Hari sudah begitu malam. Suasana rumah sakit sudah lumayan sepi. Hanya ada beberapa dokter jaga dan perawat yang bertugas.
Menggenakan piyama dan sendal bulu, Suez berlari melewati koridor rumah sakit yang sepi. Kabar mengenai Serin yang jatuh sakit telah berhembus ke telinganya.
Tadinya Suez berniat untuk tidur setelah lembur. Menarik selimutnya dan mencari posisi nyaman, Suez akhirnya memejamkan matanya. Namun, baru beberapa detik matanya terpejam sebuah panggilan dari ponselnya masuk.
Suez kesal. Dia ingin marah pada siap pun yang telah mengganggu waktu istirahatnya.
Seperkian detik setelah mengangkat telepon yang berasal dari temannya. Amarah Suez menguap, tergantikan oleh perasaan khawatir.
Serin masuk rumah sakit dua hari lalu dan yang bertanggung jawab sebagai wali adalah Darion Odie Maheswara, sahabatnya sendiri. Tapi mengapa keluarga itu tidak ada yang memberinya kabar mengenai hal tersebut.
Suez kemudian beranjak meraih kunci mobil dan dompetnya. Kemudian langsung berangkat ke mari dengan mobilnya. Tak peduli meski saat ini sudah tengah malam dan jam besuk telah lama usai.
Apabila dimarahi oleh satpam, akan ia marahi balik satpam itu. Suez kok dilawan yo ndak bisa.
Ruang Teratai nomor 3.
Suez menghentikan langkahnya tepat di sebuah ruangan yang telah diberitahukan oleh temannya. Melalui kaca transparan pada pintu di hadapannya, ia melihat Hana yang tengah membelai Serin.
Tanpa mengetuk atau pun sekedar permisi, Suez masuk ke dalam. Tapi ia tidak langsung menghampiri Serin. Suez sedikit tertarik untuk mendengar perdebatan mereka.
"Teo nggak mau tahu!" Suara Teo yang menuntut sesuatu manguar hingga ke telinga Suez.
Rion menggelengkan kepalanya pening. Beginilah jadinya jika terlalu dimanja sejak bayi. Setiap keinginan Teo bagaikan titah raja yang mutlak hukumnya untuk dipatuhi dan dituruti. Rion jadi menyesal telah ikut andil dalam memanjakan Teo.
"Nggak bisa semudah itu, Teo. Pernikahan itu harus disiapkan sematang mungkin. Dan itu nggak semudah membeli permen."
Menghadapi Teo dengan suara yang sama tingginya hanya akan memperparah keadaan. Bukannya mengerti, kemungkinan besar anak lelakinya itu justru akan merajuk. Dan akhirnya Rion sendiri yang akan rugi, karena dijadikan bulan-bulanan keluarganya. Sebab telah menyenggol anak emas kesayangan keluarganya.
Suez mengerenyit bingung. Pernikahan? Apa Teo akan menikahi seseorang tapi ditentang oleh keluarganya?
Teo menyeringai. "Siapa bilang? Teo punya uang, ayah tinggal bantu urus surat-suratnya mudahkan. Itu segampang beli permen." Debat Teo minta diberi hadiah bom nuklir.
Rion juga tahu jika dirinya tinggal mengurus surat-suratnya. Masalahnya mengurus surat-surat nikah itu tidak semudah yang Teo bayangkan. Oh ayolah, ia jauh lebih berpenggalaman soal ini.
Sabar, sabar. Memiliki anak seperti Teo memang harus banyak bersabar.
"Memangnya kamu sudah ijin sama orang tuanya? Yakin dapat restu dari mereka?"
Teo yang tadinya sibuk memperhatikan Serin, menoleh cepat ke arah ayahnya. Matanya menatap pria paruh baya di sampingnya, tajam setajam silet. Kenapa ayahnya sesusah itu mengiyakan permintaannya untuk menikahkan Serin dengan dirinya?
"Aku udah pernah bilang kan, serin sengaja kabur dari keluarganya yang jahat. Jadi buat apa aku ijin ke mereka? Cih buang-buang waktu." Sarkas Teo.
Hana menghela napas pasrah. Pusing dengan perdebatan antara putra dan suaminya. Untungnya dokter memberi Serin obat tidur supaya gadis itu dapat beristirahat total. Jadi dia tidak perlu mendengar perbedatan memuakan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive [TAMAT]
Ficción General"Cinta adalah hal yang paling indah di dunia ini." Iya, cinta memang hal yang paling indah di dunia ini, untuk para manusia halu yang hidup berkecukupan dan mengandalkan penghasilan orang tua. Tidak bagiku yang hidup serba kekurangan ini. Boro-boro...