Chapter 5

852 126 29
                                    

Setelah kejadian itu, hari-hari selanjutnya untuk Victor dan Alden kembali seperti dulu. Mereka kembali menjadi 2 orang asing yang hanya saling bertegur sapa seadanya. Victor paham betul, Alden hanya menyukai wanita, bukan laki-laki seperti dirinya. Alden adalah pria normal, bukan pria dengan orientasi menyimpang seperti dirinya. Tiap kali memikirkan itu, Victor merasa dirinya benar-benar bodoh. Memang tidak ada orang di dunia ini yang bisa menerima dirinya apa adanya. Tidak juga Billy, Cheryl, atau bahkan Alden. Tidak seharusnya dia memaksakan Alden untuk menjadi seperti dirinya dan membuat Alden menjadi tidak nyaman.

Untuk itu, Victor pun memutuskan untuk berusaha melupakan Alden pelan-pelan, walau dia tau, prosesnya tidak akan pernah mudah. Dia bahkan tidak yakin apa dia bisa benar-benar melupakan perasaan mendalamnya pada pria manis asal Surabaya itu. Bagaimana tidak, dia akan selalu bertemu dengan Alden setiap harinya, mengingat Apartemen mereka berhadap-hadapan.

Dan itu merupakan kesalahan pertamanya.

Kesalahan pertamanya, yang membuat semua kebetulan itu menjadi sebuah takdir.

Tapi apapun itu, dia harus tetap melupakan Alden. Melupakan semua mimpi-mimpinya yang sempat ingin dia wujudkan bersama si pria manis.

Sedangkan bagi Alden sendiri, diabaikan oleh Victor benar-benar menjungkirbalikkan dunianya. Hatinya benar-benar merasa sakit dan hancur, tiap kali dia melihat sikap Victor yang berubah 180o kepadanya. Awalnya, dia berpikir bahwa itu adalah hal yang bagus, tapi lama kelamaan, dia meragukan keputusannya menolak Victor. Tiap kali bertemu dengan pria itu, dan pria itu hanya mengabaikannya saja, tanpa ada senyuman, tanpa ada lambaian tangan, tanpa ada sentuhan seperti biasanya, benar-benar membuat Alden merasa frustasi dan hampir gila.

Drrrttt... drrrrttt...

Malam itu, Alden menggeliat di dalam tidurnya, ketika dia mendengar ponselnya bergetar di atas nakasnya. Alden berusaha untuk mengabaikannya, mengingat rasa kantuk yang menderanya begitu luar biasa. Namun, ponselnya masih terus bergetar dan membuatnya terganggu. Akhirnya, dengan bersungut-sungut, Alden pun mengulurkan tangannya untuk meraih ponselnya tersebut. Setelah ponsel sudah di tangannya, Alden kemudian berusaha membuka matanya yang masih sangat berat, untuk memeriksa, siapa orang yang sudah dengan berani mengganggu tidurnya.

"Eh kampret!" Ucap Alden, ketika dia menerima panggilan teleponnya. "Lo tuh kalo nelpon kira-kira dooong... ini udah jam 12 malem, Arsyan!"

"Iya iya sorry... Den, gue minta tolong dong sama lo." Kata Arsyan di ujung telepon.

"Emang minta tolongnya nggak bisa besok pagi, apa?"

"Ini darurat, Den!"

"Darurat apaan sih?"

"Lo tolong cek in keadaannya si Victor dong, Den." Kata Arsyan lagi.

Alden sedikit tertegun, ketika nama Victor saat itu kembali di sebutkan. "V-Victor? Emang dia kenapa?"

"Dia lagi sakit. Tapi gue nggak tau dia sakit apa. 15 menit yang lalu, dia telpon gue, tapi tadi kebetulan hp gue lagi gue charge di kamar, jadi gue nggak tau kalo dia nelpon. Pas gue telpon balik, hp nya udah gak aktif. Lo tolong cek in keadaan dia ya. Gue takut dia kenapa-napa." Kata Arsyan lagi.

"Kalo emang dia gak angkat telepon lo, mungkin dia udah tidur kali, Syan. Ini udah malem banget juga, kan. Besok pagi aja, coba lo telpon dia lagi."

"Iya kalo dia beneran tidur. Kalo dia pingsan di dalem Apartemen, terus nggak ada yang tau, gimana? Lo mau tanggung jawab?"

"Lah, kok jadi gue yang tanggung jawab, njir?"

"Ya lo pikir si Victor sakit gini gara-gara siapa kalo bukan gara-gara lo, anjir? Gue bahkan udah nggak bisa bujuk dia buat makan, Den. Lagian lo nih, disuruh ngecekin doang susah amat sih? Malah banyak cincong! Udah sana ah, lo cek dulu si Victor. Ntar kenapa-napa lagi, bisa berabe tuh anak orang."

MINE (VictorXAlden Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang