In

626 108 4
                                    

Can't stand it, backhanded

They wanna see us fallin' appart

You know that I love you

So let me into your heart

"Jangan terlalu mengkhawatirkan Tuan Ahn, Buhoejangnim. Anda memegang lima dari tujuh dewan."

"Lima? Apa perwakilan Nyonya Noh memilih untuk memihak kita?"

Tuan Do mengangguk. "Nyonya Noh mengganti perwakilan Keluarga Noh. Perwakilannya yang lama sependapat dengan mendiang Tuan Noh, jadi beliau memutuskan untuk menggantinya karena tidak sejalan dengan beliau."

Chenle bersandar di kursinya dan melemparkan sebuah senyum tipis untuk Tuan Do. "Setelah semuanya selesai, hadiah yang setimpal menunggu Anda, Tuan Do. Anda sudah banyak membantu."

"Ah! Terima kasih, Buhoejangnim." Tuan Do beranjak dari sofa dan membungkuk kepada Chenle.

"Oh, suamiku akan mengadakan pameran minggu depan. Aku harap Tuan Do akan datang." Chenle meletakkan dua lembar tiket di atas meja. "Dan tiket opera ini untuk Anda dan pasanga Anda, Tuan Do."

"Terima kasih, Buhoejangnim." Pria tua itu terkekeh.

"Nikmati pertunjukannya. Kudengar itu bagus."

Chenle dan Jisung yang duduk di ranjang saling bertukar pandang sebelum Jisung memutusnya dengan menoleh ke arah lain. Ini malam pertama mereka. Rasanya sangat canggung untuk Jisung, dia tidak tah- dia tahu harus apa, tapi dia tidak bisa memulainya.

"Jisung-ah."

Ketika Jisung kembali menoleh ke arah Chenle, dia nyaris terjungkal ke belakang karena begitu terkejut mendapati Chenle sudah berada tepat di depan wajahnya.

"C-Chenle..."

"Kau seharusnya memulainya dengan menciumku."

Sekujur tubuh Jisung mematung ketika bibirnya menyatu dengan bibir Chenle. Jantungnya berdebar kala Chenle melumat bibirnya dengan lembut. Sapuan nafas Chenle yang membelai kulit wajahnya serta sentuhan-sentuhan tangan Chenle di tubuhnya membuat Jisung menginginkan lebih.

Pagutan yang sebelumnya didominasi oleh Chenle kini diambil alih oleh Jisung. Seringai Chenle terlukis dengan sendirinya ketika ciuman mereka terasa lebih menuntut. Tangannya mulai bergerak untuk menuntun tangan Jisung untuk menyentuh pusat tubuhnya yang tertutup oleh celana pendek.

"Mmh... haaah..." Chenle menjauhkan wajahnya untuk menarik nafas, tapi Jisung menarik kepala Chenle agar dia bisa kembali melumat bibir suaminya.

Tangan Jisung beralih untuk membuka bathrobe yang Chenle kenakan dengan kasar. Ciuman mereka kini Jisung yang lepas. Dia beralih mengecup leher jenjang Chenle dan menggigitnya, meninggalkan jejak merah di kulit seputih susu Chenle.

"Kau sepertinya berpengalaman hm?"

Jisung yang jantan kini kembali menjadi Jisung yang kikuk. Wajahnya merona dan matanya bergetar, tampak seperti anak yang tertangkap basah mencuri makanan di tengah malam.

"I-itu... watching porn and instinct."

"Instinct? Porn?"

Jisung mengendikkan bahunya. Dia hanya melakukan apa yang pernah dia lihat di film porno yang pernah dia tonton.

"Feels like it's more than that."

Jisung terkekeh. "Tahu dari mana? Kau juga baru pengalaman kali ini, sayang."

Jisung menoleh dan langsung meletakkan palet di tangannya ketika Chenle masuk dan menghampirinya. Kedua tangannya terbuka secara otomatis untuk merengkuh suaminya.

"Kau pulang cepat."

"Hm, ada yang harus diundur, jadi aku bisa pulang cepat."

Satu kecupan Jisung berikan di dahi Chenle. "Sepertinya suasana hatimu sedang bagus. Kau tidak masuk dengan aura mematikan atau membanting pintu."

"Haruskah aku kembali ke luar dan membanting pintunya?"

Jisung menggeleng. Dia melesakkan kepalanya ke perpotongan leher Chenle dan mengendus wangi yang menguar di sana. "Aku butuh mengisi energiku."

"Kau tidur berapa lama?"

"Semalam? Tidak sama sekali, tapi aku sudah tidur ketika kau berangkat. Jangan terlalu dipikirkan."

"Hm, kau yang tahu batasmu." Chenle menyamankan posisinya dalam pelukan Jisung dan mengusap punggung suaminya dengan lembut.

"Tuan Ahn, dia tidak macam-macam bukan?"

"Tidak sama sekali. Jika sesuatu terjadi kepadaku, semuanya akan langsung berpikir dia yang melakukannya dan dia akan dianggap 'penindas', seperti Mark Lee." Chenle terkekeh sinis. "Dia harus membayar atas penyebaran rumor."

Untuk kesekian kalinya dalam hidupnya, Jisung bisa merasakan sebuah rencana sudah tergambar dengan apik di benak Chenle. Mungkin "kecelakaan", atau serangan jantung seperti Tuan Noh, atau lainnya. Jisung tidak tahu, tapi yang jelas tekad Chenle sudah bulat dan tidak akan ada yang bisa menghentikannya.

Jisung mengecup leher Chenle untuk beberapa saat. "Hati-hati."

"Selalu."


Flame [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang