Home Made : 5. Neighbor

3.2K 421 63
                                    


Pindahan bukan sesuatu yang membawa kesenangan. Mengangkut barang dari mobil pengangkut barang, mengeluarkan, menata ulang, atau pun memikirkan di mana ia harus meletakkan barang-barang itu di tempat baru.

Jimin mengucapkan terima kasih saat kotak terakhir sudah di letakkan oleh kurir. Ia membungkuk dan menunggu kurir itu pergi sebelum menutup pintu. Matanya menjelajah pada setiap sudut ruangan, masih sangat polos terkecualikan tujuh kotak kardus di sebelah kanan. Ia harus mulai membongkar jika ingin cepat selesai.

Suara eongan juga rasa menggelitik di kakinya buat Jimin menunduk, ia membungkuk untuk mengangkat anak kucing berbulu kelabu dan menggendongnya. Pria kecil yang datang ke depan apartemennya malam lalu. Jimin tidak tega untuk meninggalkannya setelah memberinya susu. Sekarang ia jadi punya beban tambahan untuk diberi makan selain perut berlemaknya.

Kucing kecil itu belum ia beri nama, masih terlalu dini. Lagi pula nama bisa membuatnya sulit untuk melepaskan jika nanti ada orang yang ingin mengadopsi.

Jimin duduk bersila di depan kotak kardus bertuliskan peralatan mandi. Ia mengelus bulu di sekitar leher kucing sebelum menempatkannya di antara paha. Ia mengambil pisau lipat kecil di saku celana dan mulai membongkar lakban. Kucing kecil mendengkur nyaman memperhatikannya. Ia tersenyum, sesekali mengelus bulu lembut kelabu sebelum lanjut mengeluarkan barang-barangnya.

Bunyi ketukan menghentikan tangannya mengangkut barang ke kamar mandi. Ia menurunkan kucing kecil yang bertengger di bahu, senantiasa kucing itu mengikuti langkahnya ke pintu depan.

"Iya, sebentar!"

Tangannya membuka pintu, ia mengintip sedikit sebelum membukanya lebih lebar. Seseorang berdiri di depannya, seorang pemuda dengan wajah yang menunjukan senyum ramah.

"Ada yang bisa aku bantu?" Ia bertanya lebih dulu karena pemuda itu tak juga bersuara. Kucing kecil kelabu melewati garis pintu dan menyelisik kaki pemuda asing. Jimin menunduk untuk mengambil si manis kecilnya. "Maaf, anak kucing ini sedikit manja,"

"Tidak apa, aku suka anak kecil. Euh ..." pemuda itu mengusap tengkuknya. "Aku Jeongguk, tinggal di sebelah kananmu," ibu jarinya menunjuk pintu apartemennya di sebelah Jimin. "Kita tetangga," katanya diakhir dengan senyum ramah.

"Park Jimin, maaf tapi aku belum bisa mengundangmu masuk. Kamarku belum beres sama sekali,"

"Aku bisa membantumu,"

Jimin tidak menolaknya, sungguh ia bersyukur jika seseorang mau membantu. Ia sudah cukup letih dengan dua kardus berisi pakaian dan alat mandi. Itu pun bukan penyebab sebenarnya. Sebelum pindah beberapa jam lalu ia terpaksa untuk masuk setengah hari karena terjadi masalah di pekerjaan. Ketidakhadiran seniornya yang meninggal membuat beberapa bagian menjadi kacau dan harus lembur. Jimin menjadi karyawan yang dilirik iri karena mengambil cuti di saat yang tepat. Padahal ia sudah meminta cuti jauh hari sebelum kejadian itu terjadi.

"Silahkan masuk,"

Jimin tersenyum dan membuka pintu apartemennya lebar-lebar. Ia menurunkan kucing kecilnya yang langsung kembali menyelisik di kaki tetangganya. Mungkin ia akan betah di sini.

....

"Jeongguk, kau tidak perlu melakukan ini sebenarnya,"

Dua cangkir kopi ditaruh di atas meja. Jimin mematai tetangganya yang tengah mengganti bohlam lampu kamar mandi. Tadi malam lampunya mati dan tadinya pula Jimin memang akan menggantinya pagi ini. Kebetulan sekali tetangganya itu berkunjung dengan seplastik buah apel dan menawarkan diri untuk membantu.

"Tak apa, ini hanya pekerjaan kecil,"

Jimin menahan tangga ketika Jeongguk turun. Ada perbedaan tinggi yang buat Jimin sedikit iri, pemuda itu baru sembilan belas tahun dan tinggi tubuhnya sudah menjulang.

Home Made | KookMin [Dalam Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang