua orang begitu kejam?

Apa salahnya?

Dirinya hanya ingin menjalin hubungan baik, dirinya hanya ingin menawarkan pertemanan. Tapi kenapa harus se-jahat ini sekedar menolak tawarannya, jika memang tidak ingin berteman, setidaknya berbicara, tidak menyakitinya.

Rasa sakit yang menjalar di pipinya, tidak sebanding dengan rasa sakit yang hatinya rasakan saat sang kakek memintanya untuk bungkam dan tidak membuka suara akan pelaku yang telah menyakitinya.




"P-pulang.."

Lirihan yang terus di gumamkan Gavesha dalam diamnya, membuat Jeno, Ava maupun Hiu yang berada di kamar tersebut terus menatap nanar gadis cantik itu.

Air matanya yang terus keluar, serta gumaman yang terus gadis itu lirihkan semakin membuat Ava histeris di dalam dekapan sang putra.


"Gav mau pulang, Da." Lirihnya lagi-lagi, kini gadis itu mendongak, sekedar menatap sang ayah yang kini menatap teduh wajahnya.

Jeno, pria itu membasahi bibirnya. Mata kelamnya kini memerah menatap keadaan sang putri. Tangan kekarnya terulur mengusap wajah sang putri lalu mengecup keningnya sedikit lebih lama.


"Dadda akan balas, orang yang sudah membuat kamu seperti ini, nak."

"Bahkan akan Dadda pastikan, rasa sakitnya sepuluh kali lipat dari rasa sakit yang sudah kamu rasakan." 

"Pasti."

Gumam Jeno, pria itu kembali mendekap putri cantiknya begitu erat.

Sangat erat.









BLAM!


Langkah kaki perlahan, mulai Yuta jangkahkan setelah pria itu menuruni mobil menuju Mansion kedua.

Hembusan nafas perlahan, juga mulai pria itu keluarkan pelan sembari menengadahkan kepalanya ke atas sesaat dengan langkah kaki terus berjalan menuju kamarnya setelah menjalankan tugasnya hari ini.

Sayup-sayup suara para anak buah dan pelayan yang tengah berbincang, sama sekali tidak di hiraukan nya.



"Tuan Yuta."

Panggil salah satu anak buah penghuni Mansion kedua, lantas saja pria itu menghentikan langkahnya sekedar menatap anak buah yang kini tengah berdiri di hadapannya.

"Hem, ada apa?" Tanya datar Yuta, pria itu terus melekatkan tatapannya pada anak buah yang kini terus terdiam sembari menggaruk belakang kepalanya tanpa ingin melanjutkan ucapannya.

Chocolate Milk [NC 21+] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang