Ocean of Light [bonus part]

14.8K 761 36
                                    

Ini hanya kisah biasa.

Sumpah, ini biasa saja.

.

Ocean of Light

.

MPK

Rapat MPK hari ini berlangsung dengan sangat normal. Kusuma menopang dagunya sambil memainkan pulpen di tangannya, merasa rapat MPK kali ini sangat membuang-buang waktunya meski lumayan berguna. Topik yang dibicarakan cukup menarik, tapi banyak mengandung unsur basa-basi.

Langit mulai menunjukkan lembayungnya-perpaduan sempurna dari awan dan sinar matahari. Kusuma tidak begitu suka sore, tapi harus ia akui cahayanya indah. Dia melirik bangku kosong yang berada di sebelahnya, bangku yang seharusnya diduduki oleh perwakilan kelas sebelah. Dia tidak bertanya-tanya mengapa bangku tersebut kosong, bukan urusannya.

Matanya tertuju ke depan kelas, kembali menaruh atensi pada rapat yang tengah berlangsung. Tidak ada gunanya mengurusi orang lain kelas yang bahkan ia tidak kenal.

Di tengah-tengah diskusi seru yang terjadi di rapat, terdengar suara ketukan pintu.

"Permisi."

Suara berat beraksen aneh pun terdengar setelah ketukan pintu. Sedetik kemudian, pintu mengayun terbuka-membuat seluruh mata tertuju ke arahnya.

Seorang pemuda berambut pirang kotor menampakkan wajahnya di ambang pintu. Postur tubuh pemuda itu tinggi dan kulitnya putih. Kusuma menyipitkan matanya, merasa familiar dengan sosok tersebut.

"I'm sorry for being late. Saya Michael Richford, perwakilan dari XI-C," Kusuma bisa melihat beberapa pasang mata memberi ekspresi menilai kepada pemuda itu. "May I come in?"

Bahasa yang digunakannya bercampur-campur, membuat Kusuma mengerutkan keningnya.

Setelah moderator rapat mengizinkannya untuk masuk, perwakilan kelas XI-C itu melangkah secara perlahan menuju bangku yang berada di samping Kusuma.

"Hi," pemuda itu-Richford-menyapa Kusuma dengan suara hampir mendekati infrasonik. "Apa yang telah saya lewatkan?"

Kusuma meringis di dalam hati mendengar bahasa yang sangat baku keluar dari pemuda ini. "Sepertinya tidak ada yang dilewatkan," jawab Kusuma sepelan mungkin. Dia melihat ekspresi tidak mengerti dari wajah Richford, membuat Kusuma langsung menatapnya dingin. "You can't speak Indonesia properly, can you?"

"Ehehe, I relocated from New York," Richford menggaruk tengkuknya sambil menyeringai canggung. "Empat bulan lalu."

Pantas. "You didn't miss anything." Dan setelah itu, Kusuma kembali fokus pada rapat yang tengah berlangsung.

"Your name is Kusuma, right?"

Mungkin pemuda pindahan dari New York ini sinting, mengajak bicara saat rapat tengah berlangsung. Kusuma berdecak pelan. "Yeah, and shut up."

Dari sudut matanya dia bisa melihat bahwa Richford tersenyum kecil.

Buang-buang waktu.

.

Ember

Hari Jumat; sebuah hari di mana semua acara kebersihan semuanya dititik-beratkan pada hari itu. Dari Jumantik sampai Pramuka Saka Bina Husada. Sudah menjadi tradisi yang larut di tiap-tiap sekolah di Indonesia-baik negeri atau pun swasta.

Konflik besar-besaran yang terjadi di hari Jumat minggu ini satu.

"Kemana ember pel kelas kita?" suara Faisal bergaung dalam kelas, membuat seluruh atensi kini terfokus padanya. Bahkan Kusuma yang tengah mengisi ulang data investaris kelas pun menoleh. "Eh serius, kok embernya ngilang?"

"Lah?" suara Reza menyahut dari ujung kelas, kemoceng terayun-ayun di tangannya. "Bukannya kemaren ada di dalem lemari? Gue sendiri kok yang naro, soalnya kemaren gue abis ngepel sama Dara."

Dara-seorang maniak kebersihan di kelas-pun mengeluarkan suara setuju.

