Episode 3 Serangan Emak-emak

101 17 0
                                    

Semua dimulai beberapa hari yang lalu. Saat aku sedang terlelap. Seharusnya aku terbangun di pagi hari dengan sinar mentari menerobos ke sela-sela jendela, hawa yang sejuk dan suasana yang tenang. Itu akan menjadi hal yang sempurna untuk mengawali hari. Seperti yang biasa kulakukan di nyaris setiap judul sinetron yang kubintangi.

Diawali dengan membuka mata perlahan, kemudian duduk sambil menggeliat dan paling utama-mengenakan riasan wajah yang paling paripurna. Oh, tentu saja, abaikan perbedaan ekstrimnya dengan kenyataan, karena saat syuting sinetronーkami para artisnya-dilarang terlihat jelek. Meskipun dalam dunia nyata, aku takkan sempat memulas riasan di wajah hanya agar tampil sempurna saat bangun tidur. Bahkan para penata riasnya tidak bisa membuat "no make up" make up-ralat, bukan tidak bisa. Mereka HARUS merias kami-para aktor-dengan riasan yang tebal.

Pagi ini, aku hanya ingin bangun tidur dengan tenang. Libur setelah syuting tanpa henti selama enam bulan, membuatku merasa aku berhak mendapatkan kemewahan itu. Namun, tetap saja, aku terbangun karena diguncang dengan paksa oleh kakak sekaligus manajerku, Miss Ivory Felicia Ferdita. Duh, bisa nggak sih dia sedikit lebih lembut? Aku masih merasa pusing akibat semalam ... jadi aku hanya ingin terlelap lebih lama.

"Bangun, bangun, Roxy!" Guncangannya makin keras. Ugh. Menyebalkan.

"Apa? Apa?" hardikku setelah membuka mata dan mengerutkan dahi. Ya ampun, pusing sekali.

"What. Have. You. Done?" tanya Yang Mulia Ivo dengan ekspresi wajah marah, tetapi jujur saja, saat marah ia sama sekali tidak terlihat mengancam bagiku.

Aku bangkit dan duduk, menyandarkan punggung di dinding ranjang. Sebenarnya apa sih yang membuatnya marah sepagi ini? "I dunno," jawabku seraya mengangkat bahu. "I'm clueless."

Ivo menyerahkan sebuah tabloid-ya ampun, apa masih zaman ya tabloid ini-dengan fotoku di halaman sampul. Wow, sejak kapan aku diwawancara oleh tabloid, seingatku aku tidak berhubungan dengan pers dalam waktu dekat ini. Kakakku itu juga menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan fotoku yang tampil dalam sebuah tajuk berita. Ah ya, itu sudah biasa. Kenapa sih Ivo ribut banget?

"Are you messed up with another bad boy, again?" Ivo berkacak pinggang. Tatapannya yang sok dingin itu takkan mampu mempengaruhiku. Memangnya siapa yang membayar gajinya, sehingga ia bisa memiliki mobil C-SUV ramah lingkungan yang ia idam-idamkan itu.

Aku menghela napas dengan jengkel. "Sejak kapan aku nggak 'messed up with another bad boy'?" Aku menggerakkan kedua jari telunjuk ketika mengatakan messed up.

"Roxy, dia itu pacar orang! Bisa nggak sih kamu cari cowok yang biasa-biasa aja dan pacaran dengan tenang? Aku sudah stress dengan semua skandalmu ... "

Aku memotongnya dengan gusar, "Justru karena itulah kamu dibayar, Sistah. Bereskan skandalnya, aku yang cari uangnya. Win-win solution."

Aku turun dari ranjang, menggeser tubuh kakakku dan beranjak ke meja rias. Kupandangi bayangan wajahku di cermin. Meskipun tak mengenakan riasan paripurna, paling tidak wajahku masih enak dipandang. Terima kasih kepada para dokter kecantikan yang menarikku dengan biaya mahal dengan puluhan botol skincare serta perawatan rutin sehingga wajahku terlihat mengagumkan ketika bangun tidur.

"Eniwei, aku harus bersiap. Aku mau pergi," kataku dengan santai, setelah menoleh ke arah Ivo yang tampak tegang. Bibirnya bahkan berkedutーlucu sekali.

"Kamu nggak akan kemana-mana, Roxy. Kita harus bicarakan masalah skandalmu ini!" Omelannya hanya membuatku memutar bola mata.

"Ivo, rileks. Aku sama diaーnggak ada apa-apa. We're just ... hanging out and stuff." Kusibakkan rambut panjangku, kemudian kulangkahkan kaki menuju kamar mandi. "Dia toh cowok cemen."

Mr Right & the Wrong Girl [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang