DUA PULUH DUA

3.3K 219 31
                                    

Happy Reading 👑

🐢🐢🐢

"UMI!"

Ahsan berlari secepat kilat menghampiri uminya. "Bah, umi kenapa?" tanyanya bingung. Pasalnya, beberapa menit lalu uminya baru saja menelponnya.

"Ayo bantu abah bawa umi ke mobil. Kita ke rumah sakit sekarang."

"Nggih, Bah."

Di perjalanan menuju rumah sakit, tak ada satu pun yang membuka suara. Ahsan memilih menyetirkan mobilnya karena pasti perasaan abah sedang kalut. Ahsan mengintip dari kaca depan, terlihat raut wajah abah sangat khawatir dengan kondisi umi.

Tak lama kemudian, mobil mereka sampai di area rumah sakit. Ahsan langsung berlari ke dalam dan kembali dengan dua orang perawat yang membawa brankar.

Umi dibawa ke UGD, sedangkan dua pria itu menunggu di depannya tanpa kata. Hanya doa yang terus dilangitkan dari dalam hati masing-masing.

"Abah." Ahsan memberanikan diri bicara dengan abahnya.

Tak ada sahutan. Namun dia yakin, pasti abahnya mencoba mendengarkan.

"Maafin Ahsan. Maafin Ahsan udah bikin abah malu, udah bikin umi malu, udah bikin pesantren kita tercemar. Ahsan bener-bener minta maaf bah," ucapnya dengan bersimpuh di depan abahnya dan memegangi kedua tangannya.

"Tapi Ahsan bisa jamin, Bah, Ahsan bisa jamin kalau yang terjadi saat ini cuma fitnah. Ahsan difitnah, Bah. Foto itu editan, semuanya editan. Ahsan akui, editannya terlihat sangat mulus sampai-sampai terlihat asli. Ahsan janji, Ahsan akan menyelesaikan masalah ini, Bah. Abah jangan khawatir. Abah percaya kan sama Ahsan?" Ahsan menatap mata abahnya mencari dukungan emosional dari sana.

Tak lama kemudian, abah tersenyum tipis dan mengangguk. "Abah sangat yakin kamu tidak mungkin melakukan itu. Tapi tolong buktikan ke abah, selesaikan masalahmu agar abah bisa percaya lagi sama kamu."

Ahsan memeluk erat tubuh abahnya. Ia tak mungkin mengecewakan orang-orang yang disayanginya gara-gara masalah ini. Orang tuanya, istrinya, juga sahabat-sahabatnya.

❤❤❤

Pintu UGD terbuka, menampakan seorang wanita dengan stetoskop menggantung di lehernya.

"Bagaimana keadaan umi saya, Dok?" tanya Ahsan khawatir.

"Pasien hanya mengalami syok dan kelelahan, sehingga pingsan. Saran saya, pasien jangan banyak pikiran dulu karena akan memperburuk kondisinya."

"Lalu, apa saya sudah boleh melihat umi dok?"

"Pasien sudah bisa dijenguk. Namun jangan membuat kegaduhan karena pasien sedang tidur. Nanti saya akan beri resep obat, tapi silakan urus administrasi terlebih dahulu. Dan satu lagi, pasien boleh langsung pulang hari ini."

"Baik, Dok. Terima kasih banyak."

Ahsan menatap wajah sendu abinya. Kantung matanya membesar, pasti karena memikirkan banyak urusan pondok. "Ahsan urus administrasi dulu nggih, Bi. Abi duluan saja melihat kondisi umi."

Abi mengangguk dan menuruti anaknya. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu putih besar dengan tulisan UNIT GAWAT DARURAT di atasnya.

❤❤❤

Setelah selesai mengurus semua administrasi rumah sakit, Ahsan berjalan dengan langkah santai sambil melihat ponselnya yang lama tak dibukanya. Saat tengah asyik menscroll sosial medianya, tiba-tiba ada orang yang memeluknya erat dari belakang.

Ahsan menghempaskan tangan yang melilit di perutnya dengan cepat dan berbalik badan melihat siapa pelakunya.

"Suprise!" sorak orang itu dengan menenteng sebuah kotak bekal di tangan kirinya.

Dijodohin dengan GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang