Fight

749 131 4
                                    

Don't pick a fight against me

Jisung melirik jam tangannya dan kembali bersandar di dinding. Matanya melirik tas belanja yang berada di tangannya dan memainkannya. Dia sedang menemani Chenle berbelanja hari ini atau lebih patut disebut dipaksa, tapi Jisung merasa tidak keberatan. Lebih baik menemani Chenle yang melampiaskan amarahnya dengan berbelanja ketimbang menghabiskan sesi panas di saat energinya tidak ada. Jisung sedang tidak memiliki keinginan untuk bermain kasar dengan Chenle, tapi Chenle tidak akan puas dan malah akan frustasi jika Jisung tidak bermain kasar ketika dia marah.

"Yak, Park Jisung."

Jisung menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Rahangnya mengeras melihat siapa yang menghampirinya.

"Mark Sunbae." Jisung menyahut setengah hati.

"Berbelanja? Hanya sendiri?"

Jisung menghela nafasnya. Dari cara Mark bertanya Jisung dapat menyimpulkan Mark tahu dia pergi bersama Chenle.

"Maaf, tapi Sunbae, bisakah kau berhenti mengganggu kami?"

"Hm? Aku?" Mark menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung yang dibuat-buat. "Apa yang kulakukan?"

"Rumor aneh tersebar sejak kami bertemu denganmu, tentu saja itu bukan kebetulan."

Mark mendekati Jisung dengan seringai dan dengusan kuat, pria itu tampak tidak percaya dan tersinggung dengan apa yang Jisung ucapkan kepadanya. "Apa kau bilang?"

"Sunbae ingin macam-macam dengan Chenle, tapi Sunbae, kau yakin ingin macam-macam dengan suamiku? Chenle tidak pernah kalah."

"Kalau begitu ini akan jadi kali pertamanya." Mark menyilangkan tangannya di depan dada. "Kalian berdua yang memulai perang dengan macam-macam kepada Paman Noh. Hahah, Paman Noh meninggal dua minggu sebelum rapat dewan direksi dilaksanakan? Kalian berharap aku percaya itu hanya kebetulan?" Mata pria itu memelototi Jisung.

Jisung mengeratkan genggamannya pada tas belanjanya. Namun, biarpun dia marah, Jisung tidak boleh menunjukkannya, itu sesuatu yang dia pelajari dari Chenle. Tampak marah di depan musuhmu hanya akan memberikan kepuasan dan kesenangan untuk musuhmu.

"Aku tidak mengerti apa yang Sunbae katakan." Jisung menatap Mark dengan dingin. "Sunbae, lebih baik mundur daripada menghadapi apa yang tidak bisa kau hadapi."

"Yang tidak bisa kuhadapi? Chenle? Hahahahaha! Yak, Park Jisung, suamimu itu sangat mudah untuk aku tangani." Jari telunjuk Mark menuding Jisung. "Akan kupastikan kalian membayar atas kematian Paman Noh. Oh, dan juga untuk... hal lain."

Jisung mendengus. "Sunbae, kau akan memasuki dunia yang tidak pernah kau rasakan sebelumnya."

"Kita lihat nanti apa aku benar tidak pernah merasakan dunia itu." Mark menajamkan tatapannya sebelum melangkah pergi.

Jisung menghela nafasnya, tadi itu menegangkan untuknya. Jisung tidak tahu bagaimana Chenle bisa melakukan itu hampir setiap hari; mengancam, mengintimidasi, diintimidasi, dan menahan emosi.

"Kau tampak kesal."

Jisung menoleh ke kiri dan mendapati Chenle yang sudah selesai dengan urusannya.

"Mark Sunbae di sini tadi."

"Kalian berbincang?"

Jisung menggelengkan kepalanya. "Lebih seperti kontes mengintimidasi."

"Oh." Chenle mengendikkan bahunya. "Itu bagus untuk dilakukan sesekali." Lelaki itu mengambil alih beberapa tas belanjaan yang Jisung genggam.

"Sayang," Jisung memanggil.

"Hm?"

"Dia perlu lebih dari intimidasi atau kau lengser dari takhta."

Chenle menatap Jisung, wajahnya datar, tapi tidak untuk waktu yang lama. Seringai menggantikan wajah datarnya. Sebuah kecupan Chenle berikan di pipi Jisung sebelum berbisik, "Itu sudah ada dalam daftar, sayang."

"Jangan sok jual mahal, Zhong Chenle."

Chenle tidak menanggapi, hanya melirik pria yang berbicara dengannya dan mengabaikan ucapannya.

Jisung yang baru datang menghampiri Chenle memandang pria itu dengan bingung. Pria ini adalah salah satu mahasiswa asal Korea, cukup terkenal karena memiliki banyak kenalan di mana-mana.

"Halo, Sungchan. Ada apa?" Jisung bertanya dengan sedikit curiga karena wajah Chenle menunjukkan bahwa dia tidak dalam suasana hati yang bagus.

"Chenle, dia sok jual mahal. Yak, kau tidak akan mendapat kekasih dengan sikapmu yang seperti es ini tahu, sudah beruntung aku ingin berkencan denganmu."

Sesuatu dalam diri Jisung terbakar. Pertama, pria ini menghina Chenle. Kedua, berani sekali menyatakan diri bahwa dia ingin berkencan dengan Chenle. Yang bisa mendampingi Chenle hanya Jisung dan Chenle menyatakan itu sendiri.

"Oh, begitukah?" Jisung melangkah maju, mendekatkan dirinya dengan Sungchan yang menatap Jisung dengan bingung.

"Dude, kau kenapa?"

"Tentu saja tidak ada yang berani mengencani Chenle, karena mereka tahu posisi Chenle lebih tinggi dari mereka. Mereka sadar diri bahwa mereka tidak pantas untuk Chenle dan kau..." Jisung menggerakkan telunjuknya untuk menyentuh dada Sungchan, menekannya dengan sedikit keras. "Seharusnya juga sadar diri seperti mereka." Dia berucap dengan tajam dan tegas.

"Sekarang, jika kau tidak memiliki kepentingan lain, silakan pergi." Jika ada yang bisa menggambarkan tatapan yang diberikan oleh Jisung kepada Sungchan saat ini, mungkin itu adalah dinding besi yang kokoh dengan kawat berduri menyelimutinya; dingin, tidak goyah, dan tajam.

Sungchan mengerutkan dahinya, siratan bingungnya kini bercampur dengan sedikit ketakutan. Pria itu melangkah pergi tanpa mengatakan apapun.

Kaki Jisung terasa seperti jeli seusai Sungchan tidak lagi berada dalam jarak pandang matanya. Tubuhnya merosot duduk di samping Chenle dan tangannya menyentuh dadanya yang bergerak cepat. "Wah... itu tadi menakutkan."

"Kau melakukannya dengan baik." Chenle menyikut Jisung dengan pelan.

"Yah... bagaimana bisa kau melakukan itu? Itu menakutkan, kau tidak tahu apa yang akan orang itu lakukan. Bagaimana jika dia memukulku?"

"Jika kau dipukul, balas dengan lebih keras. Fokuskan semua tenagamu ke kepalanmu. Orang itu akan pingsan." Chenle mengepalkan tangannya dan menunjukkannya kepada Jisung.

Jisung memandangi tangannya. "Tapi tanganku setipis lidi."

Chenle menoleh, kemudian mencubit pelan hidung Jisung. "Kalau begitu latihlah tanganmu agar sekeras batu."













Flame [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang