Di dalam kamar mandi, di angkat lah rok rempel putih. Mata Aileen terbelalak lebar. "Apa-apaan ini? Yang bener aja. Gue di suruh make rok gajah."
Kepalanya menggeleng tak percaya. "Wah, gila. Tau gini gak usah pindah. Bodo amat mau di DO. Mending gak sekolah sekalian."
"Parah, ini si Yatri kalau liat pasti ngakak brutal. Apalagi gue yang pake."
Baju jumbo, rok pun juga jumbo. Di lihat dari kaca kamar mandi, badan Aileen sudah mirip ondel-ondel.
Gadis itu keluar lagi, masuk ke dalam kantor sekolah. Beruntung masih jam pelajaran, jadi tak ada murid berlalu lalang. Kalau pun ada, paling juga ketua kelas, sekretaris dan sejenisnya.
"Aileen, kenapa ndak di pakai seragamnya? Jangan mondar-mandir pakai seragam pendek disini," seru Nenek Laksmi.
Ini memang sekolah umum, kalau jam sekolah santri putra maupun santri putri satu sekolah. Di kelas juga sama seperti sekolah umum lainnya, ada cowok dan cewek. Namun yang membedakan disini mayoritas di huni oleh santri, bisa di bilang orang dalam.
Aileen kembali mengangkat baju dan rok, memperlihatkan seberapa besar seragam tersebut. "Nenek nyuruh Aileen pake seragam gajah? Big no. Enggak mau."
Matanya mengedar. "Sebenarnya ini sekolah apa tempat pameran ondel-ondel sih?"
"Hus! Mulut kamu, disini kamu harus sopan. Bersaing sama orang berilmu, jangan bersaing kebadungan," cercah Nenek Laksmi.
"Sudah cepat pakai, ini mbaknya nungguin kamu. Mau di antar ke kelas," sambung nya.
"Terus Aileen ambil jurusan apa? Ini kan SMK, bukan SMA."
"Nenek udah pilihkan, kamu ambil jurusan keperawatan."
"Hah? Apa pula si Nenek. Ini sekolah bener-bener ngaco, kok ada jurusan keperawanan. Di kira Aileen udah janda apa gimana sampai di ambilin jurusan keperawanan," omelnya.
Puk!
Satu pukulan mendarat di dahi Aileen. "Apa sih, Nek? Main pukul jidat."
"Kuping mu mbok deleh neng endi Nduk? Di jak ngomong ngalor jebule kidol." Kedua tangan memijit plipis yang terasa berdenyut karena ulah sang cucu. "Tambah ngelu sirahku."
"Yok opo loh, Nenek tadi ngomongnya Aileen ambil jurusan keperawanan. Ya jelas Aileen kaget. Biar nakal gini Aileen juga masih perawan, Nek. Ndak percayaan amat jadi Nenek."
"Keperawatan, cucuku. Wong ayu. Mbah mu iki wes tuek, ojo mbok gawe miker jeru maneh. Kowe kepengen Mbah cepet mati? Ngunu?" omel Nenek Laksmi frustasi.
Yang di omeli mengerucutkan dahi. "Bukan salah Aileen."
"Terus siapa yang salah? Telinganya yang salah? Iya?" geram si Nenek.
Sementara Mbak santri yang hendak mengantar tadi hanya bisa terdiam. Sesekali juga menahan tawa.
Wajah Aileen yang sedari tadi memang kesal, kini semakin kesal. "Nek, di tawar bisa ndak? Aileen ndak mau sekolah disini. Kalau disini, Aileen ngerasa jadi orang paling bodoh," rengek nya berusaha membujuk Nenek Laksmi.
"Itu lah tujuan Nenek." Menoleh ke arah mbak santri petugas yang mengurus data Aileen kemarin. "Mbak, tolong bantu pakaikan seragam cucu saya. Bandel dia."
Kaki Aileen mendadak mundur. "Enak aja, gak mau." Menutup badan bagian depan menggunakan kain rok tadi. Berlagak seperti gadis yang akan di cabuli oleh om-om pedofil.
"Ya kalau ndak mau sana cepat pakai seragamnya, keburu pergantian jam pelajaran."
Aileen berdecak, lalu mendengus. Kembali ke kamar mandi untuk ganti. Tak lupa kakinya di hentakkan di atas lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Chocolate
ChickLitKalian gak akan pernah tau bagaimana kerasnya aku berusaha mempertahankan kewarasan dan akal sehatku disaat badai masalah terus menghujamku. Kalian hanya bisa menilai dan mencari kesalahanku, lalu menghakimiku. -:Putri Aileen.