Aku menghubungi pak Sahni dan beliau rupanya sudah mendengar berita tentang penyeranganku. Aku tak tahu dari siapa ia mendapatkan kabar itu, tetapi ia sangat khawatir dan menyuruhku beristirahat dulu selama seminggu. Beliau sudah mengatur jadwal agar posisiku bisa ditunda selama seminggu lagi sampai aku benar-benar fit. Aku merasa beruntung masih dikelilingi orang-orang baik yang peduli padaku.
Sementara Johan, aku belum mendengar kabar terbarunya sama sekali. Aku pun tak melaporkan kejadian penyerangannya ke polisi, tetapi aku menyewa pengawal yang senantiasa berjaga selama dua puluh empat jam penuh. Karena perintah pak Sahni, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil liburan ke Bali. Meski pun serba mendadak, aku masih bisa mendapatkan hotel dan akomodasi penuh, apalagi karena saat ini belum musim liburan.
Aku benar-benar tak berhubungan dengan siapa pun selama seminggu itu, dan hanya membuka ponsel ketika aku butuh menghubungi pengawalku yang berada di sekitarku. Aku membebaskan dirinya untuk melakukan apa pun, selama aku masih bisa mendeteksi keberadaanya dalam jarak pandangku. Setidaknya aku punya teman berlibur yang seakan transparan. Kami tak banyak berinteraksi, karena aku tak ingin berbasa-basi dengan orang lain. Setidaknya aku merasa aman. Aku pun selalu membawa pisau di dalam tas yang kutenteng ke mana-mana, karena masih takut akan serangan berikutnya dari Johan.
Namun masa liburan itu kuhabiskan dengan kehampaan dan kesepian, seakan tak ada hiburan satu pun yang bisa mengisi rongga hatiku yang kosong. Mungkin beginilah rasanya patah hati itu, padahal aku adalah sang tersangka yang menyakiti hati korban. Suatu perasaan yang campur aduk dan tak mengenakkan. Aku juga tak merespon pesan atau telepon dari keluargaku, termasuk Ivo. Aku benar-benar mengisolasi diriku dari semuanya.
Setelah berlibur, aku kembali pada rutinitasku—menjalani proses syuting. Aku pun meminta agar jadwal selama dua minggu yang kulewati bisa segera kukerjakan dalam waktu singkat kepada pak Sahni. Sehingga aku benar-benar tak mengambil libur lagi setelah itu. Dan setelah tiga hari bekerja tanpa henti, hanya beristirahat ketika tidur, membuat pikiranku lebih mudah teralihkan. Karenanya aku semakin giat bekerja, sehingga aku tak punya waktu luang untuk melamun. Sebab jika aku melamun, aku akan menangis tanpa sebab.
Ketika syuting dimulai, aku sempat mendengar gosip dari para kru, bahwa Johan kini sedang berlibur ke luar negeri selama beberapa waktu. Katanya dia butuh memulihkan dirinya. Karena penasaran, aku meminta pengawalku untuk mencari tahu kebenaran berita itu dan ternyata benar. Malahan aku mendapatkan tambahan berita baru : Lexi ikut menemaninya dan hubungan mereka sepertinya kembali membaik setelah aku mengintervensi mereka. Aku tersenyum kecil, diiringi dengan perasaan lega yang membanjiri dadaku ketika pengawalku memberiku beberapa foto kebersamaan Lexi dan Johan di Belanda. Aku benar-benar menyesal atas perbuatanku di masa lampau, mungkin jika diberikan kesempatan, aku ingin meminta maaf kepada mereka. Tentu jika perasaan traumaku kepada Johan juga telah reda.
Pak Sahni memuji dedikasi dan kerja kerasku, karena aku benar-benar melaksanakan instruksi sutradara tanpa membantah. Dia juga berkata akan senang jika kami akan terlibat proyek lainnya suatu saat. Aku tersenyum dan mengatakan aku akan sangat menantikan hal itu.
Karena aku tak lagi memiliki manajer, aku melakukan semuanya sendiri, bahkan tanpa bantuan asisten. Aku hanya memperkerjakan supir yang akan membawa barang-barang properti syuting dan pengawalku. Setelah sebulan lebih bekerja denganku, Ningsih—nama pengawalku—mulai sedikit berakrab ria. Kukatakan kepada semua orang dia adalah asisten baruku, dan dia setuju dengan itu. Jadi dia sering membantuku membawa barang-barang keperluanku, tetapi ia masih mahir melakukan jiu jitsu jika ada yang menyerangku. Beberapa kali ada penggemar yang mendekatiku dan Ningsih senantiasa waspada, tetapi tak banyak yang menjambak atau menampar pipiku seperti dulu. Memang masih ada satu atau dua orang yang melakukan itu, tentu saja. Mereka masih terbawa karakter yang kuperankan sebelumnya. Hanya saja jumlahnya jauh berkurang banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr Right & the Wrong Girl [Tamat]
RomansaIvo meminta Roxy untuk menemui Jasper Kim, seorang lelaki berkebangsaan Singapura yang menjadi teman chat Ivo. Mereka berkorespondensi via Tinder, selama setahun. Kemudian Jasper ingin bertemu dengan Ivo, dan hendak datang ke Indonesia. Sayangnya se...