Ivo menatapku, dengan wajah yang dipenuhi guratan emosi yang tak terjewantahkan. "Aku tahu. Tapi karena aku tak mau menyakitinya, makanya aku ingin minta tolong sama kamu. Please. Biarkan impiannya menjadi nyata, Roxy. Sehingga dirinya bisa punya kenangan yang manis."
Yeah, I don't care, actually. Perasaan manusia adalah sesuatu yang sulit ditebak. Namun aku bertekad untuk memberi lelaki itu kompensasi setelah Ivo mempecundanginya seperti itu.
"Oke, fine. Cuma sekali ketemu doang, kan?" Aku memastikan untuk yang terakhir kali. Tepat pada saat itu, pintu ruangan diketuk, diikuti dengan suara perempuan yang memanggil namaku. Segera saja aku menyahuti dan memintanya menunggu sebentar.
Ivo tersenyum lebar. Matanya kembali berbinar. "Iya. Satu kali saja dan setelah itu, selesai."
🖤🖤🖤
Hari H Pertemuan
Aku memasuki sebuah restoran yang terletak di lantai dua puluh hotel mewah di bilangan Jakarta Selatan. Sejujurnya sejak menginjakkan kaki memasuki hotel ini dan diterpa udara sejuk membuatku menggigil karena bahu yang terbuka.
Restoran tersebut memiliki dekorasi yang didominasi warna merah, dengan penerangan lampu yang redup di seluruh ruangan. Yang segera kusesali, karena warna merah menjadi pilihan yang buruk untuk gaunku sekarang, membuatnya menyatu dengan dekorasi ruangan. Lampu kristal yang indah menggantung dari langit-langit, tentu saja hanya berfungsi sebagai pemanis. Dengan suasana yang temaram, serta pemandangan langit luar kota Jakarta yang bisa dilihat dari balik dinding kaca, membuat restoran tersebut cukup ramai pengunjung.
Aroma makanan yang menggugah selera menyapa indera penciumanku yang mendadak saja merasa lapar. Padahal di lokasi syuting tadi aku sudah menghabiskan jatah nasi kotak. Jujur saja, dengan jam kerja yang nyaris dua puluh empat jam sehari di berbagai macam lokasi, sungguh menyita semua energi. Untung saja hari ini jadwal syutingnya cepat selesai. Aku bukan pemeran utama, sehingga jumlah adegan yang kulakoni tidak banyak.
Seorang maitre d'hotel berjas hitam nan rapi menyapa di luar pintu tadi, sebelum mempersilakan masuk. Lelaki itu bertanya apakah aku memiliki reservasi atau tidak. Sejenak aku bimbang dengan lutut yang mulai goyah. Aku terjebak dalam dilema, apakah aku mau meneruskan ini atau tidak. Masih belum terlambat untuk melarikan diri.
Namun akhirnya bibirku mengucap, "Reservasi atas nama Jasper Kim."
Baiklah. Aku tak bisa mundur lagi. Sang kepala pelayan kemudian mengarahkannya ke sebuah meja yang sedikit tersembunyi di dekat sudut ruang makan restoran tersebut, yang rupanya lokasi yang cukup strategis. Karena dari kursi tersebut, aku bisa melihat pengunjung yang masuk dan keluar restoran, tanpa kentara karena tertutup oleh meja depan yang pengunjungnya duduk membelakangi. Untung saja, meja tersebut dilengkapi dengan kursi dengan bantalan busa yang empuk yang membuatku bisa duduk dengan nyaman.
Udara di dalam ruangan tersebut sedikit lebih hangat ketimbang lobi hotel tetapi aku merasa menyesal karena meninggalkan mantel di mobil. Mengapa aku harus mengenakan mini dress off shoulder berwarna merah dari Amanda Uprichard—sebuah brand terkenal dari New York—dengan bahu yang terekspos begini sih? Persetan bahwa gaun ini pernah dipakai Olivia Rodrigo—artis favoritku.
Seharusnya aku memilih gaun merah yang menutup seluruh tubuhnya dari Dior, tapi Ivory—menolak mentah-mentah. Karena gaun tersebut terlalu transparan hingga memperlihatkan bra dan perut. Dan sekarang, tanpa mantel, aku mulai menggertakkan gigi dengan kesal karena bahu dan sebagian punggung mulai terasa dingin. Apalagi rupanya, sang pemilik nama yang membuat reservasi di restoran tersebut belum menampakkan batang hidungnya.
Seorang pelayan menyodorkan buku menu yang segera kutolak. "Teman saya belum datang." Aku membenahi tatanan rambut panjang ke depan. Pelayan tersebut berlalu, setelah menawarkan berbagai jenis minuman anggur yang terbaik di restoran tersebut, yang kusambut gelengan perlahan. Aku masih harus menyetir pulang, sehingga harus menjaga kesadaran sampai pertemuannya selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr Right & the Wrong Girl [Tamat]
RomanceIvo meminta Roxy untuk menemui Jasper Kim, seorang lelaki berkebangsaan Singapura yang menjadi teman chat Ivo. Mereka berkorespondensi via Tinder, selama setahun. Kemudian Jasper ingin bertemu dengan Ivo, dan hendak datang ke Indonesia. Sayangnya se...