Tidak butuh waktu lama untuk membuat satu kelas ribut hanya karena sebuah ember warna hitam berukuran tidak terlalu besar tersebut. Masalah yang cukup sederhana-cenderung sepele malahan-tetapi pengaruh teman-temannya cukup membuat Kusuma gatal untuk turun tangan.

Kusuma bangkit dari tempat duduknya. "Mungkin kelas lain pinjam."

Ketua Kelas berbicara, satu kelas pun hening.

"Eh, gue baru inget. Kemaren Januar dari kelas sebelah pinjem ember, katanya ada yang muntah," kata Nada yang tengah berdiri tidak jauh dari Kusuma. "Coba lo samper, Kus. Kalau enggak disamper, kemungkinan mereka lupa."

Ada benarnya juga.

Pada akhirnya, Kusuma berjalan sendirian di lorong menuju kelas sebelah-kelas XI-C yang juga tengah menjalankan kerja bakti bersama antar kelas. Kelas itu terlihat jauh lebih semerawut ketimbang kelas Kusuma sendiri, membuat Kusuma merasa sedikit berhasil menjadi Ketua Kelas yang lebih baik ketimbang kelas ini.

"Hi," dia tidak menduga pemuda pirang bernama Richford itu akan menyapanya terlebih dahulu bahkan sebelum Kusuma membuka mulutnya. "What are you doing here? Need something?"

"Balikin ember XI-A, Richford." Kata Kusuma, singkat, padat, jelas, dan tepat di intinya.

Tapi seperti yang sudah diduga dari orang yang baru empat bulan di Indonesia, Richford hanya mengerutkan keningnya. "Ember?"

"I need XI-A's bucket is returned." Kusuma mengulang perkataannya, kini dengan ekspresi yang jauh lebih dingin. Dia mulai bertanya-tanya bagaimana teman-teman sekelas Richford berkomunikasi dengan pemuda ini.

"Oh, we are still using it," balas Richford kemudian meringis kecil. "Seriously, we got some trouble here so we really need your class bucket. Could we borrow it for a bit longer?"

Kelas macam apa, ember sendiri tidak punya. "But we want to use it."

"But this is urgent."

Sebenarnya Kusuma ingin menanyakan alasan mengapa ember menjadi hal yang sangat penting. Tapi ia tetap bungkam, toh ia tidak begitu suka berdebat, terlebih lagi berdebat dengan murid yang berbeda kelas. Dia menghela nafas. "Okay, ten minutes more."

Richford langsung tersenyum sumringah. "Terima kasih Kusuma!" serunya, tampak begitu bahagia. Kusuma mengangkat alisnya. "Ngomong-ngomong, just call me Mike." Sambung pemuda berambut pirang itu.

Kusuma merasa perkenalan bersambung mereka tidak terlalu penting, tapi begitu ia mengadah dan di menatap Mike tepat di matanya-dia merasa sedikit nyaman.

Warna biru di kedua mata itu tampak sangat jernih, Kusuma seperti tengah menatap lautan.

"Your welcome, Mike."

.

.

A/N : Aku itu apaan sih, punya cerita sendiri bikin fanfic sendiri /g.

Aku pribadi gak tau bentuk dari cerita ini apa. Spin-off? Tapi terlalu melenceng dari jalur mengingat ini Alternative Reality di mana seluruh cast CPAOC itu udah kelas 11 dan Mike baru pindah ke Indo pas kelas 11. Mana mereka beda kelas lagi. Dengan feels friendship kental.

Sumpah, ini seakan aku yang punya cerita-dan aku yang ngacak-ngacak ulang cerita itu. Dasar wkwk.

Part bonus ini terinspiransi dari lagunya Nell (Korean band) dengan judul yang sama dan cover yang persis sama yang aku buat. Secara tidak langsung, aku ngeplagiatin mereka wkwk /dihajarfansNell.

By the waaay, you all need to listen 'Ocean of Lights' - Nell. Aku sebenernya udah denger dari lama, eh kebetulan tadi abis main iPad (setelah lama tak tersentuh) dan baru ketemu lagi lagu itu di playlist. Sial, lagu itu masih earcatching bahkan setelah berabad-abad aku gak dengerin /malah curcol/.

Mind to vote and comment? :9

((N.B : jangan harap di continue, Personal Taste aja aku masih nunggak wkwk.))


Class President and Our Chaoses [BoyxBoy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang