"Bila, kamu mau dengar cerita tentang kamu dulu waktu kecil?" Tanya saudariku yang kedua bernama Fia.
Karena aku tertarik dengan pertanyaannya lantas aku hanya menjawab dengan anggukan kepala saja.
"Jadi sebelum kamu lahir kakak agak kecewa karena ibu hamil lagi. Soalnya kakak udah nggak mau punya adek lagi" mendengar penuturan kak Fia hatiku seperti tersayat pisau runcing sampai ingin menitikkan air mata namun sebisa mungkin aku tahan agar tak merembet keluar.
"Terus?" Tanya ku penasaran.
"Ya apa boleh buat nasi sudah jadi bubur, hampir aja kakak mu ini mau protes tapi bakalan sia-sia toh udah jadi duluan"
"Kakak nggak mau punya adek lagi karena capek ngurusinnya, kakak jadi nggak bisa kemana-mana. Mau ke acara ulangtahun nya teman kakak nggak bisa datang, mau kerja kelompok juga pasti datangnya terlambat, atau bahkan disuruh ibu buat bawa adek" penjelasan dari kak Fia membuatku sedih sepertinya kehadiran ku tak mengundang kebahagian.
Aku hanya bisa diam mendengarkan cerita dari kak Fia tentang ku semasa kecil atau sebelum aku lahir. Jujur aku mau menangis mengetahui faktanya sekarang disaat aku sudah rapuh seperti ini.
"Jadi kakak capek ya jagain ka Sela waktu kecil jadinya kakak nggak mau punya adek lagi?" Bodohnya aku bertanya seperti itu yang sudah jelas ku ketahui jawabannya.
"Pastilah mana anaknya aktif banget lagi, malahan ya setiap ada teman kakak berkunjung ke rumah, dia pasti ngejekin kakak, bilang sama teman-teman kakak kalo aku sering dimarahin sama ibu gara-gara nggak becus jaga adik" ya ampun ternyata kak Sela semasa kecilnya suka sekali merepotkan kak Fia. Pantas saja kak Fia trauma punya adek lagi.
"Tapi waktu aku lahir yang jagain aku siapa? Kak Sela atau kak Fia?" Tanyaku penasaran.
"Sela jagain kamu? Mustahil, yang ada tetap aku yang disuruh jagain kamu. Karena kata ibu, Sela masih kecil belum bisa jaga adek dan aku tentu aja protes karena saat Sela lahir pun umur ku seusia Sela. Malah bang Fatih nggak pernah tuh ikut andil dalam menjaga adek" ouh aku kira setelah aku lahir giliran kak Sela yang jagain aku tapi malah kak Fia lagi. Sepertinya aku hanya menjadi beban kedua bagi kak Fia.
"Em...maaf ya Kak, kalo Bila dulunya ngerepotin kakak"
"Loh loh, kenapa kamu yang minta maaf? Kamu kan waktu itu masih kecil jadi nggak tau apa-apa" ucapnya.
"Tapikan gara-gara kehadiran aku kak Fia jadi nggak bebas lagi, padahal waktu itu kak Sela udah 7 tahun. Tapi karena aku lahir jadinya kak Fia terkekang lagi" nadaku sudah hampir melirih mengatakan hal demikian karena aku merasa bersalah meskipun aku tau dulu aku tak tau apa-apa.
"Ck!, Udah nggak papa untung aja kamu sama Sela gedenya nggak ngerepotin" yang awalnya aku menunduk lemas jadi mendongakkan kepala kaget karena penuturan dari kak Fia.
Dia bilang aku nggak ngerepotin? Dia sadar nggak sih kalo selama ini aku selalu dikekang di keluarga ini?
Apa jangan-jangan dia sengaja ngomong gitu agar aku tak sakit hati, padahal dia sendiri pun sadar bahwa aku selalu di banding- bandingkan?"Ekh hehehe kata siapa aku nggak ngerepotin?" Aku hanya bisa terkekeh paksa untuk membantah penuturannya itu.
"Yak kata kakak lah, kamu ngerepotinnya waktu kecil aja, tapi gedenya mandiri kan?" Itu pertanyaan apa sindiran? Memang aku mandiri tapi dibalik kata mandiri itu ada banyak hal yang membuat ku tertekan.
Aku hanya mengangguk lemah sebagai jawaban atas pertanyaannya yang membuat air mataku hampir saja jatuh.
Dan di dalam pikiran ku bertanya-tanya, kak Fia katanya mau cerita tentang masa kecilku, tapi kok malah menceritakan tentang masalahnya saat menjaga ku dengan kak Sela?
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Bungsu
Short StoryHai, kenalin namaku Bila si anak bungsu dari empat bersaudara. Apakah kalian para anak bungsu memiliki kisah yang sama dengan apa yang ku alami? Anak terkahir yang terlahir tak direncanakan ini memiliki kisah hidup yang bisa dibilang sedikit rumit. ...