Done

574 97 6
                                    

"Rapat akan segera dimulai, tapi Tuan Ahn belum datang, haruskah kita mulai atau menunggu, Hoejangnim?"

Chenle melirik ayahnya yang duduk di kursi utama dan yang dilirik pun akhirnya menatapnya. Chenle mengulas seringai kecil sebagai balasan dari tatapan datar yang ayahnya berikan dan dia tahu dengan jelas bahwa ayahnya tahu maksud dari seringai tersebut.

Pria tua itu tampak berpikir sesaat sebelum berdeham kecil. "Mari kita tunggu sampai dia datang."

"Ada kejadian aneh saat pameran tadi."

Chenle yang baru saja melepas mantel yang dia kenakan memandang Jisung. Dia tidak mengatakan apa pun, tapi dari pandangannya Jisung tahu Chenle ingin dia melanjutkan pembicaraannya.

"Salah satu pengunjung di pameranku selalu tersesat. Yang aneh adalah, setiap kali dia tersesat, aku ada di sana."

Pandangan datar Chenle mendingin. Ekspresinya yang semula biasa saja menjadi kelam.

"Kalian berkenalan?"

Jisung menggeleng. "Dia tidak menyebutkan nama, hanya memberikanku sebungkus roti, rotinya dari toko yang sering kau kunjungi."

"Kau ingat bagaimana penampilannya?" Chenle bertanya lagi.

Jisung mengerutkan dahinya. "Tidak begitu, tapi untuk apa?"

Chenle mengendikkan sebelah bahunya. "Hanya ingin tahu."

Dan delapan hari setelah itu, Jisung sadar bahwa mungkin seharusnya dia tidak menjawab pertanyaan Chenle.

Mereka mengunjungi sebuah toko roti karena Chenle menginginkan beberapa roti untuk dibagikan. Namun, semuanya tidak pernah sesederhana itu jika menyangkut Chenle. Tidak pernah.

"Sayang, menurutmu yang mana yang lebih lezat?" Chenle bertanya dengan senyuman di wajahnya. Meski demikian, Jisung bisa merasakan dingin di tatapan suaminya. Jisung melirik pegawai yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka. Lelaki berwajah manis itu memiliki beberapa luka lecet di wajahnya dan sebelah matanya diperban.

"A-aku tidak tahu."

"Kalau begitu kita tanya. Permisi."

Jisung tidak bisa mengabaikan bagaimana rahang Chenle mengeras ketika menatap pegawai lelaki dengan perban tersebut.

Itu adalah pengunjung yang Jisung ceritakan kepada Chenle. Entah apa yang Chenle lakukan kepada lelaki itu, Jisung lebih baik tidak mengetahuinya.

"Oh?" Pegawai itu tampak terkejut melihat kehadiran Jisung. Jisung sadar, tapi dia berpura-pura tidak mendengar.

"Ada apa?" Chenle bertanya.

"A-ah... aku mengenali tuan ini."

"Tuan ini? Maksud Anda suami saya?"

Senyum Chenle melebar ketika senyum merona di wajah pegawai tersebut memudar dalam waktu singkat. "Anda mengenal suami saya?"

Lelaki tersebut sedikit menunduk dan mengangguk kecil. "I-itu... saya melihatnya di sebuah pameran."

"Ah! Anda penggemar lukisan suami saya? Senang mendengarnya."

Meski terdengar ramah, Jisung dapat mendengar amarah dalam suara Chenle. Tangan Jisung bergerak untuk menggenggam tangan Chenle yang terkepal dan mengusapnya lembut.

"Hoejangnim, sepertinya rapat harus diundur..."

Ayah Chenle menoleh kepada salah satu dewan yang duduk di meja rapat. "Ada apa, Tuan Hwang?"

"Istri Tuan Ahn menghubungi, Tuan Ahn mengalami kecelakaan saat menuju ke sini. Keadaannya kritis."

Seisi ruang rapat menjadi ricuh karena kekhawatiran mereka terhadap kolega mereka. Sementara itu, Chenle dan ayahnya hanya bertukar tatap dengan yang satu menunjukkan seringai kecilnya dan yang satu lagi mengangguk kecil.

Ini hanya hukuman kecil bagi pembangkang. Tidak perlu khawatir, pria tua itu akan sadar setelah beberapa hari tidur di ICU... jika dunia ini berbaik hati. Namun, yang Chenle tahu adalah dunia ini selalu berpihak padanya.









--
Nemuin lagu yang pas buat chapter ini wah...

Ini cerita udah selesai ditulis dari awal 2022, tapi lagu yang pas nya baru ketemu pas Wakanda Forever keluar :")

Flame [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang