Home Made : 10. Beach

3.5K 333 73
                                    

Semilir angin menerpa wajah dengan pipi manis kemerah-merahan. Bau asin dari bentangan laut di depan sana sungguh indah dipandang mata.  Semakin jauh dari daratan akan semakin pekat warnanya sebagai tanda dalamnya dasar di bawah air laut biru.

Rintihan terdengar dari belah bibir tebal merona. Tak kuasa menahan perih pada bagian belakang setelah dipaksa untuk melayani seorang pria yang saat ini tengah berlari pagi di pinggir pantai. Jimin melirik kaki kanannya, belenggu rantai besi menahannya untuk pergi. Kabur meninggalkan tempat yang tidak ia ketahui pasti.

Ingatannya kembali pada saat ia dipaksa menghirup udara dari kain halus sapu tangan sebelum seluruh yang ia ingat hanyalah gelap. Terbangun di tempat asing tanpa selembar pakaian.

Jimin menarik selimut menutupi tubuh telanjangnya. Ia menutup mata ketika tak sengaja melihat paha dalam dipenuhi ruam ungu juga bekas gigitan.

Pemuda yang tengah berlari di pinggir pantai adalah penguntitnya selama ini. Jimin begitu kalut ketika terbangun dan menemukan dirinya berada di tempat asing, telanjang dan seorang laki-laki tengah memotret tubuhnya dengan sirat penuh makna dikedua manik jelaga hitam.

Ia berteriak, mencoba pergi dari ranjang dan berakhir terjerembab ke lantai kayu karena kakinya tak ikut turun dari ranjang. Kaki kanannya di rantai pada besi kokoh. Mencegahnya untuk mendapatkan kebebasan.

Ingatannya menjadi begitu buruk karena setelahnya ia hanya tahu suara sabuk celana yang dilonggarkan dan rasa sakit di lubangnya. Ia dilecehkan, Jimin tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya karena seluruh syaraf dari ujung hingga ujung terasa begitu lemas. Matanya bengkak, pipinya basah oleh air mata disentuh diluar keinginan.

Kriet ...

Bahu menegang, suara decit dari pintu yang terbuka meningkatkan waspada. Jimin menatap satu-satunya orang yang menjadi ketakutannya saat ini. Beringsut mundur membawa selimut menyembunyikan ketelanjangan. Pemuda itu tampak meliriknya sekilas lalu berjalan menyeberangi ruangan.

Jimin masih mengingat jemari yang menggenggam kenop pintu itu beberapa jam lalu telah menahan kedua tangannya di atas kepala. Menahan semua pemberontakan sia-sia ketika tubuhnya sibuk dijadikan alat peremas kelamin tegang. Jimin menitikan air mata, menjadi begitu emosional menyadari dirinya yang begitu bodoh karena telah terperangkap dalam jebakan Jeon Jeongguk.

Ia mengerti sekarang mengapa penguntitnya seakan menghilang ketika ia pindah ke tempat baru. Penguntitnya tidak pernah hilang, orang itu justru sangat dekat dengannya.  Berpura-pura menjadi tetangga yang ramah. Menggaulinya di malam itu dan sekarang menjadi seorang kriminal dengan menculiknya ke tempat yang Jimin tidak tahu di mana.

"Kemari, bersihkan tubuhmu,"

Kepala Jimin menoleh, pemuda Jeon sudah kembali dan mendekati ranjang, mendekatinya. Jimin menepis tangan yang hendak menyentuh.

"Lepaskan aku, Jeongguk," amarah meradang. Meskipun tubuhnya terasa sakit namun panas dalam dadanya sungguh membuat Jimin ingin menghardik pemuda yang berdiri santai hanya memakai handuk di pinggang. Dada lapang berotot dipenuhi bekas baret dari cakaran kuku Jimin semalam.

"Kau seperti kucing yang baru saja kupungut dari jalan," Jeongguk terkekeh, "Liar,"

Jika perbandingan Jeongguk yang ia kenal dan Jeongguk sekarang maka Jimin memilih untuk tidak mengenalnya sama sekali. Menyesal saat itu mengiyakan bantuan.

Kembalikan tangan terjulur namun bukan padanya melainkan pada tiang besi dengan rantai membelenggu pergelangan kaki. Gembok di sana dibuka sebuah kunci berbandul bulan sabit menambah panjang jangkauan Jimin tidak sekedar di atas ranjang.

"Kau butuh mandi," Jimin menangkapnya seolah kalimat itu menjadi lebih panjang 'kau butuh mandi karena bau spermaku' dan ia mendorong dada pemuda yang mendekatinya.

Home Made | KookMin [Dalam Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang