14. Rencana Sang Pangeran

32 3 0
                                    

Renjun, Mark –Lin-lin, Jeno dan Jisung kini berkumpul di markas Chenle

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun, Mark –Lin-lin, Jeno dan Jisung kini berkumpul di markas Chenle. Para pemimpin pasukan juga ikut ada di ruangan yang sama, mendengarkan Renjun yang bercerita mengenai kejadian yang ia alami di istana.

Renjun sedikit merasa bersalah pada teman-temannya. Ia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa Jaemin yang merupakan rencana pertama mereka.

Mark menepuk punggung Renjun. Ia menghargai usaha yang dilakukan Renjun sendirian. Setidaknya teman-temannya kini tahu situasi di istana dan tahu bahwa Haechan baik-baik saja.

"Kita harus segera pergi," Renjun melanjutkan pembicaraannya. "Setelah menemukan mayat penyihir yang kubunuh, para penyihir pasti mencariku. Kalian tahu, para penyihir bisa mengetahui keberadaan kita. Kekuatan mereka bukan main-main,"

"Be..benarkah?" Pemimpin pasukan, Prajurit Shim, mengeluarkan suara beratnya. "Pangeran, kalau mereka sampai tahu kita ada disini..."

Chenle mengangguk di tengah kalimat Prajurit Shim. "Baiklah, lakukan sesuai rencana, kita akan segera meninggalkan markas," perintahnya tegas. "Lalu..." Chenle menggantung kalimatnya. Bola matanya ia arahkan ke atas seperti sedang berpikir. "soal Jaemin hyung, aku pikir kita jangan membebaskannya dulu. Biarkan dia di istana. Bagaimana menurut kalian?"

"Kenapa?" Tanya Jeno bingung.

"Josung Saja bilang, Jaemin hyung adalah seorang penggembala naga, dan kini dia sedang berlatih untuk menjinakkan naga-naga di istana, bayangkan saja kalau dia berhasil melakukan itu," Chenle mengemukakan pendapatnya.

"Para naga akan berpihak pada kita?"

"Tepat," Chenle menjentikkan jarinya mendengar pertanyaan Mark.

"Ide bagus, pangeran," puji Pengawal Ming.

"Tapi...." Dengan suara pelan, Jisung ikut berbicara. "kalau tidak berhasil bagaimana? Jaemin hyung bisa saja semakin terluka,"

"Jisung ah," Chenle menatap Jisung yang memainkan kukunya tanda kepanikan. "dia seorang turunan penggembala naga, aku yakin dia bisa. Kita hanya harus percaya padanya,"

------------+++++++----------------

Chenle dan seluruh pasukannya sudah meninggalkan markas. Tidak ada siapapun di rumah besar nan kokoh itu. Kini mereka diam-diam bergerak menuju istana. Para ninja yang sudah dikumpulkan Chenle ditugaskan untuk mengamati istana dari atas pohon, sedangkan Chenle dan pasukannya bergerak membawa kuda dan senjata-senjata mereka.

Pasukan yang dibawa Chenle cukup banyak, selain dari para prajurit istana yang berhasil kabur bersamanya, Chenle juga mengumpulkan beberapa masyarakat desa yang ahli berperang atau bahkan ingin mengorbankan diri membantu sang pangeran merebut kembali kejayaannya.

Pasukan yang dibawa Chenle cukup banyak, selain dari para prajurit istana yang berhasil kabur bersamanya, Chenle juga mengumpulkan beberapa masyarakat desa yang ahli berperang atau bahkan ingin mengorbankan diri membantu sang pangeran merebut kemb...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam ini mereka bertenda di area luas yang dikelilingi semak-semak kering. Semakin dekat dengan istana, semakin dekat pula waktu penyerangan akan dimulai.

Jisung duduk di depan api unggun besar yang membantunya menghangatkan diri. Ia melihat Mark masuk ke tenda dengan menggendong Lin-lin yang tertidur di lengannya. Chenle juga sudah berada di tenda raja bersama prajurit-prajuritnya. Sementara Renjun, ia selalu memilih berjaga dan bermalam di atas pohon bersama kawanan ninja lainnya.

"Hya," Jeno menyentuh pundak Jisung dari belakang. Ia kemudian ikut duduk diatas dahan pohon tua di depan api unggun. "sedang apa?"

