Setelah mendengar tetuah dari dokter Arda, kedua gadis ini kembali memakai hijab segi tiga instannya.
Tadi pagi Aileen kaget, Gayatri benar-benar menepati janjinya. Ia pindah ke sekolah yang sama dengan Aileen. Entah apa yang ada di otak gadis itu, bertindak sesuka hati. Tanpa berfikir dua kali.
Dan ini lah yang membuat Aileen tak suka jika Gayatri yang membonceng. Kalian pasti sudah tahu kenapa. Iyap, Gayatri tak pernah menjadi pengendara motor dengan kecepatan di bawah rata-rata.
Disepanjang jalan teriakan menggelegar Aileen tak kunjung berhenti. Tatapan aneh dari pengendara lain tak membuat rasa malunya muncul.
Bukan tak malu, hanya saja rasa malu yang di miliki lebih kecil daripada rasa takut.
"LEEN, JANGAN MALU-MALU IN GUE DONG. KUPING GUE PENGANG," teriak Gayatri tanpa menurunkan kecepatan laju motornya.
Lihat saja, tampang Aileen lebih tak karuan. Sangat berantakan di banding Gayatri. Jilbab miring ke kanan. Rambut keluar semua.
Parahnya lagi, dua remaja ini tak memakai helm di jalan raya. Sebenarnya ada jalan yang tak sepi, seperti pedesaan. Hanya saja Gayatri tak mau diajak lewat sana, dengan alasan tak tahu arah. Jika begitu apa gunanya Aileen? Entah lah.
"LO KALAU NAEK MOTOR BIASA AJA! BIAR SENGSARA TAPI GUE GAK MAU MATI SIA-SIA," balas Aileen.
dengan enteng Gayatri menjawab, "BIAR CEPET SAMPEK."
"EH, LO JANGAN PELUK-PELUK GUE!" sambungnya.
"KALAU GAK MELUK, GUE KEJENGKLANG, GULING-GULING, DI LINDES TRUK BEGO," jawabnya kesal. Kedua tangan juga semakin mempererat pelukan. Bodo amat orang mau ngomong apa, daripada tubuhnya terbang kebelakang.
"BIASA AJA KELES. GAK USAH DI DEPAN KUPING JUGA NGOMONGNYA."
"BODO AMAT. PELAN WOY! WAH NYALINYA GEDE, ADA POLISI DOUBLE TILANG KITA. UDAH GAK PAKE HELM, GAK PUNYA SIM, GAK BAWA STNK, KEBUT-KEBUTAN DI JALAN RAYA. PELANIN GAK?!"
"INI UDAH PALING PELAN."
Kecepatan delapan puluh di bilang paling pelan? Kepala Aileen menggeleng tak percaya. Coba saja kalau tubuhnya tak lemas, tak akan mau di bonceng si Yatri.
Akhirnya ia hanya bisa pasrah. "Haruskah aku mati karena mu?" lirih Aileen.
Tak usah bertanya kenapa Gayatri tidak menanggapi, telinganya tak dapat mendengar suara Aileen dengan jelas apabila tidak dengan teriakan. Kebayang bukan seberapa cepatnya?
"Ya Allah, gak jadi bosan hidup ya Allah. Kayak gini bisa metong sia-sia gue."
"Plis, pelan Yatri. Gue masih mau idup," ucapnya dengan suara serak. Capek teriak dari awal motor melaju sampai setengah kilo meter lagi sudah terbebas dari kawasan jalan raya.
"LEEN, GUE MAU CERITA," teriak Gayatri.
"ENTAR AJA, YANG ADA CERITANYA KE GUE TAPI YANG DENGER SEMUA ORANG," balasnya.
"IYA JUGA. OKE DEH, ENTAR AJA SAMPE RUMAH LO."
Dahi Aileen berkerut mendapati ada bercak basah seperti tetesan air hujan di kerudung belakang Gayatri. Kepalanya mendongak, langit cerah, tidak mendung. Jangankan hujan, rintik gerimis pun tak ada.
Gadis itu menutup mulutnya dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain masih di pergunakan untuk berpegangan pada ransel Gayatri.
"Gila, madu gue muncrat bertengger di jilbab si Yatri," gumamnya seraya menahan tawa.
"AAAA.... ALLAHUMMA LAKASUMTU WABIKA AAMANTU, WAALARIZKIKA AFTORTU. NENEK.... AILEEN BELUM MAU MATI. HUAA....."
Kedua tangan Aileen menarik ransel yang ada di depannya saat kecepatan di naikkan secara tiba-tiba. Bagaimana tidak kaget dan takut, posisi berpegangan satu tangan, tubuhnya hampir terjengkal kebelakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Chocolate
ChickLitKalian gak akan pernah tau bagaimana kerasnya aku berusaha mempertahankan kewarasan dan akal sehatku disaat badai masalah terus menghujamku. Kalian hanya bisa menilai dan mencari kesalahanku, lalu menghakimiku. -:Putri Aileen.