Alunan musik bernuansa tahun baru yang lembut memenuhi seluruh penjuru ruangan cafe itu, berusaha menghibur para pengunjung yang sedang menghabiskan malam tahun baru dengan pasangan ataupun dengan keluarga atau bahkan teman. Kecuali seorang gadis yang sedang duduk di kursi pojok dekat jendela, gadis bersurai cokelat panjang itu sedang memperhatikan salju yang tengah turun bebas di luar sana.
Gadis itu, Kim Minjeong. Ah, ia lebih suka dipanggil dengan nama Winter sebenarnya. Tahun baru kali ini memang harus ia lewati sendiri dengan segelas caramel latte dan sepotong red velvet cake kesukaannya, tak lupa dengan buku sketsa yang sedari tadi tergeletak di atas meja lengkap dengan pensil yang melekat di sela-sela jari mungilnya.
Orangtua Winter harus pergi keluar kota sehari setelah Hari Natal karena urusan bisnis yang tak bisa ditunda dan mereka baru akan kembali kira-kira seminggu lagi. Sementara kakak satu-satunya, Kim Doyoung, pergi bersama kekasih dan teman-temannya. Sebenarnya ia juga diajak untuk ikut tapi tentu saja Winter menolaknya. Ia bukan menolak tanpa alasan, terakhir kali Winter ikut bersama kakaknya, ia hanya bisa mendengarkan pembicaraan mereka yang tak bisa ia mengerti dan mengaduk-aduk minuman yang sudah tidak ingin diminum karena terlalu bosan. Winter sedikit kesal, padahal awal tahun nanti ia akan berulang tahun.
Winter memasukkan sepotong red velvet cake ke dalam mulutnya, lalu mulai menggoreskan pensil yang melekat di jarinya ke atas buku sketsa yang masih kosong. Hingga akhirnya goresan-goresan itu menghasilkan gambar seseorang. Seseorang yang hanya bisa Winter pandangi dari jauh, seseorang yang hanya bisa ia perhatikan tingkah lakunya dari balik jendela kelasnya, seseorang yang mampu membuat jantung seorang gadis galak seperti Kim Winter bekerja sepuluh kali lebih cepat setiap kali melihatnya.
Ya, orang itu adalah Na Jaemin, orang yang sudah Winter kagumi sejak lama. Tapi gadis itu tak pernah sekalipun berani untuk mengungkapkan perasaannya, karena banyak gadis lain yang juga mengagumi Jaemin. Tubuhnya tinggi dan lumayan berotot mungkin karena ia seorang atlet, kulitnya putih dan matanya tajam berwarna hitam legam. Tiba-tiba lamunan Winter buyar, tangannya langsung berhenti menggambar saat ia mendengar suara yang tak asing menembus indra pendengarannya. Suara itu.. suara Jaemin.
"Boleh aku duduk di sini?" Tanyanya sambil menunjuk kursi kosong di hadapan Winter dengan satu tangannya sedangkan tangan yang satunya memegang segelas ice americano.
Kepala Winter langsung terangkat, rasanya seperti tak mungkin melihat Jaemin ada di hadapannya. Hingga perlu beberapa detik bagi Winter untuk bisa menjawab pertanyaannya.
"T-Tentu saja" jawab Winter dengan suara yang sedikit bergetar karena berusaha menyembunyikan rasa gugup yang menyerangnya.
Jaemin pun langsung menarik kursinya dan duduk tepat berhadapan dengan Winter.
"Apa kau hanya sendiri?" tanya Jaemin sambil mengedarkan pandangannya.
Oh Tuhan.. rasanya aku akan mendapat serangan jantung, batin Winter. Ia sebisa mungkin menarik nafas untuk mengisi oksigen di dalam paru-parunya jika ia tak ingin pingsan konyol di depan laki-laki itu. Juga untuk menetralkan detak jantungnya.
"Ya, seperti yang kau lihat." jawab Winter diakhiri dengan senyuman kecil.
Jaemin meneguk ice americanonya lalu meletakkannya lagi di atas meja dan tepat saat itu ia melirik buku gambar Winter.
"Kau suka menggambar?" Tanya Jaemin santai.
"Ya, lumayan suka."
"Boleh aku melihatnya? Aku juga suka menggambar tapi aku tidak pandai melakukannya." Sahut laki-laki itu dan ia menatap Winter dengan penuh harap.
Maafkan aku Na, aku sangat ingin menunjukkan gambarku padamu, tapi jika kau melihatnya kau akan mengetahui semua rahasiaku, batin Winter cemas.
"Hmm, maafkan aku, tapi aku tidak bisa menunjukkan gambarku yang ini, mungkin kau bisa melihat gambarku yang lain kapan-kapan. Lagipula gambarku juga tidak terlalu bagus." Winter langsung menutup buku sketsanya dan memasukkannya ke dalam tas.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Liefdesverhaal
Hayran KurguHanya sekumpulan kisah manis milik Jaemin dan Winter.