"Hyung?" Jisung menatap Jeno yang memilih duduk tepat di sampingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hyung?" Jisung menatap Jeno yang memilih duduk tepat di sampingnya. "Bagaimana lenganmu?" Tanya Jisung pada Jeno yang seharian ini berlatih pedang dengan para prajurit. Goresan pedang tajam di lengannya menunjukkan betapa kerasnya leatihan Jeno hari ini.

Jeno menatap lengan atas kirinnya yang sedang diperban. "Mm..darahnya sudah berhenti,"

Jisung kemudian menghela nafas lega. "Hyung ini, aku bilang minum ramuanku saja, pasti langsung sembuh,"

Jeno yang gemas dengan Jisung kemudian mengacak-acak rambut Jisung. "Hya, sudah kubilang tidak perlu." Ucapnya sambil terkekeh. "Simpan untuk nanti,"

Jisung pun mengeluarkan reaksi yang tak biasa. Biasanya ia akan menggerutu saat ada yang mengacak-acak rambutnya, kini Jisung malah berlaku sebaliknya. Ia menunduk dan diam.

Jeno ikut menundukkan kepalanya, ia menoleh menatap Jisung yang sedang menyembunyikan ekspresinya. "Hya? Kau menangis?!"

Jisung tidak menjawab. Terlihat sekali bahwa ia sedang menangis. Pundaknya terus naik-turun, air matanya bahkan terlihat menetes turun dari matanya.
"Menangis lah," Jeno menepuk-nepuk leher belakang Jeno. Ia menyarankan Jisung meluapkan emosinya.

Jisung menggeleng keras. "Ka..kata pak penulis...hiks....tokoh 'Dokter...Ji'..ti..tidak sepertiku.."

"Tidak cengeng sepertimu?" Goda Jeno mencoba mencerahkan suasana.

"Ah...hyuung,"

"Hya, tidak apa-apa..." Jeno lagi-lagi menepuk-nepuk Jisung. "kau 'kan bukan benar-benar 'Dokter Ji',"

Mendengar hal itu Jisung mengangkat kepalanya. Ia mengusap segala air-air di wajahnya. Jisung baru saja tersentuh mendengar ucapan Jeno.

"Tapi saat bertemu naga nanti, jangan menangis seperti ini, ya,"

"Ah...hyuuung...."

-----------++++++++++---------------
Pagi-pagi sekali seluruh pasukan Chenle berkumpul. Jarak tempat persembunyian mereka yang sekarang semakin dekat dengan Istana. Mereka mempersiapkan diri untuk melakukan penyerangan.

Tiga prajurit utama milik Chenle, Prajurit Im, Prajurit Yoo dan Prajurit Shim, memimpin perang ini. Prajurit Im terlihat menginformasikan strategi pada seluruh anggotanya. Ketiga pasukan itu akan berada di depan bersama dengan Mark dan Jeno. Pangeran Chenle akan berada di tengah pasukan bersama dengan pasukan pedang dan pasukan panah. Sedangkan para ninja akan menyerang penjaga istana dengan melemparkan pisau dan boomerang dari arah atas.

"Lin..." Lin-lin memandang Jisung yang tiba-tiba menggenggam tangannya.

Jisung tersenyum manis. "Tenang saja, kami akan melindungimu," ucap Jisung yang membaca raut wajah cemas Lin-lin.

Jisung dan Lin-lin akan ada di belakang barisan. Renjun menyerahkan mantel ajaibnya kepada Jisung. Ia dan Lin-lin harus diam-diam menerobos masuk ke istana dan tetap berada di bagian dalam ruang raja, kemudian, semua pasukan akan diarahkan menuju ruang raja tersebut.

"Ingat, kalau bertemu penyihir, tebas kepalanya. Itu adalah cara membunuhnya," lajut Prajurit Im pada seluruh masyarakat awam. "Lalu hati-hati dengan para raksasa, mereka tidak memiliki kekuatan, namun mereka dapat menginjakmu. Cukup tusuk dadanya dan dia akan mati,"

"Dan untuk membunuh naga," Prajurit Yoo menambahkan. "Tusuk bagian atas kepalanya. Tusuk yang dalam hingga naga itu lemas dan mati,"

Arahan dari para prajurit kerajaan sedikit membuat masyarakat cemas. Mereka belum pernah bertemu makhluk-makhluk asing itu sebelumnya.

[END] The Story Untold: READY OR NOT [NCT DREAM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang