🈀 · ᝰ tres ˊˎ-

682 120 0
                                    

Tatapan terkejut dilemparkan oleh Shinichiro. Bukan tanpa alasan ia merasa terkejut. Melainkan karena seorang gadis dan benda di tangannya itu yang kini berdiri di hadapan Shinichiro.

"Aku mengembalikannya, karena aku tak ingin berhutang apapun."

Itulah kata-kata yang diucapkan oleh (Y/n) beserta dengan payung di tangannya. Payung transparan itu pun secara tak sadar telah dipindahkan ke tangan Shinichiro. Membuat sang lelaki kemudian tersadar.

Apakah (Y/n) tidak membaca pesannya kemarin malam? Atau gadis itu lupa akan isi pesan darinya itu? Ah, pertanyaan pertama dapat disangkal dengan mudah. Ketika Shinichiro mengecek ponselnya tadi pagi, tulisan 'read' sudah tertera dengan jelas di dekat bubble pesan yang ia kirimkan.

Namun, desahan kecewa terdengar sesaat setelahnya kala lelaki itu mengetahui bahwa tidak ada balasan yang (Y/n) berikan. Hanya dibaca, kemudian ditinggalkan. Well, itu terasa cukup menyakitkan.

"Kau sudah membaca pesan dariku, 'kan? Payung itu tidak perlu kau kembalikan," kata Shinichiro. Ia berusaha membuat (Y/n) ingat dengan pesannya melalui LINE semalam.

Anggukan kepala (Y/n) membuat Shinichiro mengernyit. "Ya, aku tahu. Namun aku tidak ingin berhutang. Jadi, tolong ambil kembali payungmu itu, Senpai."

Setelah menghela napas panjang dan dengan keheranan yang jelas menyelimuti dirinya, Shinichiro pun menerima payung itu. Well, kini payung pemberiannya telah kembali pada dirinya sendiri. Berdoa saja agar ia tak terkena dampak buruk apapun karena telah mengambil kembali barang yang sudah diberikan.

Seketika Shinichiro tersadar akan sesuatu. (Y/n) memanggil dirinya dengan sebutan 'senpai'. Entah mengapa, kata itu terdengar sangat kaku di telinga Shinichiro. Seolah-olah ada jarak di antara mereka meskipun kini keduanya sudah menjalin hubungan. Ah, untuk sekarang Shinichiro tak akan ambil pusing. Seperti kata Emma, terkadang ada hal yang lebih baik tidak ia pikirkan.

Seusai memberikan payung itu, (Y/n) hendak kembali ke kelasnya. Ia ingin segera mengambil uangnya yang tertinggal di sana dan beranjak ke kantin. Tentunya untuk mengisi perutnya yang sudah meraung-raung meminta untuk diisi sejak tadi.

Tetapi, lagi-lagi tangannya dicengkeram oleh seseorang. Siapa lagi pelakunya jika bukan Shinichiro? Lelaki itu menahan pergelangan tangan (Y/n) sejenak sebelum melepaskannya.

"Ada apa lagi?" tanya (Y/n) datar. Kini ia mulai merasa khawatir akan penyakit maag-nya jika perutnya tak sesegera mungkin diisi suatu makanan.

"Ikut aku, (Y/n)."

***

Menolak tak mungkin (Y/n) lakukan. Karena pada akhirnya, Shinichiro tetap memohon padanya untuk ikut dengan lelaki itu. Bersikap pasrah, kini (Y/n) berada di atap sekolah dengannya.

Shinichiro menyuruh (Y/n) untuk duduk di sisinya. Dengan perlahan, Shinichiro membuka sebuah bungkusan yang sejak tadi ia bawa. Rupanya di dalam sana terdapat dua kotak bento. Salah satunya berwarna biru langit dan yang lainnya berwarna merah muda.

"Ini untukmu."

Yang berwarna merah muda diberikan pada (Y/n). Gadis itu ingin bertanya, namun niat itu urung dilakukan. Ia menerima kotak bekal itu terlebih dahulu barula ia bertanya setelahnya.

"Mengapa kau memberikan ini untukku? Memangnya kau sudah kenyang hanya dengan memakan sekotak bekal saja? Karena kau tidak merasa kenyang, maka dari itu kau membawa dua buah kotak bekal, 'kan?" cecar (Y/n) seraya menatap Shinichiro heran dan bingung.

Mendengar pertanyaan (Y/n) yang banyak itu, Shinichiro justru tertawa. Ia tidak tahu jika (Y/n) merupakan orang yang akan seserius ini. Yang membuat dirinya menarik ialah gadis itu tidak menganggap bahwa Shinichiro memang sengaja menyiapkan salah satu bekal itu untuk (Y/n) sendiri. Padahal faktanya memang demikian.

Berbeda dengan Shinichiro yang tertawa, (Y/n) justru merasa heran. Mengapa lelaki itu malah tertawa? Apakah ada hal yang patut ditertawakan? Hei, ia sedang serius saat ini. Lantas, mengapa Shinichiro tertawa karena pertanyaannya itu?

"Aku memang sengaja menyiapkannya untukmu, (Y/n). Ralat, adikkulah yang membuatnya," tutur Shinichiro setelah tawanya reda. Lelaki itu hanya terkekeh pelan.

"Oh. Mengapa?"

Netranya berkedip beberapa kali ketika ia mendengar pertanyaan (Y/n) lagi. Jujur saja, Shinichiro tak mungkin memberitahukan alasan itu pada (Y/n). Karena alasan ini mungkin akan terdengar konyol di telinga seorang (Y/n) yang serius.

Pada akhirnya, Shinichiro hanya tertawa kikuk. "Makan saja bekal itu. Adikku sudah membuatnya dengan sepenuh hati," ujarnya.

(Y/n) hendak kembali bertanya. Namun, ia urung melakukannya. Mengingat waktu istirahat yang sebentar lagi akan usai. Alhasil, ia memakan bekal itu dalam diam.

"Bagaimana rasanya?" tanya Shinichiro setelah ia melihat (Y/n) memasukkan sesuap nasi dan lauk pauk ke dalam mulutnya.

"Rasa telurnya terlalu manis," komentar (Y/n) jujur.

Alih-alih marah karena kritik (Y/n) tentang masakan adiknya, Shinichiro justru tersenyum simpul. Perkataan (Y/n) yang jujur dan tidak dibuat-buat semata agar tidak menyinggung perasaannya itu telah membuat dirinya merasa senang.

Kini, ia semakin menyukai gadis itu.

***

"Ke rumahmu? Untuk apa?"

Sangat wajar apabila pertanyaan itu diberikan oleh (Y/n) ketika Shinichiro memintanya datang ke rumahnya. Pasalnya, permintaan itu terlalu tiba-tiba. Bahkan hanya sehari setelah (Y/n) memakan bekal buatan adiknya Shinichiro itu.

Shinichiro menghela napas. "Adikku ingin bertemu denganmu. Katanya, ia penasaran dengan wajah kekasih kakaknya yang berani memberikan komentar tentang masakannya yang selalu kukatakan enak itu," tuturnya.

"Oh? Alasan yang tidak terduga," sahut (Y/n).

Awalnya, (Y/n) berniat untuk menolak ajakan ke rumah lelaki itu. Namun, mendengar penjelasan Shinichiro tadi telah mengubah jawabannya dalam waktu sekejap. Kini (Y/n) menjadi penasaran bagaimana tanggapan adik Shinichiro itu kala ia bertemu dengan dirinya.

"Baiklah. Aku menyetujui ajakanmu itu."

***

END ━━ # . 'Aphrodite ✧ Sano ShinichiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang