Home Made: 8. Bed

3.5K 352 78
                                    

"Jimin!"

Gezz, hela napas menjadi kebiasaan sepulang kerja. Manik cantik cokelat tua bergulir di mana satu eksistensi dengan presisten menunggunya setiap malam. Bersandar di pembatas koridor dengan kaleng cola di tangan kiri.

Senyum yang mengembang tak melunturkan tekuk bibir Jimin. Kakinya berhenti tepat dicegat tubuh besar pemuda yang terlampau keras kepala  untuk membiarkannya satu hari saja.

Jalan yang terhalangi membuat maniknya mendelik, beradu pandang dengan jelaga yang tidak pernah melepas bayang dirinya sekalipun. Mungkin sejak melihat Jimin memasuki gerbang apartemen.

"Ayo makan malam denganku,"

Tangan lancang mengapit lengan Jimin. Ia menggeleng, memikirkan cara untuk menolak ajakan pemuda Jeon. "Aku lelah sekali Jeongguk, ingin tidur,"

"Kau bisa tidur di kasurku setelah makan malam. Kau mau lihat? Kasurku baru,"

Jimin mengernyit, ia menatap wajah cerah Jeongguk. Membuka belah bibirnya namun belum sempat berbicara tubuh sudah didorong masuk pintu apartemen. Lengan di bahunya jelas memberi dorongan cukup memaksa.

"Tada! Sekarang tidak ada lagi tidurmu hampir jatuh!"

Kedua tangan terentang lebar, senyum berseri menunjuk pada kasur yang jelas lebih lebar dari terakhir kali Jimin lihat. Ia menoleh pada Jeongguk, pemilik ruangan kembali merangkul bahunya. Dari sisi kanan, manik cokelat tuanya menangkap garis rahang tegas, jakun yang naik turun dikala menelan ludah. Juga ia melihat piercing baru di sudut bibir kanan Jeongguk.

Jimin baru menyadarinya karena tadi ia sibuk menghindari ajakan yang lebih muda. "Kau membeli kasur baru?"

"Iya, karena terakhir kali kau hampir jatuh. Aku tidak mau kau terluka,"

Maksudnya adalah terakhir kali Jimin bangun di kasur itu, ia terkejut setengah mati karena melihat wajah Jeongguk yang begitu dekat. Juga kenyataan jika mereka lagi-lagi tidur satu alas.

"Ayo makan dulu, aku membeli makanan pesan antar dari restoran Cina. Hanya mereka yang buka di jam malam,"

Tidak pernah lupa jika pemuda itu sangat keras kepala. Apa yang ia mau harus dituruti. Kepala Jimin menoleh pada meja pendek yang di atasnya sudah terisi berbagai macam hidangan. Ia memang sedikit lapar.

"Setelah makan aku pergi ya,"

Jeongguk tidak mengangguk, ia menggiring Jimin untuk duduk di hadapan makanan hangat. Hotpot tersedia jika memang makanan mulai mendingin. Jimin duduk berhadapan dengannya yang menyodorkan satu mangkuk sup ikan.

"Makan yang banyak, Jimin,"

...

Muluk rasanya Jimin mengatakan jika ia pulang setelah makan. Gemericik air dari kucuran shower membasahinya dengan hangat. Nyaman rasanya merasakan otot-otot lelahnya bekerja hari ini. Manager lapangan bukanlah pekerjaan mudah, kadang ia menjadi begitu rendah ketika harus menerima omelan dari atasan ketika pegawai di bawahnya berbuat salah.

Bahkan, hari ini rasanya jauh lebih berat ketika membaca pesan dari ibunya mengenai keinginan memiliki mobil. Dari mana Jimin bisa mendapatkan uangnya?

"Jimin,"

Kelerengnya bergulir ke samping. Pintu kamar mandi yang tertutup menampilkan siluet pemuda pemilik apartemen. Ya, ia memang tidak pulang.

"Bajunya aku taruh depan pintu ya," Jimin mematikan air, ia mengambil handuk biru yang tercium sangat wangi menandakan benda itu baru. Kaki basahnya mendekat pada pintu. Lilitan handuk di pinggang dan membuka pintu. "Oh, kau sudah selesai,"

Home Made | KookMin [Dalam Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang