"Ga-ga!" Bayi yang berada di gendonganku tertawa cekikikan sambil meludah kearah wajahku.
.
.
.
.
Serius, apa-apaan ini?
Kau boleh menyuruhku membunuh seorang bandar narkoba. Kau juga boleh menugaskanku untuk membunuh Presiden... Tapi ini keterlaluan. Aku bukan seorang babysitter.
"Semua polisi di kota ini mencarimu, Marco." Ujar gadis perempuan itu sambil memasukkan beberapa potong roti tawar kedalam toaster.
"Dan apa hubungannya dengan ini?" Aku mengelap ludah bayi itu dengan geram, ingin sekali rasanya kupatahkan leher makhluk sialam ini.
Perempuan itu tertawa. "Oh, maaf soal adikku. Tapi hanya ada kami berdua disini... Yah, sejak pengasuh kami yang lama mengundurkan diri...." Dia mengoleskan selai cokelat ke roti yang baru saja matang itu.
Kurasa aku tahu kenapa babysitter malang itu mengundurkan diri.
"Aku tahu kau membawaku kesini bukan hanya untuk menjadikanku seorang babysitter. Jadi, kalau kau punya niat lain, segeralah katakan sebelum kubuat bayi sialan ini menjadi biru." Bayi itu tertawa di gendonganku, seakan-akan mengerti apa yang kukatakan.
Perempuan itu menyodorkan sepiring roti panggang kearahku. "Taruh saja adikku di kamar, lalu kita bicara."
Aku berjalan menaiki tangga menuju kamar yang dimaksud. Kalau dilihat-lihat, rumah perempuan ini besar juga... Mungkin kedua orang tuanya orang penting.
"Aga!" Bayi itu meludah lagi kewajahku.
"Bayi sialan." Aku membaringkannya diranjang bayi miliknya. "Tunggu sampai kau setidaknya 8 tahun, kubuat hidupmu menderita."
Aku keluar dari kamar dan sekilas melihat sebuah piagam tergantung di dinding.
Lucile Hemsworth... Jadi itu namanya....
Perempuan berambut hitam itu duduk di ruang makan, meneguk secangkir kopi hitam.
"Jadi, Lucile... Apa yang kau inginkan dariku?" Aku duduk berhadapan dengannya, mengambil roti panggang yang tadi ia berikan kepadaku.
Lucile menaruh cangkirnya di meja. "Aku mau kau membunuh seseorang."
"Kenapa aku tidak menduganya lebih awal? Aku kira kau benar-benar akan menjadikanku seorang babysitter." Gurauku, mencairkan suasana yang sedikit tegang.
Senyum pahit nampak di wajah Lucile. "Aku tidak segila itu...."
Aku melontarkan ekspresi serius. "Siapa orang yang beruntung ini?" Aku mengigit roti panggangku. "Musuh? Rival Bisnis? Atau Selingkuhan kekasihmu? Sebutkan saja."
Lucile tertunduk. "Aku ingin kau membunuh... Ayahku, Presiden Amerika Serikat...."
Begitu... Dia menginginkanku untuk membunuh orang paling berkuasa di dunia ini. Awalnya aku sudah mengira kalau orang tuanya orang penting... Tapi tidak se-penting ini....
Ah... Rasanya aku ingin menghantam kepalaku ke meja berulang-ulang kali sampai aku mati. "Kau gila... Bukankah kau tinggal di White House?"
Lucile tersenyum. "Sebenarnya dia mantan Ayahku, Ibuku bercerai dengannya beberapa bulan sebelum ia terpilih menjadi seorang Presiden."
"Kenapa?" Tanyaku, memasang raut wajah kebingungan. "Bagaimanapun juga dia kan ayahmu."
"Dia... Dia melukai ibuku, menyiksanya, dan tidak pernah mau mengakui kalau dia salah." Lucile tertunduk, wajahnya muram. "Ibuku depresi dan stress. Dia tidak sanggup menahan semua tekanan yang ada. Sampai pada beberapa saat lalu, dia memutuskan untuk bunuh diri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Inside [ON REVISION/REWRITE]
Misterio / SuspensoSemua orang yang bernafas di muka bumi ini mengenakan topeng dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Topeng yang digunakannya untuk menutupi kegelapan yang bersarang di dalam hatinya. Sampai kapan kau bisa menyembunyikan 'dirimu' dari dunia? Seber...
![Inside [ON REVISION/REWRITE]](https://img.wattpad.com/cover/37064320-64-k786579.jpg)