21. Ini Buktinya

13.6K 1.1K 41
                                    

Seringai Mike berubah menjadi senyum lembut. Salah satu tangan pemuda pirang kotor itu terangkat untuk merapikan poni Kusuma yang mulai panjang. Ujung jarinya itu seakan memberi sensasi terbakar di kulit Kusuma, mata Kusuma pun terpejam untuk menahan sensasi tersebut.

"Gak ada pengulangan, Tara." Kata Mike, nada usil terdengar dari tiap katanya.

"Did you really ask me that?' tanya balik Kusuma, tidak mempercayai otaknya sendiri. Maksudnya, Michael Haag Richford—seorang pemuda yang dipuja-puja tiap manusia di sekolahnya, bintang futsal, seorang manusia dengan ras Kaukasoid berambut pirang ini... Benar-benar menanyakan sebuah pertanyaan sulit itu pada Kusuma?

Alis Mike terangkat. "Memangnya gue kelihatan lagi bercanda?"

"Lo bukannya emang gak pernah serius?"

"Aish," hela Mike lalu mengacak rambut Kusuma, membuat Kusuma mengerecutkan bibirnya. "I love you, okay?! And I'm asking you to be my boyfriend."

Ternyata Mike serius. Kusuma menggigit bibirnya tanpa sadar sementara ia memperhatikan ujung kaus Polo merahnya. "Gue... Gue gak tahu jawabannya," jawab Kusuma pelan, berharap jawabannya tidak melukai hati Mike. "It's new for me. To have boyfriend... Yet it's not something that I don't want to try."

Kusuma tidak begitu mempercayai jawabannya sendiri. Dia memang menyukai Mike, tetapi untuk menjadi pacar Mike—sebenarnya pacaran itu bagaimana? "If you don't want to be my boyfriend, I'' accept it," jawab Mike dengan senyum. Melihat Mike tersenyum seperti itu membuat Kusuma meringis kecil. "But, tell me your true feellings to me."

Mata biru Mike seakan tengah menatap langsung ke dalam pikiran Kusuma. Kusuma tidak pernah merasa segugup ini dalam kehidupannya, padahal dia hanya ditatap secara intens oleh seorang pemuda yang habis menyatakan perasaan kepadanya. Pikiran Kusuma serasa macet, tetapi bukan berarti dia sudah tidak bisa berpikir lagi—

"Errr... Love you too?"

—Meski itu juga bukan berarti kemampuan berpikir Kusuma sama cerdasnya seperti biasanya

.

.

Rasanya Mike ingin tertawa geli melihat pemuda di hadapannya yang terlihat bingung dengan keadaan yang tengah dialaminya. Kalau boleh jujur, itu terlihat menggemaskan. Kapan lagi bisa melihat seorang Kusuma yang biasanya selalu serius mendadak menjadi bingung seperti ini?! Dan jawaban Kusuma pada akhirnya membuat Mike benar-benar terbahak.

"Kenapa lo ketawa?" tanya Kusuma, mukanya benar-benar datar seperti biasa tetapi Mike bisa melihat rona merah di wajahnya. Dasar, di saat-saat seperti ini masih saja bisa menguasai kontrol wajah poker face. "I told you the truth."

"Nothing. It's just... Wow. I mean, ini pertama kalinya gue confess ke cowok dan langsung dijawab secara spontan—meski ada jeda kayak tadi," jelas Mike sebelum mengacak-ngacak rambut Kusuma. Rambut Kusuma itu halus dan menyenangkan untuk dipegang, tidak heran mengapa Wahyu dan Geovan terkadang terlihat ketagihan mengacak-ngacak rambut Kusuma. "You are cute."

"Dasar gay," dengus Kusuma, rona merah di wajahnya mulai mengabur seiring matanya terarah ke langit di atasnya. Mike kembali ingin tertawa. "Cute?! I'm just an ordinary boy. Not cute or something like that."

Pemuda biasa... Kusuma jauh dari kata biasa bagi Mike. Dia terlalu sulit ditebak, misterius dan rumit. Ini pertama kalinya Mike menyukai seseorang yang seperti itu. "An ordinary?! Not, you are not. You are an enigma."

Dan entah mengapa setelah Mike mengatakannya, bibir Kusuma melengkung bentuk kurva tipis bernama senyum. "Whatever."

Kemudian hening. Mike mengagumi sosok ramping Kusuma yang terlihat lucu sekaligus keren secara bersamaan dalam balutan kaus Polo dan celana jins panjang. Jarang-jarang Mike bisa melihat Kusuma memakai baju selain seragam, dan Mike harus akui pilihan baju Kusuma tidak pernah jelek.

Class President and Our Chaoses [BoyxBoy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang