"Gya bantuin apa ini, Tan?" ujar Gyana saat melihat Septi sibuk menyiapkan bumbu untuk membakar ikan.
"Udah selesai kok, Sayang, ini tinggal dibakar aja." Septi mengoles ikan-ikan itu dengan kecap dan bumbu lainnya.
"Ya udah, Gya yang bakar aja." Gyana mengambil alih ikan di baskom yang kini Septi pegang.
"Memang bisa?" Gyana mengangguk dengan senyuman. "Ya udah kamu bawa ke Dikta sana." Septi mengedikkan dagu ke arah putranya yang sedang menyalakan alat untuk membakar ikan-ikan ini. Seketika Gyana mematung dan—tidak mungkin tiba-tiba menyerahkan kembali pada Tante Septi karena tadi dirinya yang menawarkan bantuan.
"Tante tinggal masuk, ya." Kalimat itu menyentak fokus Gyana. Gadis itu mengangguk, lalu menyiapkan nyali untuk mendekati Dikta. Jika tidak mengingat kesepakatan yang mereka lakukan tadi, Gyana tidak perlu bingung. Bersikap ketus dan galak ke Dikta bukanlah perkara sulit. Namun, saat ini yang harus dia lakukan adalah melupakan kebencian yang dimilikinya untuk pemuda itu. Walaupun sementara tentu saja sangat susah.
"Udah dibumbuin ikannya?" tanya Dikta dengan senyuman seperti biasa. Gyana memilih untuk mengangguk saja tanpa bersuara.
"Sini," ujar Dikta sembari mengambil alih baskom berisi ikan di tangan Gyana.
"Emang lo bisa?" Susah sekali mengontrol nada bicaranya untuk menjadi tidak ketus. Padahal Gyana sudah merasa mencoba sekuat tenaga.
Dikta malah tersenyum, mungkin sudah terbiasa dengan nada ketus yang gadis itu berikan. "Bisalah, apa yang Dikta nggak bisa?"
"Iya, si, apalagi mainin hati cewek, paling bisa," cibir gadis itu pelan. Dipikirnya Dikta tidak mendengar, tetapi sebenarnya pemuda itu mendengar hanya saja mencoba untuk tidak peduli. Malah Gyana tampak lucu jika sedang mengerutu seperti itu.
"Sini gue aja," ujar gadis itu yang tidak sabar melihat pergerakan Dikta saat membakar ikan di pemanggang listrik.
"Ya udah, kamu yang bakar, aku ngapain ya?" Dikta tampak berpikir, lalu berdiri. Dan tanpa mengatakan apa pun pemuda itu masuk ke vila. Tidak lama, Dikta keluar dengan kunci mobil di tangannya. Gyana yang sedang fokus pada ikan-ikannya sesekali mendongak, memerhatikan Dikta yang kini sedang membuka pintu bagasi mobil, lalu mengeluarkan sebuah gitar.
"Aku nyanyi aja deh buat kamu," ujar Dikta sembari duduk di bangku kosong tidak jauh dari tempat Gyana melakukan kegiatannya. "Kamu mau request lagu?" Pemuda itu melempar senyum menawannya. Sekuat tenaga Gyana menahan keinginan untuk membalas senyuman itu. Kesepakatan mereka tidak mengharuskanya untuk tersenyum bukan? Jadi Gyana tidak akan melakukannya.
"Gue nggak suka dengerin lagu." Tentu saja itu bohong. Jika mood menulisnya sedang hilang, Gyana biasanya menonton film, membaca buku, atau mendengarkan lagu romantis sampai mood-nya kembali.
Dikta yang tahu jika Gyana berbohong hanya tersenyum geli, lalu segera memetik gitarnya. Ada satu lagu yang dia tahu disukai gadis ini. Tidak perlu bingung dari mana dia tahu, karena apa pun yang disukai Gyana akan dia usahakan untuk tahu.
Waktu pertama kali
Kulihat dirimu hadir
Lirik lagu cinta luar biasa dari Andmesh Kamaleng mengalun merdu dari bibir Dikta yang diiringi oleh gitarnya. Gyana seketika mematung dan merasakan ada getaran aneh di dadanya. Salah, tidak seharusnya wajahnya memanas dan tangannya sedikit bergetar seperti ini. Rasanya Gyana ingin menghentikan Dikta karena efek suara merdu dan lagu cinta yang pemuda itu alunkan membuat jantungnya tidak bisa bekerja dengan baik.
Terimalah lagu ini, dari orang biasa
Gyana sudah tidak bisa berdiri dengan benar. Bahkan sejak tadi gadis itu terus menggaruk pelipisnya yang tidak gatal sebagai tanda jika sedang gelisah. Dikta menyadari semua itu, perubahan aura dan tingkah laku yang kini Gyana tunjukkan. Pemuda itu semakin yakin jika sebenarnya hati gadis itu sudah mulai goyah dan tidak membencinya seperti dulu lagi. Meski baru sedikit, dia yakin sudah berhasil menyusup ke hati Gyana. Namun, gadis itu terlalu gengsi untuk mengakuinya. Dan tugasnya adalah meyakinkan gadis itu jika perasaannya tidak salah dan tidak perlu disembunyikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGEJAR CINTAMU
ChickLitGyana membenci Dikta karena pemuda itu adalah sumber masalah di masa lalunya. Dikta adalah musuh abadi yang akan selalu Gyana jauhi. Namun, bagi Dikta, Gyana adalah cinta pertama yang tidak terlupakan. Maka saat ayah gadis itu memintanya untuk menja...