DUA PULUH SATU

2.7K 180 12
                                    

Happy Reading Bestie 😇

❤❤❤

Berita tentang foto tidak senonoh milik Ahsan dan perempuan lain yang diduga kuat ialah Dinara telah menyebar seantero pesantren bahkan para wali santri. Dan tak sedikit juga, wali santri yang memaksa untuk memulangkan anaknya dari pesantren atas kejadian itu.

Hal ini bermula saat ada seseorang yang menempelkan foto tersebut pada mading tiap asrama serta menyebarkan fotonya melalui grub whatsapp wali santri. Namun, sampai saat ini belum diketahui orang tersebut siapa.

Sejak tadi pagi, Rohman terus menerima telepon dari wali santri yang ingin meminta kejelasan langsung dari pihak pondok terkait kasus ini. Sedangkan Rohim, terus berusaha menghubungi Ahsan yang ponselnya entah diletakan di mana. Pasalnya, sudah sepuluh kali dia mencoba menelepon, tetapi tidak ada yang diangkat.

"Gimana nih? Si Ahsan nggak ngangkat teleponnya dari tadi. Udah sepuluh kali loh gue nelpon," ucapnya dengan gusar.

"Coba terus hubungin lagi."

"Oke, gue coba hubungin sekali lagi ya. Kalo nggak diangkat juga, dapet piring cantik deh gue."

❤❤❤

Sementara di sisi lain, sepasang suami istri itu sedang perang dingin. Bukan mereka berdua, akan tetapi lebih tepatnya Amanda yang mendiamkan Ahsan sejak pulang dari rumah sakit kemarin.

"Sayang, udah dong jangan diemin aku terus. Aku kan udah jelasin berkali-kali sama kamu kalo foto itu nggak bener. Itu editan."

"Kalau itu foto nggak bener, kenapa kamu buang fotonya? Untuk menghilangkan barang bukti. Apa Mas? Jawab!" serunya penuh penekanan dengan mata yang memerah dan berkaca-kaca.

"Bukan begitu maksudnya, aku cuma nggak mau kalo kamu melihat foto itu lagi kamu akan syok dan pingsan seperti kemarin lagi. Aku takut, Dek, aku takut. Aku sangat khawatir melihat kamu terbaring lemah di rumah sakit seperti kemarin. Aku merasa jadi suami yang nggak berguna."

"Hiks, kamu jahat, Mas. Kamu jahat sama aku. Hiks." Amanda mulai terisak.

Ahsan ingin memeluk Amanda, namun tangan pria itu ditepisnya. "Jangan sentuh aku, Mas. Jangan sentuh aku sampai kamu bisa membuktikan bahwa semua itu tidak benar. Aku mau bukti, Mas, bukan cuma omong kosong dari mulutmu yang manis itu." Amanda beranjak pergi meninggalkan suaminya yang mematung di tempatnya.

"Arghhhhhh! Awas aja lo Dinara." Rahang Ahsan mengeras, semua otot tubuhnya menonjol keluar. Tangannya terkepal dengan kuat.

Bukkk, dia meninju dinding yang ada di depannya. "Astaghfirullahal'adzim, ampuni hambamu ini ya Allah." Ahsan menarik napas panjang dan mengembuskannya. Dia mengusap dadanya agar sesaknya dapat melega.

Ahsan berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Kemudian, berjalan ke kamar tamu untuk mendirikan salat sunah. Dia sengaja tidak kembali ke kamarnya karena ingin Amanda menenangkan dirinya terlebih dahulu. Dia tahu ini sangat berat untuk wanita itu. Dan juga untuknya. Namun, Ahsan lebih memilih langsung curhat pada sang pencipta agar hatinya bisa lega.

Ahsan mengingat dengan jelas nasihat abahnya saat kesedihan datang kepadanya dahulu ketika ditolak masuk perguruan tinggi idamannya. Abah bercerita bahwa dahulu Nabi Ya'qub 'alaihissalam saat mengalami kesedihan karena kehilangan putranya, Yusuf, sehingga anak-anaknya yang lain mengiranya akan bertambah sakit dan sedih. Maka Nabi Ya'qub pun menjawab:

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُوْ بثّيْ وَ حُزْنِيْ إِلَى اللهِ

"Dia (Ya'qub) menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." (QS Yusuf: 86)

Dijodohin dengan GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang