"Ini sudah yang ketiga dalam minggu ini. Padahal sudah hampir tamat." Aku menekankan kata per kata kepada Ivo yang saat ini sedang menempelkan es batu ke pipiku.
Kakakku hanya menghela napas. Sementara tangannya telaten membenahi baju atau merawat tubuhku yang tergores. Yah, wajah dan tubuhku adalah aset. Apalagi dia manajerku. Dia harus melindunginya semaksimal mungkin. Kadang kalau kami berjalan bersama, perbedaan kami tampak seperti bumi dan langit.
Selama mendampingiku, Ivo hanya mengenakan kaus atau kemeja polos dengan celana jins. Itu pun bukan yang bermerek ternama, sehingga ia tampak sangat simpel. Rambutnya yang lebih sering dicepol begitu saja, juga wajahnya yang jarang terpulas riasan, semakin menambah kesan sederhana dalam dirinya.
Padahal aku ingat pada saat debut, kaki berdua sama-sama membintangi judul sinetron yang sama : Lara Hati Bawang Putih. Kami mengikuti casting dan menjadi pemeran utama. Ivo menjadi Bawang Putih, sementara akuーkarena memiliki wajah judesーdianggap cocok memerankan Bawang Merah. Sinetron itu membuatku mendapatkan penghargaan sebagai artis pendatang baru terbaik, juga sebagai artis pemeran antagonis terbaik. Karena prestasiku itu, Ivo memutuskan berhenti dari seni peran dan menjadi manajerku. Saat kutanya alasannya, dia bilang hanya ingin bekerja di balik layar.
"Ivo," panggilku untuk yang kesekian kalinya karena sedari tadi mulutnya bungkam. Perbedaan usia yang terpaut satu tahun, membuatku sering lupa memanggilnya Kakak. Dia toh tidak keberatan. "Ivo!" ulangku sekali lagi dengan nada tinggi.
"Dengar, Roxy. Aku juga tak bisa menghentikan serangan emak-emak itu. Ini sudah empat tahun, bukankah harusnya kamu sudah biasa?" Kakakku mengatakan itu seraya melotot. Mungkin ia sama jengkelnya seperti aku. "Lagipula, bukankah kamu selalu bilang, bahwa itu pertanda bagus karena aktingmu sangat menjiwai? Jangan khawatir, begitu mereka melihat di episode terakhir kamu dipenjara, serangan mereka akan reda."
Aku mendengkus. "Yeah. Di awal-awal itu sangat lucu. Sangat fun. Aku masih bisa menoleransinya. Tapi sekarang? Sudah empat tahun aku berakting sebagai antagonis dan orang-orang itu masih menganggapku karakter nyata? Aku sudah capek, Ivo. Beneran, deh. Setiap hari selalu saja ada serangan emak-emak barbar. Look, I'm already old now, jadi mari kita move on ke proyek lain yang lebih menantang. Film, webseries, atau apa aja. Peran kecil juga boleh. Asal bukan antagonis."
Kakakku hanya mengangkat bahu lalu duduk di sebelahku di sofa. "Aku harus mengurus skandalmu dulu. Mungkin karena inilah kamu nggak pernah dapat peran protagonis."
Aku memutar bola mata, seraya memainkan ponsel di tangan. Embusan hawa dingin dari pendingin ruangan membuatku sedikit lebih tenang. Aku sudah terlambat setengah jam dari jadwal spaku, tapi aku tak peduli. Serangan emak-emak ini membuatku keki setengah mati.
🖤🖤🖤
"Kurasa ... ada kesalahpahaman di sini, Jasper. Kukira ... aku tak bisa menemanimu berlibur."
Terima kasih untuk empat tahun pengalaman akting, aku jadi bisa menjaga nada suaraku tetap tenang. Bahkan aku berusaha menampilkan mimik muka menyesal yang biasa kulakukan saat syuting. Semoga lelaki itu bisa melihat ketulusanku.
Wajah lelaki itu tampak kecewa, sudut bibirnya melengkung ke bawah sesaat setelah aku mengatakannya. "Ah ya. Kamu artis yang sangat sibuk. Aku mengerti. Hanya saja aku berharap mungkin kita bisa bertemu saat kamu luang. Itu kalau kamu bersedia," ujar Jasper dengan menampilkan senyum khasnya.
Tidak. Tidak untuk sejuta tahun yang akan datang. Namun, aku harus menampilkan sisi baik "Bawang Merah" yang telah dibangun oleh Ivo, sehingga aku memulas senyum terbaikku dan berkata, "Tentu. Jika aku ada waktu, aku akan menghubungimu. Tapi tolong jangan terlalu berharap lebih. Maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr Right & the Wrong Girl [Tamat]
RomanceIvo meminta Roxy untuk menemui Jasper Kim, seorang lelaki berkebangsaan Singapura yang menjadi teman chat Ivo. Mereka berkorespondensi via Tinder, selama setahun. Kemudian Jasper ingin bertemu dengan Ivo, dan hendak datang ke Indonesia. Sayangnya se...