19. Tersenyum

202 24 9
                                    

Renjun menatap langit-langit kamar ruang rawatnya dengan tatapan kosong. Mengabaikan kekasih tampannya yang sedari tadi membujuknya untuk makan. Semenjak Dokter yang menanganinya menyatakan kalau dirinya keguguran. Untuk yang ketiga kalinya Renjun merasa hancur.

Tanpa terasa, air matanya mengalir deras membasahi kedua pipi pucatnya. Sudah satu minggu, dia seperti ini. Tidak nafsu makan dan enggan berbicara dengan siapapun, termasuk Dave dan orang tuanya. Egois memang. Tapi, Renjun sedang ingin sendiri, ingin lebih merasakan sakit karena kehilangan calon buah hatinya.

''Kala, satu suap aja, tadi siang kamu nggak makan loh,'' Dave masih setia membujuk Renjun untuk makan dan dia tahu kalau kekasihnya itu tengah menangis.

''Nggak laper.''

''Tapi, kamu harus tetep makan, satu suap aja, please.'' Suaranya melemah. Dia menyerah dan meletakkan kembali mangkuk yang berisi bubur di nakas samping ranjang. Dia berdiri dan mengusap lelehan air mata di pipi Renjun.

''Maaf kalo aku maksa, aku nggak mau kamu tambah sakit,'' suara Dave kini bergetar membuat Renjun menatapnya. Si manis melihat jelas bahwa mata sipit Dave berkaca-kaca. Dia semakin merasa jahat karena membuat kekasih tampannya terus bersedih.

Dave mendekatkan bibirnya pada kening Renjun. Memberikan kecupan lembut disana lumayan lama sampai air matanya ikut jatuh dan membasahi pipi Renjun.

''Aku sakit ngeliat kamu kayak gini, aku kangen senyum kamu, Kala.'' Dave berkata dengan lirih. Di lihatnya Renjun yang semakin deras mengeluarkan air matanya.

''Jangan nangis.'' lagi, Dave berkata lirih sembari mengusap lelehan air mata di pipi si manis untuk kedua kalinya.

''Aku jahat , ya, Dave? Bikin kamu sedih terus, maaf.'' Renjun dengan tangan yang sedikit gemetar mengusap air mata di pipi tembam Dave.

''Jangan minta maaf, aku nggak butuh maaf kamu. Aku butuh senyum kamu, Kala.''

Renjun tersenyum tipis dan ketika Dave melihatnya, bibir tebalnya ikut melengkung ke atas. Dia menundukkan sedikit tubuhnya dan mencium bibir tipis Renjun. Melumatnya dengan lembut dan pelan.

''Makan, ya? Satu suap aja,'' Bujuk Dave lagi setelah melepas tautan bibirnya dengan Renjun. Di lihatnya laki-laki manis yang terbaring lemah di ranjang itu menganggukkan kepalanya pelan membuat dia tersenyum lagi. Dengan hati-hati, Dave mendudukkan Renjun dan mulai menyuapi kekasihnya itu dengan pelan.

''Nggak enak, ya, buburnya?'' Tanyanya di sela-sela memperhatikan si manis yang sedang menelan bubur.

''Nggak."

''Makanya cepet sembuh biar bisa makan enak.''

''Iya,'' Lirihnya di iringi senyum tipis.

''Aku mau makan lagi di tempat makan favorite kamu itu,'' Lirihnya lagi.

''Boleh,'' Dave menimpali perkataan Renjun dengan sedikit terkekeh.

''Tapi kamu nyanyi lagi,'' Ucap Renjun sembari mengunyah bubur dan beberap rebusan daging ayam.

''Nggak mau,'' Dave berpura-pura menolak permintaan kekasihnya itu.

''Jahat!'' Si manis mengerucutkan bibirnya lucu dan mau tidak mau Dave tersenyum lebar. Rasanya sudah lama sekali tidak melihat bibir tipis itu mengerucut. Astaga! Dave benar-benar merindukannya.

''Biarin jahat, yang penting ganteng.''

''Dasar om-om narsis!'' Renjun memukul pelan lengan kekar Dave dengan tangan kanannya. Kini, dirinya tersenyum manis dan lebih lebar dari yang tadi.

''Biarin narsis, yang penting kamu sayang.'' Dave menggoda Renjun dan sukses membuat si manis merona di sela-sela menyantap buburnya yang terasa hambar.

''Ihhh, udah ah, aku udah kenyang.''

Dave bersyukur, bubur di mangkuknya hampir habis. Dia meletakkan kembali mangkuk itu ke nakas samping ranjang lalu mengambil segelas air putih. Meminumkannya kepada Renjun menggunakan sedotan.

