Fool

2.5K 332 13
                                        

Peti kaca itu terpelanting ke lantai, pecahan kaca berterbangan, menancap di punggung Raymond yang sudah melepuh itu. Tetesan darah terbentuk dari luka tempat pecahan kaca itu tertancap.

Butuh beberapa detik bagi Raymond untuk mencerna apa yang sedang terjadi sekarang.

Seakan-akan direbus hidup-hidup belum cukup, pria bertopeng itu menaikkan peti kaca itu beberapa meter ke atas udara dengan menggunakan semacam mekanisme rumit yang hanya bisa dibuat oleh seorang ahli teknik, sebelum akhirnya dijatuhkan ke lantai beton yang ada di bawah.

Terbaring di atas beton dingin, bermandikan darah dan tak berdaya, Raymond hanya bisa merintih kesakitan melihat sepuluh orang yang selamat dari perebusan beberapa waktu yang lalu. Tubuh malang yang melepuh itu dipenuhi dengan potongan kaca yang menancap di kulit telanjang mereka.

Erangan lemah terdengar di telinga Raymond, disusul dengan tawa yang membuat bulu kuduknya meremang.

Tawa itu berasal dari pria bertopeng yang nampaknya menderita superiority complex itu.

"Ayo, permainan kita masih panjang ... bukankah kalian ingin diselamatkan?"

Tidak ada respon, hanya erangan kesakitan yang membalas pria itu.

"Begitu rupanya," pria itu menarik pisau perak dari dalam jas putih saljunya. Dengan santainya ia berjalan menuju salah satu wanita yang sudah sekarat, lalu duduk di sebelahnya. "Bangun."

Jeritan melengking menggetarkan gendang telinga Raymond. Bilah tajam pisau itu kini tertanam sedalam dua belas sentimeter di dalam abdomen wanita itu, mengoyak-koyak lambungnya selagi pria itu dengan santainya menyeret pisau itu sepanjang perut wanita malang itu.

"Hentikan! Akh! Kumohon!" Jeritan wanita itu semakin menjadi-jadi ketika bilah pisau itu merangkak naik ke rongga dadanya.

Raymond hanya mampu melihat kejadian mengerikan itu terjadi di depan matanya, melihat nyawa seorang wanita tak berdosa melayang di tangan seseorang yang tak waras.

Jeritan wanita itu berhenti ketika pisau itu merobek otot jantungnya. Menyisakan Raymond beserta sembilan orang lainnya dalam sebuah keheningan yang mengerikan. Layaknya cuaca yang tenang sebelum badai datang melanda, Raymond yakin kalau pria gila itu belum selesai.

"Kalau kalian tidak mau diselamatkan secepat itu, lebih baik kalian bangun dan segera bergerak." Topeng pria itu yang tadinya putih bersih kini penuh cipratan darah yang membentuk corak jilatan lidah api di bagian kirinya.

Fear factor.

Raymond membatin, ini adalah teknik yang membuat orang-orang menjadi mematuhi perintahnya dengan menyebarkan ketakutan yang begitu mendalam.

Dan nampaknya hal itu sukses dilakukannya. Buktinya, sembilan orang lainnya mulai mengangkat dirinya untuk bangun, menghiraukan rasa sakit, dan berlari ke sebuah pintu besi yang terbuka lebar.

Melihat mereka yang berlarian layaknya dikejar oleh hantu, Raymond mau tak mau mengikuti tindakan mereka.

Raymond hampir kehilangan kakinya ketika pintu besi itu tertutup. Jikalau pria bertopeng itu tidak mendorongnya maju, mungkin dia akan meneruskan hidupnya di atas kursi roda.

Sekilas, cara berjalan pria itu nampak familiar ... sangat familiar, lebih tepatnya. Pria itu mengingatkannya pada sepupunya yang sudah lama tak ia kunjungi.

"Marco?" Sapa Raymond ragu.

Pria yang berjalan di depannya itu membalikkan badannya sejenak, dia hanya menatap Raymond dari balik topengnya. "Teruslah berjalan."

Inside [ON REVISION/REWRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang