Tangannya tak berhenti menulis sama sekali. Terlalu banyak hal yang harus gadis itu catat ke atas buku tulisnya. Sesekali ia hanya berhenti ketika ditanyakan pendapat pribadinya mengenai hal yang dibahas di rapat kali ini.
"Tentang tema dan acara yang akan diadakan di festival sekolah nanti, apakah masih ada yang ingin ditanyakan?"
Satu per satu pengurus inti OSIS ditatap. Sang Ketua OSIS-lah yang melakukannya. Kemudian, tatapannya itu berhenti pada (Y/n) yang sejak tadi hanya sibuk mencatat sambil sesekali menjawab jika ditanya.
"(F/n)-san, bagaimana denganmu? Apakah ada saran atau hal yang ingin kau tambahkan?" tanyanya.
Ditanya demikian, sontak (Y/n) mengalihkan tatapannya dari buku tulis yang dipenuhi oleh hasil rapat hari ini. Ditataplah buku tersebut, menerka-nerka pernyataan dan pertanyaan apa yang akan ia katakan.
"Menurutku, tema dan acara yang diadakan untuk festival sekolah nanti sudah terlalu mainstream."
Pernyataan (Y/n) tersebut seketika telah berhasil mengubah suasana di dalam ruang OSIS. Well, pernyataan itu terlalu mengejutkan mereka. Mengingat (Y/n) hanya mencatat sejak tadi dan sesekali menjawab jika dirinya ditanyakan pendapat. Namun, apa yang ia katakan barusan justru memancing emosi para pengurus OSIS yang lain, kecuali si Ketua OSIS—Mitsuya Takashi.
"Apa yang membuatmu berpikir demikian, (F/n)-san?" tanya Takashi, selaku pihak yang paling tenang di sana.
Mengabaikan tatapan heran dan tak percaya dari pengurus inti OSIS yang lainnya, (Y/n) pun menjelaskan, "Dari tahun ke tahun, tema festival sekolah kita selalu sama. Tidak ada perubahan. Perubahan yang dilakukan paling tidak hanya isi acaranya saja. Namun, hal itu sama sekali tidak memberikan dampak yang besar."
Takashi pun mengangguk-angguk. Ia paham akan maksud dari perkataan (Y/n). Diam adalah hal yang ia lakukan agar (Y/n) melanjutkan perkataannya.
"Hal itu dapat dibuktikan dengan jumlah pengunjung yang datang ke festival sekolah kita di tahun-tahun sebelumnya." (Y/n) menyodorkan sebuah buku yang berukuran cukup besar ke hadapan ketiga rekannya yang lain. "Dapat dilihat di sini bahwa jumlah pengunjung festival sekolah kita mulai menurun dari tahun ke tahun. Aku berasumsi jika penurunan ini disebabkan oleh tema festival sekolah kita yang tidak mengalami perubahan," ujarnya seraya menunjuk kolom tabel dari atas ke bawah.
Seketika semuanya terdiam. Masing-masing dari mereka memikirkan perkataan (Y/n). Berbagai pikiran pun mulai bermunculan di dalam kepala mereka.
"Jadi, kau menganggap bahwa rapat untuk mendiskusikan tema festival sekolah ini tidak berguna sama sekali?" hardik si Wakil Ketua OSIS. Sebut saja namanya Haitani Rindou. Kakaknya merupakan seorang playboy andal, namun kini adiknya justru sedang mengikuti rapat OSIS dengan hikmat.
"Tenang dulu, Rindou. Kurasa perkataan (F/n) itu benar," timpal Kokonoi Hajime. Si kandidat Ketua OSIS nomor dua yang kini justru menjabat sebagai Bendahara. Maka tak heran apabila lelaki itu selalu dikatakan 'bau duid'.
Untuk menengahi perdebatan itu, (Y/n) pun kembali berbicara. "Mendiskusikan?" ulangnya. Ia mendengus seraya melemparkan senyum remeh. "Jika tema yang digunakan selalu sama, untuk apa dibicarakan lagi? Lebih baik kau pulang ke rumah, mencuci kakimu, lalu tidur," ujarnya sarkas.
Tak disangka, Takashi justru terkekeh. Membuat semua atensi teralihkan pada lelaki itu. "Apakah itu alasanmu selalu diam sejak tadi, (F/n)-san?" tanyanya kemudian.
Tatapan (Y/n) bergulir pada Takashi. "Ya, namun aku memang jarang berbicara, Mitsuya-san."
Dengusan dibuat oleh Takashi. Namun, tak urung sebuah senyum diberikan olehnya. "Lantas, apa ide yang akan kau ungkapkan? Aku ingin mendengarnya."
***
Setengah dari isi botol air mineral itu telah tandas. Ditatapnya kemudian. Hanya helaan napas sajalah yang terdengar sesaat setelahnya. Padahal botol air mineral itu baru saja dibelinya di vending machine sekitar area sekolah. Mungkin berbicara terus-menerus selama rapat OSIS tadi telah memberikan dampak yang cukup besar, yakni dehidrasi.
Diambillah tas sekolahnya yang tersampir pada sisi meja. Di kelasnya saat ini sudah tak terdapat siapapun. Hanya ada dirinya seorang. Well, rapat OSIS tadi memakan waktu lebih lama dari yang ia duga. Padahal jumlah mereka hanya bereempat. Namun, entah mengapa bisa selama itu.
"Lebih baik aku pulang sebelum hujan," katanya seraya menatap ke luar jendela. Di mana kumpulan awan bernuansa kelabu telah mendominasi langit di sana.
Pintu kelas pun ditutup. Diiringi dengan suara langkah kakinya yang beradu dengan lantai koridor setelahnya. Gadis itu pun berbelok sebelum keluar dari dalam sekolahnya seusai mengganti sepatu di depan barisan loker.
Kedua tungkai kakinya hendak berlari ke arah gerbang sekolahnya ketika tangannya dicengkeram oleh seseorang. Hampir saja (Y/n) melayangkan pukulan ke arah orang tersebut jika gadis itu tak melihat wajah orang itu yang ternyata merupakan kakak kelasnya.
Termasuk ke dalam wajah milik seseorang yang tak (Y/n) suka. Mungkin rasa tidak suka yang kuat ini hanya berbentuk sepihak saja, dan tentunya itu berasal dari (Y/n). Alasannya sederhana. Sifat playboy-nya itu pasti telah mematahkan banyak hati para gadis di luar sana. (Y/n) yakin akan perihal tersebut.
"Apa?" tanyanya ketus sambil menarik tangannya sendiri. Lebih tepatnya, lelaki itu melepaskannya lebih dulu.
"Ada suatu hal yang ingin kukatakan padamu."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Aphrodite ✧ Sano Shinichiro
Fanfiction[Greek Goddess Series #1 :: Sano Shinichiro] Kata orang, wajah lelaki itu terlihat seperti seorang playboy. Mantan kekasihnya sudah pasti lebih dari jumlah jari di kedua tangan. Mungkin juga melebihi jumlah jari di kedua kaki. Well, hal itu memang b...