''Aku pingin keluar, boleh?'' Tanya si manis sembari menatap Dave yang berdiri di sampingnya.

''Udah jam sembilan ini, nanti di marahin Dokter.''

''Aku pingin liat langit, kali-kali aja ada bintang,'' Dave tersenyum dan mengambil kursi roda. Mendudukkan si manis dengan hati-hati disana. Lalu, dia membawa Renjun menuju balkon yang berada di ujung koridor lantai ini.

*****

Ketika sampai di balkon, Dave dan Renjun sama-sama menatap langit malam di atas sana. Beruntung, ada beberapa bintang yang menampakkan sinarnya membuat si manis tersenyum.

''Bintang yang paling terang itu pasti anak aku, iya, 'kan Dave?'' Dengan antusias dia bertanya pada kekasihnya.

''Iya, bintang yang itu anak kamu, lagi senyum tuh. Seneng dia liat Mamahnya yang cantiknya kayak bidadari.''

''Kayak kamu pernah liat bidadari aja,'' Renjun diam-diam tersenyum setelah mendengar perkataan Dave.

''Pernah,'' Katanya percaya diri.

''Kayak apa? Beneran cantik emang?'' Renjun menolehkan kepalanya dan menatap kekasih tampannya itu.

''Kayak kamu. Cantik.'' Dave juga ikut menolehkan kepalanya dan membuat keduanya saling bertatapan dan tersenyum. Dia benar-benar bahagia, malam ini dia sudah melihat senyum manis Renjun sebanyak dua kali. Dan senyuman yang sekarang ini adalah senyuman yang paling manis.

Dia menunduk dan memutar kursi Renjun agar menghadapnya. Kemudian, dia berlutut dan menggenggam tangan Renjun dengan hati-hati karena salah satu tangan kurus itu masih tertempel jarum infus.

''Renjun Kalandra Ardian, tolong dengerin David Geovano Dirgantara ya, mau ngomong nih.''

Si manis menganggukkan kepalanya pelan. Entah kenapa dadanya berdebar menunggu apa yang akan Dave katakana padanya.

''Aku sayang kamu, aku cinta kamu dan aku mau kamu yang jadi pendamping hidup aku. Kita bareng-bareng ngabisin waktu sampai nanti, sampai maut yang misahin kita, mau ya?'' Ajaknya yang terdengar sangat tidak romantis dan sedikit memaksa, tapi cukup membuat Renjun merasakan seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya.

''Iya, Renjun Kalandra Ardian mau jadi pendamping hidup David Geovano Dirgantara. Aku juga sayang kamu dan cinta kamu. Aku mau menghabiskan sisa umurku sama-sama kamu.''

Dave kembali tersenyum dan melepas genggaman eratnya di tangan Renjun. Dia merogoh saku celananya dan mengambil dua cincin yang berbeda ukuran. Memasangkannya satu pada jari manis kekasihnya lalu mengecupnya lembut.

Dia memberikan satu cincin pada Renjun dan meminta si manis untuk memasangkannya pada jari manisnya. Dan kini, kedua laki-laki berbeda usia itu sama-sama saling menatap cincin yang melingkar di jari manis mereka. Tidak lupa senyuman manis sama-sama merekah di bibir keduanya.

''Makasih, Dave. Makasih buat semuanya, aku bahagia punya kamu,'' Suara Renjun bergetar. Di saksikan bintang di atas langit sana, dia menitikkan air matanya lagi. Betapa bersyukurnya dia pada Tuhan karena telah mengirimkan laki-laki seperti Dave untuk menjadi penyembuh luka hatinya.

Laki-laki yang masih berlutut di hadapannya itu kembali memeluknya erat. Terasa hangat dan nyaman sekali. Malam itu juga, dia menumpahkan rasa bahagianya dengan menangis di bahu Dave.

Renjun memejamkan matanya erat dan terisak hebat. Ini terlalu membahagiakan sekaligus mengharukan. Diam-diam si manis berdoa kepada Tuhan.

'Tolong jaga laki-laki yang sedang memelukku ini Tuhan, tolong berikan hanya kebahagiaan untuknya dan tolong biarkan aku memilikinya sampai Engkau mengambilnya dariku.'

Dan tanpa sepengetahuan Renjun, Dave juga berdoa di dalam hatinya,

'Tolong jangan biarkan kekasihku menangis dan merasakan sakit lagi Tuhan, tolong beri dia kebahagiaan dan tolong hapuskan rasa sedihnya serta ijinkan aku memiliki dan menjaganya sampai Engkau mengambil nyawaku.'

*****

TBC...

Renjun keguguran, bayinya gak selamat 😭

Kenalan «DaveRen» ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang